Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan berhasil menangkap Hiendra Soenjoto (HSO), buron Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
"Benar, (tim) Penyidik KPK hari ini berhasil menangkap DPO KPK atas nama tersangka HSO dalam perkara tipikor dugaan suap pengurusan perkara MA tahun 2011–2016", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan, Kamis 29 Oktober 2020.
Dijelaskannya, Hiendra Soenjoto langsung dibawa ke gedung KPK. Saat ini, Hiendra sedang diperiksa secara intensif oleh tim Penyidik KPK. Hanya saja, Ali juga belum menjelaskan secara detail proses penangkapan terhadap Hiendra. "Info lengkapnya, akan disampaikan dalam konferensi pers malam ini", jelas Ali.
Sebagaimana diketahui, Hiendra Soenjoto merupakan Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 Rp. 46 miliar yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
Hiendra sendiri adalah Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) yang dijerat KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Namun, pasca ditetapkan KPK sebagai Tersangka, Heindra Soenjoto bersama Nurhadi dan Rezky kabur dan menjadi DPO KPK.
Dalam perkara ini, pada 16 Desember 2019, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka. Ketiganya yakni Nurhadi Abdur Rachman, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi dan Hiendra Soenjoto.
KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Nurhadi Abdur Rachman dan Rezky Herbiyono ditetapkan KPK sebagai Terangka penerima suap dan gratifikasi, sedangkan Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi.
Ketiganya kemudian sempat melarikan diri dan yang kemudian dimasukkan KPK dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Masa buronan Nurhadi dan menantunya Rezky berakhir setelah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam. Sedangkan Hiendra Soenjoto mengakhiri masa pelariannya setelah ditangkap tim Penyidik KPK di salah-satu apartemen di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) – Tangerang Selatan pada Kamis (29/10/2020) pagi, sekitar pukul 08.00 WIB.
KPK menduga, ada 3 (tiga) perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Yakni perkara perdata PT. MIT merlawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), sengketa saham di PT. MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara PT. MIT melawan PT. KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima 9 (sembilan) lembar cek atas nama PT. MIT dari Direktur PT. MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.
KPK menyangka, kedua Tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT.MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp. 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT. MIT kurang lebih sebesar Rp. 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp. 12, 9 miliar. Sehingga, akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp. 46 miliar.
Terhadap Nurhadi dan Rezky, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap Hiendra Soenjoto, KPK menyangka, tersangka Hiendra Soenjoto diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam penyidikan perkara tersebut, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan perkara yang menjerat Nurhadi ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). *(Ys/HB)*
BERITA TERKAIT :