Rabu, 04 Maret 2020

Pengusul Kalah Voting, Interpelasi Terhadap Wali Kota Mojokerto Kandas

Baca Juga

Juru bicara Fraksi PKB, Choiroiyaroh saat menyampaikan Tanggapan fraksinya terhadap Pandangan 5 Fraksi lainnya atas Usulan Penggunaan Hak Interpelasi soal mangkrak dan putus kontrak 8 Proyek Normalisasi Saluran Air tahun 2019, Selasa (03/03/2020) siang, di ruang sidang Kantor DPRD Kota Mojokerto. 


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Lima Anggota DPRD Kota Mojokerto pengusul penggunaan Hak Interpelasi soal mangkrak dan putus kontrak proyek-proyek Normalisasi Saluran Air Tahun 2010l9 'kandas'. Pasalnya, hasil voting terbuka yang digelar dalam Rapat Paripurna tentang Pengambilan Keputusan Penggunaan Hak Interpelasi yang dihadiri 22 dari 25 Anggota DPRD Kota Mojokerto yang digelar hari ini, Rabu (04/03//2020) siang, menghasilkan keputusan "Tidak Menggunakan Hak Interpelasi".

Dalam voting, 22 dari 25 Anggota DPRD Kota Mojokerto yang hadir, hanya 4 Anggota Dewan yang setuju digunakannya Hak Interpelasi. Sedangkan 18 Anggota Dewan lainnya, menyatakan 'menolak' penggunaan salah-satu Hak Dewan tersebut. 

Sebelum berlangsungnya voting, Fraksi PKB melalui Juru Bicaranya, Choiroyaroh menyampaikan Tanggapan fraksinya terhadap Pandangan 5 fraksi lainnya atas Usulan Penggunaan Hak Interpelasi soal mangkrak dan putus kontrak 8 Proyek Normalisasi Saluran Air 2019.

Choiroyaroh menyatakan, fraksinya bisa menerima sikap dari 5 fraksi yang tidak mendukung penggunaan Hak Interpelasi atas mangkrak dan putus kontrak 8 Proyek Normalisasi Saluran Air 2019. Meski demikian, pengusul menilai ada benang merah yang bisa direntang dari semua argumentasi yang dikemukakan kelima fraksi, yakni sebuah pengakuan 'bahwa dalam pengerjaan proyek penaanggulangan banjir ada masalah'.

Salah-satu suasana Rapat Paripurna Tanggapan Pengusul atas Pandangan Umum Fraksi tentang penggunaan Hak Interpelasi atas mangkrak dan putus kontrak 8 Proyek Normalisasi Saluran Air tahun 2019, Selasa (03/03/2020) siang, di ruang sidang Kantor DPRD Kota Mojokerto. 


"Usulan hak interpelasi yang kami ajukan tidak mendapat dukungan dan persetujuan untuk ditetapkan menjadi hak interpelasi DPRD. Berbagai macam alasan yang dikemukakan dalam penolakan usulan hak interpelasi ini. Dan kami dapat menerima dan memahaminya. Namun, dari semua argumentasi yang dikemukan, ada satu benang merah dalam pandangan fraksi-fraksi tersebut, yaitu ada pengakuan 'bahwa di dalam program penanggulangan banjir memang ada masalah'. Yang berbeda adalah cara pandang untuk menyelesaikan permasalahan", kata Choiroiyaroh. 

Lebih lanjut, Choiroiyaroh mengungkapkan, dari pengajuan usulan Hak Interpelasi ini, pihaknya mendapatkan penegasan bahwa kita sebagai anggota DPRD tidak sepenuhnya bisa independen untuk menyuarakan hati nurani sendiri maupun hati nurani masyarakat. "Padahal, kitalah yang lebih tahu kondisi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat Kota Mojokerto daripada mereka", ungkapnya.

Di penghujung penyampaian Tanggapan Fraksi–PKB DPRD Kota Mojokerto terhadap Pandangan 5 fraksi lain atas Usulan Penggunaan Hak Interpelasi soal mangkrak dan putus kontrak 8 Proyek Normalisasi Saluran Air 2019, Choiroyaroh selaku Jubir Fraksi PKB sempat menyebut cuplikan esai politik Bondan Arion Prakoso.

"Bagi rakyat, Politik bukan urusan koalisi atau oposisi. Tetapi bagaimama kebijakan publik bisa mengubah sesuatu lebih baik dalam hidup sehari-hari. Panggung politik akan selalu ada. Dan orang-orang akan selalu meramaikannya. Ceritanya terkadang membosankan terkadang menyenangkan. Kisahnya terkadang baik terkadang buruk. Aktifitasnya terkadang menguntungkan terkadang merugikan. Pengaruhnya kadang menguasai segalanya, terkadang segalanya menguasainya. Itulah politik, dan apapun itu kami hanya berharap itu untuk kebaikan yang terbaik. Capaian tertinggi dalam berpolitik adalah terbangunnya nilai kemanusiaan, terwujudnya manfaat dan kebaikan yang menguntungkan rakyat dalam kehidupan", sebutnya.

Sehari sebelumnya, Selasa (03/03/020) siang, Fraksi – Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (FGKP), Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar menyampaikan pandangannya dalam Rapat Paripurna tentang Pandangan Fraksi atas Penjelasan Pengusul Hak Interpelasi yang disampaikan oleh kelima fraksi tersebut. Sementara Fraksi PKB yang semua anggotanya berada dipihak 'Pengusul Hak Interpelasi' tidak ikut menyampaikannya.

Dalam Rapat Paripurna tentang Pandangan Fraksi atas Penjelasan Pengusul Hak Interpelasi, Fraksi Partai Demokrat (FPD) menyampikan, pihaknya menganggap, bahwa usulan penggunaan Hak Interpelasi yang diusulkan setelah digelarnya 3 (tiga) kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) soal proyek penanganan banjir ditutup oleh Komisi II adalah prematur.

“Pengusulan interpelasi ini terlalu dini dan terkesan tergesa-gesa. Yang disoal pengusul terkait pelayanan dasar masih bersifat parsial, belum berdampak luas", kata Ketua Fraksi Partai Demokrat, Udji Pramono. 

 Ketua Fraksi PAN Moelyadi saat menyampaikan pandangan fraksinya terhadap usulan penggunaan Hak Interpelasi atas mangkrak dan putus kontrak 8 proyek  Normalisasi Saluran Air tahun 2019, Selasa (03/03/2020), di ruang sidang kantor DPRD Kota Mojokerto.


Udji menandaskan, fraksinya menilai, penggalian data juga kurang koperhensif, dampak proyek hanya satu lokasi dan tidak berdampak luas kepada masyarakat. "Keputusan Fraksi Partai Demokrat semata alasan proporsionalitas,  tanpa embel-embel politik apapun", tandasnya. 

Sementara Moelyadi selaku Ketua Fraksi PAN menyatakan, adalah tidak adil menilai kegagalan proyek hanya dari sidak 4 proyek. Sedangkan proyek yang digelar di tahun 2019 berjumlah lebih dari 100 paket proyek.

"Dari 39 paket proyek DPUPR senilai Rp 21 miliar ada 4 proyek yang putus kontrak. Capaiannya 92 persen.  Dan dari 31 paket proyek dana kelurahan senilai Rp 13,5 miliar,  4 paket gagal.  Capaiannya 81 persen. Justru ini merupakan capaian yang patut dipresiasi tanpa meninggalkan sikap kritis", kata Ketua Fraksi PAN, Moeljadi. 

Moelyadi menegaskan, fraksinya berpendapat bahwa eksekutif telah menjalankan mekanisme dengan adanya putus kontrak. Kedepan Fraksi PAN berharap agar ada pembenahan kinerja. 

"Memang itulah mekanismenya. Dengan tetap menghargai pengusung interpelasi, maka hak interpelasi tidak perlu dilanjutkan karena sudah mendapat kejelasan selama tiga kali RDP (rapat dengar pendapat)", tegasnya.. 

Budiarto selaku juru bicara Fraksi GKP menyatakan, bahwa pihaknya mengapresiasi Hak Interpelasi sebagai penguatan fungsi pengawasan DPRD. Namun, soal usulan interpelasi, fraksi gabungan yang beranggota 5 (lima) Anggota Dewan dari 3 (tiga) Parpol ini menilai, bahwa kurang tepat kalau itu dinarasikan pada level pengambil kebijakan, karena melibatkan banyak pihak.

Budiarto menegaskan, dalam menyikapi laporan masyarakat, pihaknya berpendapat, data dan masukan serta RDP perlu dikaji lebih lanjut jika akar permasalahan dilevel pengambil kebijakan. Mennurut fraksinya, jika permasalahan yang terjadi bersifat lokal, tidak tepat kalau kesalahan dilimpahkan ke pimpinan. "Maka dari itu, kami berpendapat, interpelasi belum perlu dilakukan", tegasnya.

Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Ery Purwanti saat menyampaikan pandangan fraksinya terhadap usulan penggunaan Hak Interpelasi atas mangkrak dan putus kontrak 8 proyek  Normalisasi Saluran Air tahun 2019, Selasa (03/03/2020), di ruang sidang kantor DPRD Kota Mojokerto.


Sementara itu, juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Ery Purwanti secara tandas menyatakan, bahwa fraksinya tidak menyetujui penggunaan Hak Interpelasi. Menurut fraksinya, untuk menetapkan interpelasi diperlukan banyak pertimbangan, utamanya terkait kondusifitas daerah.

Meski dalam hal ini Fraksi PDI Perjuangan menolak penggunaan Hak Interpelasi, namun fraksi yang beranggotakan 5 (lima) Anggota Dewan ini memberi catatan. Yakni meminta Walikota melakukan sidak terhadap proyek-proyek yang putus kontrak, menjelaskan ke warga terkait pekerjaan yang tertunda, sekaligus menyelesaikan pekerjaan setengah jalan dengan tetap mengacu aturan dan mekanisme yang berlaku. 

"Mengingatkan Walikota agar lebih cermat dalam menjalankan mekanisme tender," katanya.

Menariknya, fraksi yang beranggotakan 5 (lima) Anggota Dewan ini, 1 (satu) di antaranya berada pada kubu Pengusul penggunaan Hak Interpelasi.

Fraksi Partai Golkar melalui ketua fraksinya, Agus Wahjudi Utomo menyebut, bahwa proyek fisik yang didanai APBD dan DAU Tambahan untuk Dana Kelurahan tidak bisa dinilai gagal total.

“Secara koperhensif, Pemkot telah melakukan kajian penanganan genangan banjir. Eksekutif sudah berupaya dan masih melakukannya. Kami menyadari ada kekurangan pemkot dalam menyikapi proyek fisik, namun ada kesempatan untuk berbenah. Pemkot sudah menanggulangi proyek yang ada dengan menggunakan dana pemeliharaan", sebutnya. 

Febriana Meldyawati, satu-satunya politisi PDI Perjuangan yang berada di kubu pengusul interpelasi.


Senada dengan ke-empat fraksi tersebut, Katua Fraksi Partai Golkar ini pun menegaskan, bahwa pihaknya dalam hal ini tidak menyetujui penggunaan hak interpelasi. 

Sebagaimana diketahui, bola panas intepelasi terhadap Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mulai menggelinding di gedung Dewan setempat sejak akhir Januari 2020 lalu. Yang mana, 10 (sepuluh) dari 25 (dua puluh lima) Anggota DPRD Kota Mojokerto telah menanda-tangani usulan penggunaan hak interpelasi yang kemudian disorong ke Pimpinan Dewan pada Jum'at 24 Januari 2020 lalu.

Sepuluh Anggota Dewan itu mengusulkan penggunaan hak interpelasi terhadap pelaksanaan program pelayanan dasar penanggulangan banjir, yakni Proyek Normalisasi Saluran dan Gorong-gorong yang mengalami mangkrak dan putus kontrak sehingga gagal diselesaikan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

Kesepuluh pengusul Hak Interpelasi tersebut, yakni 3 (tiga) Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Moch Rizky Fauzi Pancasilawan, Febriana Meldyawati dan Suliyat. Dari Fraksi PKB, yakni Wahyu Nur Hidayat, Junaidi Malik, Choiroiyaroh dan Sulistiyowati. Dari Fraksi Partai Demokrat yakni Lalu Indro Tjahjono. Dari Fraksi GKP yakni Agung Soecipto dan Mochamad Harun.

Sementara itu, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PAN memilih berada di kubu penolak interpelasi.

Sementara itu pula, dalam perjalanannya, 5 (lima) dari 10 (sepuluh) pengusul penggunaan Hak Interpelasi menyatakan menarik dukungan. Sedangkan 5 pengusul penggunaan Hak Interplasi lainnya bertahan hingga berlangsungnya votting. Yakni 4 (empat) Anggota Dewan dari Fraksi PKB dan Febriana Meldyawati asal PDI Perjuangan.

Hanya saja, satu-satunya politisi PDI Perjuangan yang berada di kubu pengusul interpelasi tersebut tidak menghadiri Rapat Paripurna tersebut. Sehingga hasil dalam voting, jumlah suara yang mendukung penggunaan Hak Interpelasi hanya 4 (empat) Anggota Dewan yang kesemuanya merupakan Anggota Fraksi PKB. *(DI/HB)*