Kamis, 13 Juni 2019

Maqdir Ismail Menilai, Penetapan Status Tersangka Sjamsul Nursalim Cederai Komitmen Pemerintah

Baca Juga

Maqdir Ismail, Penasehat Hukum Sjamsul Nursalim.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Maqdir Ismail, Penasihat Hukum (PH) Sjamsul Nursalim menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencederai perjanjian yang sudah dibuat pemerintah dengan warga negara.

Hal tersebut disampaikan Maqdir menanggapi penetapan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itijih Nursalim sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

"SN (Sjamsul) telah mengikuti permintaan pemerintah untuk menanda-tangani MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) pada 21 September 1998. Kemudian ditindak-lanjuti dengan memberikan surat R&D pada 25 Mei 1999", ujar Maqdir Ismail dalam siaran pers, Rabu (12/6/2019) kemarin.

Maqdir Ismail menjelaskan, bahwa dalam penanda-tanganan tersebut, pemerintah berjanji melepaskan Sjamsul Nursalim dari segala tuntutan hukum. Namun, kini KPK menetapkan Sjamsul dan istrinya,  sebagai Tersangka.

"KPK telah mencederai komitmen pemerintah yang sah dan berkekuatan hukum", jelas Maqdir.

Maqdir Ismail juga mempertanyakan penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai Tersangka hanya berdasarkan audit BPK tahun 2017 yang menyebut ada kerugian negara Rp. 4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI untuk BDNI.

Maqdir Ismail mengungkapkan, padahal dalam audit BPK tahun 2002 dan 2006 itu tidak disebutkan adanya kerugian keuangan negara dari penerbitan SKL BLBI tersebut.

"Selain tidak lazim, proses audit BPK 2017 itu justru bertentangan dengan dua hasil audit sebelumnya oleh BPK. Saat ini, pihak SN (Sjamsul Nursalim) tengah mengajukan gugatan atas hasil dan proses audit BPK 2017 ini di Pengadilan Negeri Tangerang – Banten. Kini proses pemeriksaan perkara dan persidangannya masih berlangsung", ungkap Maqdir Ismail.

Sementara itu, KPK menyebut, perbedaan laporan audit dari BPK terkait penerbitan SKL BLBI untuk BDNI itu sebelumnya sudah dijelaskan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, perbedaan audit BPK tersebut sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Diterangkannya pula, bahwa audit BPK tahun 2002 dan 2006 merupakan audit kinerja, sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam pertimbangan hakim Pengadilan Tipikor.

"Sedangkan audit BPK tahun 2017 merupakan audit untuk tujuan tertentu. Yakni, untuk menghitung kerugian negara", terang Febri Diansyah saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa 11 Juni 2019 lalu.

Febri Diansyah menegaskan, daripada pihak pihak Sjamsul Nursalim memperdebatkan audit tersebut, lebih baik jika menyarankan agar Sjamsul Nursalim beritikad baik, dengan meminta agar Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim menyerahkan diri ke KPK.

"KPK memandang akan lebih baik jika pihak Kuasa Hukum SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) membantu menghadirkan para Tersangka untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, agar para Tersangka juga dapat memberikan keterangan sesuai dengan data dan apa yang diketahui", tegas Febri Diansyah.

Febri menjelaskan, sebelum menjerat Sjamsul dan Itjih sebagai Tersangka, pihak KPK terlebih dahulu sudah memberikan kesempatan agar keduanya menjelaskan kepada penyidik KPK. Namun kesempatan tersebut tak digunakan dengan baik.

"KPK justru telah memberikan ruang yang cukup sejak tahap penyelidikan pada SJN dan ITN untuk menyampaikan keberatan atau Informasi bantahan terhadap proses yang dilakukan KPK, namun hal tersebut tidak pernah digunakan", jelas Febri.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi penerbitan SKL BLBI.

Penetapan status Tersangka bagi Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim tersebut merupakan pengembangan perkara yang mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana 15 tahun penjara.

Berdasarkan Vonis atau Putusan Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Syafruddin Arsyad Temenggung telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp. 4,58 triliun. *(Ys/HB)*