Selasa, 14 Mei 2019

Dinas Luar Negeri, Ignasius Jonan Tidak Bisa Memenuhi Panggilan KPK

Baca Juga

Kepala  Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Menteri ESDM Ignasius Jonan tidak bisa memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) besok, Rabu 15 Mei 2019. Kali besok, Ignasius Jonan selaku Menteri ESDM akan dimintai keterangan sebagai Saksi untuk tersangka Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) dan Samin Tan, pengusaha.

"Pihak ESDM tadi sudah mengirimkan surat. Tidak datang, karena ada perjalanan dinas ke luar negeri, ke Eropa, Jepang dan AS (Amerika Serikat)", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa 14 Mei 2019.

Febri Diansyah menegaskan, KPK akan menjadwalkan ulang pemanggilan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Ditegaskannya pula, bahwa pemanggilan itu diperlukan sesuai dengan kepentingan penyidikan.

"Nanti tentu akan kami panggil kembali dan dijadwalkan ulang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan Saksi di tahap penyidikan ini", tegas Febri Diansyah.

Igasius Jonan selaku Menteri ESDM sejatinya dipanggil pada Senin 13 Mei 2019. Namun, karena surat panggilan yang ditujukan ke rumah pribadi tak ada yang menerima, KPK mengirim surat panggilan baru. Yang mana, dalam surat panggilan baru itu Ignasous Jonan dijadwalkan diperiksa pada Rabu 15 Mei 2019.

Sementara itu, Sofyan Basir dan Samin Tan sendiri terjerat dalam perkara berbeda. Namun, perkara yang menjerat keduanya sama-sama berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan anggota DPR-RI Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johanes Budiautrisno Kotjo terkait dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau–1.

Untuk pengusaha Samin Tan, KPK menetapkan pemilik PT. Borneo Lumbung Energi & Metal ini sebagai Tersangka atas dugaan telah menyuap Eni Maulani Saragih.

KPK menduga, Samin Tan diduga telah memberi suap Rp. 5 miliar agar Eni Saragih membantu anak perusahaan milik Samin Tan, PT. Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) yang sedang mengalami masalah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT. AKT dan Kementerian ESDM.

PKP2B PT. AKT itu sebelumnya telah dihentikan oleh Kementerian ESDM yang dipimpin Ignasius Jonan. Yang mana, penghentian itu dilakukan, karena PT. AKT dianggap telah melakukan pelanggaran kontrak berat.

Atas penghentian itu, terjadi proses hukum hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang hasilnya menyatakan keputusan Menteri ESDM soal penghentian PKP2B PT. AKT tetap berlaku.

Ironisnya, dalam proses menuju pengajuan Banding terhadap putusan PTUN tentang terminasi itu, Eni Maulani Saragih diduga menjanjikan bisa membantu pengusaha Samin Tan dalam urusan dengan keputusan terminasi oleh Kementerian ESDM.

Selanjutnya, uang Rp. 5 miliar itu pun diduga diserahkan, agar Eni Maulani Saragih membantu mengurus persoalan tersebut. Konon Eni Maulani Saragih disebut sampai mengancam akan mempermalukan Ignasius Jonan dalam rapat di DPR.

Namun, pada akhirnya Pemerintah tetap menang hingga putusan terminasi terhadap kerja sama dengan PT. AKT berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Kasasi di MA.
Sementara itu, Sofyan Basir ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga membantu Eni Maulani Saragih mendapatkan suap dari Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

KPK menduga, Sofyan Basir dijanjikan mendapat jatah yang sama dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham, yang telah lebih dulu diproses hukum.

KPK pun menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) berperan aktif memerintahkan jajarannya agar kesepakatan dengan Johanes Budisutriano Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 segera direalisasi.

KPK juga menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) ada di berbagai pertemuan di hotel, di restoran, di kantor PLN dan di rumah kediaman Sofyan Basir terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini. *(Ys/HB)*