Selasa, 28 Mei 2019

Ditahan KPK, Dirut Non-aktif PT. PLN Sofyan Basir Kembali Jalani Pemeriksaan

Baca Juga

Dirut non-aktif  PT. PLN Sofyan Basir memakai rompi khas Tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan 4,5 jam di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (27/05/2019) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Direktur Utama (Dirut) non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir kembali diperiksa penyidik KPK dalam pemeriksaan lanjutan sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan Pembangkit Lisrik Tenaga Uap (PLTU) Riau–1, Selasa 28 Mei 2019.

"Ini pemeriksaan lanjutan", kata Soesilo Aribowo, Penasehat Hukum Sofyan Basir, di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa 28 Mei 2019.

Soesilo Aribowo menjelaskan, sebelumnya Sofyan Basir diperiksa penyidik tentang seputar 9 (sembilan) pertemuan yang dilakukan dengan Eni Maulani Saragih, Johanes Budisutrisno Kotjo, Setya Novanto hingga Idrus Marham.

Yang mana, pertemuan-pertemuan itu di antaranya membahas proyek PLTU Riau. Menurut Soesilo, dimungkinkan pemeriksaan terhadap kliennya kali ini akan didalami soal pertemuan-pertemuan tersebut.

"Kemarin kan masalah pertemuan, mungkin (dalam pemeriksaan kali ini) penyidik akan mendalami soal pertemuan itu membahas apa", jelas Soesilo Aribowo.
Sebelumnya, pada Senin (27/05/2019) malam kemarin, Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir hadir dalam pemeriksaan di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

Sofyan Basir tiba di kantor KPK sekitar pukul 18.50 WIB, setelah sebelumnya juga menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai Saksi atas suatu perkara.

Setelah menjalani pemeriksaan di kantor KPK selama sekitar 4,5 jam, begitu keluar dari gedung KPK, Dirut non-aktif Sofyan Basir sudah memakai rompi khas Tahaman KPK warna oranye.

Kepada sejumlah wartawan, Sofyan Basir menyatakan, bahwa dirinya akan mengikuti proses hukum di KPK. "Pokoknya ikuti proses ya..., do'akan ya..., terima kasih", ujar Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir, singkat, Senin (27/05/2019) malam kemarin.

Seperti dikatahui, pemeriksaan terhadap Sofyan Basir oleh KPK pada Senin (27/05/2019) malam kemarin, merupakan pemeriksaan ke-2 (dua) kalinya setelah Sofyan ditetapkan sebagai Tersangka pada Selasa 23 April 2019 lalu.

Sebelumnya pula, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) telah diperiksa sebagai Tersangka untuk pertama kalinya pada Senin 06 Mei 2019. Namun, saat itu KPK belum menahan Sofyan Basir.

Usai diperiksa tim penyidik KPK pada Senin (06/05/2019) lalu, Sofyan Basir menolak disebut menerima fee terkait proyek pembangunan PLTU Riau–1.

"Nggak ada itu...! Tidak ada...!", tolak Sofyan Basir sembari berjalan ke luar dari ruang lobi kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (06/05/2019) lalu.

Sementara itu, pada Selasa 23 April 2019 lalu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penyidik KPK menemukan bukti-bukti baru dugaan keterlibatan Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN dalam pusaran perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembabgunan PLTU Riau–1.

Atas temuan tersebut, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN pun resmi ditetapkan KPK sebagai Tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dengan tersangka SFB (Sofyan Basir) diduga membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo", tegas Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (23/04/2019) lalu.

Ditandaskannya, KPK menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN membantu Eni Maulani Saragih menerima hadiah atau janji-janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo.

Menurut konstruksi perkara yang diungkap KPK sebelumnya, perkara dugaan tindak pidana korupsi suap ini berawal dari keinginan Johanes Budisutrisno Kotjo  mendapatkan proyek di PT. PLN, akan tetapi, Johanes Budisurrisno Kotjo  kesulitan mendapatkan akses.

Johanes Budisutrisno Kotjo kemudian meminta bantuan kawan lamanya, Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.

Selanjutnya, Setya Novanto mengarahkan Johanes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih yang Komisi-nya bermitra dengan PT. PLN sebagaimana Tupoksi Komisi VII DPR-RI di mana Eni Maulani Saragih bertugas.

Eni Saragih kemudian memfasilitasi pertemuan Johanes Budisurrisno Kotjo dengan Dirut PT. PLN Sofyan Basir hingga berlanjut dengan terjadinya berbagai pertemuan.

Diduga, setelah terjadi kepakatan-kesepatan antara Eni dengan Johanes Budisutrisno Kotjo terjadi (Dalam hal ini, Sofyan Basir pernah dihadirkan sebagai Saksi dalam proses penyidikan maupun di persidangan), dalam perjalanannya, Setya Novanto tersandung perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP.

Diduga, hal itu membuat Eni Maulani Saragih 'berpaling' kepada Idrus Marham selaku Plt. Ketua Umum Partai Golkar.

Dalam konstruksi perkara yang pernah diungkap KPK, Idrus Marham pun disebut mengarahkan Eni Maulani Saragih meminta uang pada Kotjo untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Sebab Idrus disebut ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN sebagai Tersangka atas dugaan membantu mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih mendapatkan suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

KPK menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN dijanjikan jatah yang sama dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham yang dalam perkara ini telah lebih dulu diproses hukum.

KPK pun menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN diduga berperan aktif memerintahkan jajarannya agar kesepakatan dengan Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau–1 segera direalisasikan.

KPK juga menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) ada di berbagai pertemuan di hotel, restoran, kantor PLN, dan di rumah pribadi Sofyan Basir terkait pembahasan proyek tersebut.

Dalam perkara ini, KPK menyangka, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sofyan Basir sendiri, merupakan orang ke-5 (lima) yang ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini. Yang mana, sebelumnya, Eni Maulani Saragih, Johanes BudisutrisnoKotjo, Idrus Marham dan Samin Tan telah mendahului menjadi Tersangka dan diadili pengadilan.

Baik Eni Maulai Saragih maupun Johanes Budisutrisno Kotjo pada akhirnya telah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana.

Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Idrus Marham sebagai Tersangka lantaran diduga membantu Eni serta turut aktif meminta suap ke Kotjo. Yang mana, saat ini Idrus Marham tengah mengajukan banding atas vonis bersalah dan sanksi pidana 3 (tiga) tahun penjara yang telah dijatuhkan Majelis Hakim kepadanya. *(Ys/HB)*