Rabu, 29 April 2020

Ketua KPK Panen Sindiran Gegara Pamer Kinerja

Baca Juga

Ketua KPK Firli Bahuri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Istilah 'Kerja Senyap' yang digaungkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, salah-satunya panen kritik ataupun sindiran. Bahkan, hingga muncul peniaian ia tidak membaca utuh perintah Undang-undang KPK agar terbuka pada publik.

Berawal dari penangkapan 2 (dua) Tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pada di Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara Enim pada Minggu 26 April 2020. Kemudian, diumumkan keesokan harinya, Senin 27 April 2020.

Dua Tersangka yang ditangkap, yakni Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Plt. Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi. Keduanya diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat Bupati non-aktif Muara Enim Ahmad Yani.

Penangkapan dua Tersangka tersebut merupakan pengembangan perkara yang menjerat Ahmad Yani. Sementara yang membedakan di era Firli, penangkapan itu dilakukan tanpa mengumumkan penetapan status Tersangka terlebih dahulu.

Firli menjelaskan penangkapan tanpa mengumumkan status Tersangka itu merupakan ciri khas KPK di bawah kepemimpinannya. Ia menyatakan hal tersebut sebagai 'Kerja-Senyap'.

"Adapun penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status Tersangka adalah ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini, tidak koar-koar di media dengan tetap menjaga stabilitas bangsa di tengah COVID-19", kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Senin (27/04/2020) lalu.

Jika dibanding dengan KPK periode sebelumnya, gaya penangkapan dan pengumuman Firli bukan cara yang lumrah dilakukan lembaga anti-rasuah ini.

Yang mana, pada kepimpinan KPK sebelumnya, penetapan status Tersangka selalu diumumkan ke publik terlebih dulu. Setelah itu, KPK melakukan pemanggilan terhadap Tersangka tersebut untuk menjalani pemeriksaan. Baru kemudian dilakukan penahanan jika cukup bukti.

Atas model baru kepemimpinan KPK dalam menangkap maupun mengumumkan Tersangka tersebut, mendapat komentar dari mantan Pimpinan KPK Laode M. Syarif.

Dia secara terang-terangan menyebut 'cara' konferensi pers KPK dua hari lalu tidak pernah terjadi pada era sebelumnya.Termasuk soal cara pengumumannya.

Di masa kepemimpinan KPK sebelum Firli, setelah dilakukan OTT hanya memamerkan barang bukti dugaan korupsi, tanpa menyertakan para Tersangka.

"Selama 4 (empat) periode, tidak pernah terjadi (menampilkan Tersangka saat konferensi pers). Yang saya tahu, hal yang seperti itu sering dilakukan di Polri", ujar Syarif kepada wartawan, Selasa (28/04/2020).

Kritik juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW menyoroti 'kerja senyap' KPK yang tidak koar-koar ke media. "Siaran pers yang disampaikan Firli ke media layak untuk dikritisi bersama, utamanya pada bagian tidak koar-koar ke media", kata Kurnia.

Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, seharusnya Firli membaca ulang Undang-Undang KPK. Sebab, KPK harus berpegang pada asas keterbukaan sehingga sudah seharusnya membuka informasi ke publik.

"Firli Bahuri harus membuka dan membaca secara saksama isi dari Undang-Undang KPK. Pasal 5 tegas menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas, KPK berpegang pada asas keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum. Ini mengartikan bahwa masyarakat berhak tahu apa yang sedang dikerjakan oleh KPK. Hal itu diketahui melalui publikasi ke media. Jadi selayaknya pernyataan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang Ketua KPK", ungkap Kurnia.

Di tengah sindiran itu, Firli kemudian angkat suara. Dia pun menjelaskan maksud dan tujuan penyelenggaraan konferensi pers yang 'memamerkan' para Tersangka.Yang mana, ia menyebut, dihadirkan pada Tersangka untuk memberikan rasa keadilan untuk masyarakat.

"Karena masyarakat melihat, 'oh, tersangkanya ada', dan melihat perlakuan yang sama kepada semua tersangka. (Prinsip equality before the law) sudah dihadirkan," kata Firli kepada wartawan, Selasa (28/04/2020).

Firli menekankan kepastian hukum adalah hal utama yang harus diberikan. Menurutnya, dengan adanya kepastian hukum, hal itu bisa memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini juga mengatakan, dengan adanya kepastian hukum, akan timbul kepercayaan bahwa penegakan hukum mampu mengubah perilaku masyarakat dari buruk menjadi baik. Dengan demikian, harapannya, gaya memamerkan tersangka di konferensi pers bisa memberikan efek jera agar masyarakat tak melakukan korupsi.

Dalam perkara ini, Aries dan Ramlan diduga turut menerima uang dari pengusaha Robi Okta Fahlefi, yang saat ini sudah divonis 3 tahun penjara.

KPK menyangka, Aries diduga menerima uang sebesar Rp. 3,031 miliar. Sedangkan Ramlan diduga juga menerima uang dari Robi sebesar Rp. 1,115 miliar dan telpon seluler merek Samsung Note 10. *(Ys/HB)*