Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi – Surabaya.



Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menegaskan, bahwa Surat Edaran (SE) Gugus Tugas (Gusgas) Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, sejatinya serupa dengan Permenkes yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam SE tersebut ditegaskan, bahwa tidak ada klausul yang menyebutkan transportasi kembali dibuka secara luas. Melainkan, hanya dibuka untuk urusan-urusan tertentu. Bukan secara luas menjadi alasan ijin untuk masyarakat melakukan mudik.

"Seperti  dilakukan pembatasan mobilitas masyarakat kecuali untuk hal-hal yang dikecualikan. Seperti untuk layanan kesehatan, logistik dan juga untuk ukuran ekonomi. Pembatasan transportasi untuk yang dikecualikan itu sudah kita lakukan", terang Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi – Surabaya, Kamis 07 Mei 2020.

"Lalu juga PMI yang sudah habis kontrak sudah kita lakukan rapid test dan kita antarkan sampai tujuan. Yang studi dari Madinah juga sudah kita jemput di bandara Soekarno–Hatta dan sekarang kita karantina di BPSDM", tambahnya.

Ditegaskannya, bahwa mereka dikarantina karena ada satu dari rombongan yang saat dirapid test hasilnya menunjukkan hasil reaktif sehingga harus diobservasi selama 14 hari.

"Oleh sebab itu dari SE Gugus Tugas No 4 Tahun 2020 pada dasarnya setelah saya baca detailnya sama sekali tidak ada klausul transportasi yang dibuka luas", tegasnya.

Lebih lanjut, Gubernur Khofifah menjelaskan, di Jawa Timur saat ini sudah ada pembatasan Moda transportasi secara ketat. Yang mana, bus yang beroperasi di Jatim saat ini  hanya 20 persen. Dari 20 persen bus yang beroperasi tersebut, masing-masing bus hanya mengangkut penumpang sebanyak 20 persen dari kapasitas maksimal.

"Pembatasan itu di Jatim sudah berlaku sejak pertengahan Maret 2020 lalu. Kereta jarak jauh dari dan ke Jatim sudah tidak ada. Yang beroperasi hanya jarak dekat saja. Seperti Surabaya Lamongan, Surabaya Bangil itu masih ada. Kalau Surabaya Jakarta sudah tidak ada, Surabaya Semarang sudah tidak ada", jelas Khofifah.

Ditandaskannya, dengan adanya SE tersebut dipastikan bukanlah regulasi yang bisa dijadikan patokan masyarakat dibolehkan untuk mudik, melainkan hanya untuk urusan tertentu.

"Tapi mungkin ada kepentingan yang ada pengecualian, misalnya keluarga sakit, atau kepentingan urgen lain maka kalau kita masuk di check point bisa membawa surat dan itu pun akan diperbolehkan masuk", tandas Khofifah.

Menurut Khofifah, pembatasan mobilitas masyarakat kecuali untuk hal-hal yang dikecualikan seperti untuk layanan kesehatan, logistik dan juga untuk ukuran ekonomi tersebut sudah dilakukan di Jatim.