Rabu, 28 Oktober 2020

KPK Sambut Baik Perpres Supervisi Pemberantasan Tipikor

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango .


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan, pihaknya menyambut baik terbitnya Peraturan Presidan (Perpres) Nomor: 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia pun menyatakan, KPK memang sudah menanti hal ini sejak terbitnya UU Nomor 19 Tahun 2019 atas Perubahan UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.

"Akhirnya setelah setahun terlewati, kini pelaksanaan tugas supervisi sudah dapat dioptimalkan", ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangannya, Rabu 28 Oktober 2020.

Nawawi berpendapat, dengan terbitnya Perpres tersebut tidak-akan ada alasan lagi bagi penegak hukum lain untuk enggan bekerja-sama dengan KPK dalam penanganan perkara Tipikor.

Ia pun optimis, koordinasi supervise KPK dalam pemberantasan Topikor dapat lebih optimal. Sebab, menurut Nawawi, selama ini supervisi KPK dengan aparat penegak hukum lainnya terkendala karena belum ada aturan jelas mengenai mekanisme supervisi yang dilakukan KPK.

Nawawi menegaskan, dengan adanya Perpres tersebut, nantinya tidak menutup kemungkinan KPK mengambil-alih suatu perkara yang ditangani Kejagung maupun Kepolisian. 

"Kita akan mengedepankan supervisi ini, pada tahapan yang memang dipandang perlu pengambil-alihan, hal itu dapat dilakukan oleh KPK", tegas Nawawi.

Ia pun mengungkapkan, banyak perkara Tipikor belum optimal ditangani aparat penegak hukuk (APH). Maka, dengan terbitnya Perpres ini, setidaknya KPK bisa lebih optimal melakukan supervisi perkara Tpikor yang penanganannya dinilai tidak optimal.

"Banyak perkara-perkara tipikor yang dalam penanganan APH, selama ini belum dapat optimal disupervisi oleh KPK karena terkendala belum adanya instrumen mekanismenya yang sebagaimana diatur dalam Perpres ini", ungkap Nawawi.

Ditandaskannya, bahwa dengan adanya Perpres Nomor: 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tipikor ini, APH lain tidak bisa beralasan untuk tidak bekerja-sama dengan KPK dalam penanganan perkara Tipikor.

"Dengan adanya Perpres Supervisi ini, maka tidak ada alasan lagi bagi pihak APH lainnya untuk tidak bekerja-sama dengan KPK dalam penanganan perkara yang telah ditetapkan di supervisi oleh KPK", tandasnya.

Seperti diketahui, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Yang mana, dalam Perpres tersebut, pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) diatur, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan Tipikor.

Pada Pasal 2 ayat (2) pun dijelaskan, instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Republik Indonesia.

Dalam hal pelaksanaan supervisi yang membutuhkan penghitungan kerugian negara, KPK dapat mengikut-sertakan instansi berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersama instansi terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Selain itu, Perpres Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tipikor ini juga mengatur pengambil-alihan penanganan perkara yang ditangani Polri dan/atau Kejaksaan oleh KPK.

Dalam Perpres yang ditanda-tangani Presiden RI Joko Widodo pada 20 Oktober 2020 itu juga disebutkan tentang Kewenangan Supervisi dan Pengambil-alihan perkara oleh KPK. Ini, diatur dalam pada Pasal 5 Perpres Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tipikor. Yang mana, KPK memiliki wewenang melakukan supervisi dalam bentuk pengawasan, penelitian dan penelaahan.

Selain itu, Pasal 9 ayat (1) Perpres Nomor 102 Tahun 2020 pun menyebut, KPK juga berwenang mengambil-alih perkara dari lembaga penegak hukum lainnya, baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan.

"Berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, KPK berwenang mengambil-alih perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia", bunyi Pasal 9 ayat (1) Perpres Nomor 102 Tahun 2020.

Tentang teknis pengambil alihan perkara dari lembaga lain, KPK melakukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penyidik dan/atau Penuntut Umum yang menangani perkara yang akan diambil-alih dimaksud.

Pasal 9 ayat (3) menjelaskan, dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengambil-alihan perkara dalam tahap penyidikan dan/atau penuntutan, instansi berwenang yang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi wajib menyerahkan Tersangka dan/atau Terdakwa dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK.

Tentang teknis pengambil-alihan perkara oleh KPK dari lembaga penegak hukum lain disebutkan, bahwa pengambil-alihan perkara oleh KPK dari lembaga penegak hukum lain dilakukan dengan membuat berita acara penyerahan perkara.

Jadi, dengan berlakunya Perpres Nomor: 102 Tahun 2020, nantinya perkara yang ditangani KPK, tidak bisa ditangani lagi oleh Kejaksaan dan/atau Kepolisian. Perpres Nomor: 102 Tahun 2020, berlaku sejak diundangkan di Jakarta pada 21 Oktober 2020. *(Ys/HB)*