Kamis, 04 November 2021

Luhut Panjaitan Dan Erick Thohir Dilaporkan Ke KPK Terkait Bisnis PCR

Baca Juga


Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Alif Kamal saat memberi keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (04/11/2021) siang, usai pelaporan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir resmi dilaporkan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) ke KPK, Kamis 04 Nopember 2021. Pelaporan itu terkait dugaan keterlibatan Luhut Binsar Panjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) dan Erick Thohir selaku Menteri BUMN itu diduga terlibat dalam bisnis tes PCR.

"Pertama, kami ingin melaporkan desas-desus di luar, ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR, terutama kalau yang sudah disebut banyak media itu adalah Menko Marves sama Menteri BUMN Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir dan di tengah situasi keresahan masyarakat ada pandemi, situasi ekonomi belum pulih, kita ada dengar bisnis pejabat dalam PCR ini", terang Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Alif Kamal di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (04/11/2021) siang, usai pelaporan.

Alif menjelaskan, bahwa laporannya itu sudah diserahkan ke penjaga di lobi KPK. Dia mengatakan seharusnya laporan diserahkan ke Humas, namun Humas KPK tidak bisa ditemui.

Dijelaskannya pula, bahwa pelaporan ini bermula dari rasa keheranan atas aturan tes PCR yang berubah-ubah dan biayanya yang begitu tinggi. Keheranan tersebut semakin bertambah tatkala pemerintah dalam kurun waktu sekian lama itu belum juga menentukan standar biaya PCR.

"Aturan PCR ini berubah-ubah, harga PCR ini berubah-ubah. Kita tidak ngerti, sebenarnya harga standar dari PCR ini berapa. Agar kemudian masyarakat paham sebenarnya PCR ini oleh negara, oleh pengimpornya, oleh pelaku bisnisnya itu berapa agar kemudian kita tenang gitu", jelas Alif

Alif menegaskan, pihaknya meyakini ada keuntungan yang didapat dari tes PCR ini. Ia pun menyebut, tidak ada transparansi dari pemerintah perihal berapa uang yang masuk ke kas negara terkait biaya tes PCR.

"Kita tahu, bahwa sebenarnya ada keuntungan sekian dari pemerintah atau dari pelaku bisnis itu berapa. Ini masuk ke kas negara atau seperti apa? Nah, ini menjadi keresahan kami", ujarnya, dengan nada penuh tanya.

Alif mengungkapkan, tingginya biaya tes PCR itu menimbulkan keresahan hingga di daerah-daerah. Terkait itu, pihaknya melaporkan ke KPK untuk kemudian bisa mengungkap bisnis tes PCR tersebut.

"Teman-teman di daerah kami, teman-teman perwakilan Prima di cabang, di wilayah, anggota kami ini melapor ke kami. Ya sudah, karena ada laporan dari teman-teman, sudah, kami ke KPK untuk setidaknya melaporkan ini agar kemudian tidak menjadi bola liar, tidak menjadi praduga di luar dan KPK mungkin bisa menjelaskan sebenarnya seperti apa hal yang terjadi dalam bisnis PCR", ungkap Alif.

Juru bicara Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan Jodi Mahardi membantah jika Luhut disebut 'bermain' di bisnis tes PCR. Diterangkannya, Luhut memang mendapat ajakan dari beberapa kelompok pengusaha membentuk GSI. Namun, hal itu dilakukan bukan untuk berbisnis, apalagi cari untung. 

Diterangkannya pula, bahwa perusahaan itu dibentuk dalam rangka inisiatif membantu penyediaan tes Covid19. Adapun GSI terbentuk di awal pandemi saat penyediaan tes Covid-19 jadi kendala besar di Indonesia.

"Terkait GSI ya. Jadi pada waktu itu, Pak Luhut diajak oleh teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid-19 dengan kapasitas tes yang besar. Karena, hal ini dulu menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi. Ini adalah salah satu kendala", terang Jodi.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga juga membantah isu tersebut. Menurutnya, tudingan itu tendensius. Arya pun menyebut data tes PCR di Indonesia yang sampai saat ini telah mencapai 28,4 juta. Sedabgkan PT. GSI yang dikaitkan dengan Erick Thohir itu hanya melakukan tes sebanyak 700 ribu.

Arya menandaskan, Yayasan Adaro yang dikaitkan dengan Erick Thohir hanya memegang saham 6 persen di GSI. Menurutnya, hal ini sangat minim perannya jika disebut bermain tes PCR.

"Isu bahwa Pak Erick bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Jadi, kalau dikatakan bermainkan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen, 50 persen, itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen", tandasnya. *(Ys/HB)*