Baca Juga
"Menilai apapun itu bagian dari kritik dan masukan. Tapi, kami mempercayai datanya juga keliru. Terminilogi kasus dan perkara pun sudah berbeda dengan KPK", ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (21/11/2022).
Ali juga mempertanyakan data yang disampaikan oleh ICW terkait kinerja KPK. Menurut Ali Fikri, mestinya ICW lebih dulu mengonfirmasi data terkait kinerja KPK sebelum disampaikan kepada publik.
"Kemarin yang disampaikan ICW ini juga entah dari mana ya datanya? Karena tidak ada komunikasi juga dengan kami, mestinya kan ada konfirmasi datanya. Minta data misalnya, sehingga setelahnya bisa dipublikasikan kepada masyarakat. Tapi, nyatanya kan kemudian berbeda nih...!?", jelas Ali Fikri.
"Saya ambil contoh ya, misalnya sampai Oktober itu dari penilaian KPK itu, penyelidikan itu 104, penyidikan 111, runtutannya 101, inkrahnya 121, eksekusi 88, Tersangkanya 111 orang yang sudah ditahan dan diumumkan. Dan, teman-teman kan mengikuti ini, termasuk aset recoverynya Rp. 400,28 miliar. Tentu ini akan bertambah sampai Desember akhir tahun. Akan kami sampaikan sebagai bentuk tanggung-jawab", lanjutnya.
Ali kemudian balik mengritik data yang digunakan ICW. Menurut Ali Fikri, ICW harusnya menyampaikan data yang valid kepada publik.
"Tapi kadang-kadang kami juga harus kritik balik, datanya harus valid dong yang disampaikan ke publik. Karena, ternyata berbeda jauh dengan data yang ada di KPK itu sendiri", ujarnya.
Ali Fikri menandaskan, meski dalam hal ini datanya tidak valid, KPK tetap menerima kritik yang dilayangkan oleh ICW. Menurutnya, masukan dalam bentuk kritik sangat diperlukan oleh KPK.
"Tapi pasti kritikan dari ICW kita hargai meski datanya tidak valid. Masukan bahwa dalam proses penegakan hukum perlu ada juga pihak-pihak yang memberi kritik dan masukan sebagai pengingat, sebagai kekuatan sebagai vitamin bagi kami untuk terus bekerja dengan baik itu harus ada. Kami tidak alergi dengan kritik seperti itu", tandasnya.
Sebagaimana diketahui, ICW memberikan nilai E atau sangat buruk pada kinerja KPK terkait penanganan perkara korupsi di Indonesia. Selain kepada KPK, ICW juga memberikan nilai E kepada Kejaksaan Agung dan Polri terkait penanganan perkara korupsi di Indonesia.
"Dari target sebanyak 1.387 kasus korupsi pada semester I tahun 2022 yang terpantau, keseluruhan APH (Aparat Penegak Hukum) hanya mampu merealisasikan 252 kasus atau sekitar 18 persen", kata peneliti ICW Diky Anandya saat menjadi narasumber dalam Peluncuran Tren Penindakan Korupsi Semester I Tahun 2022 pada kanal YouTube Sahabat ICW, dikutip Senin (21/10/2022).
Diky juga menyampaikan, 252 kasus yang ditangani seluruh APH, hanya berhasil menangkap 612 tersangka. Adapun catatan ICW, potensi kerugian negara mencapai Rp. 33,6 triliun.
"Enam bulan pertama di tahun 2022, tercatat potensi nilai kerugian negara mencapai Rp. 33 triliun. Potensi nilai suap dan gratifikasi sebesar Rp. 149 miliar, potensi pungutan liarnya Rp. 8,8 miliar dan potensi uang yang disamarkan dalam praktik pencucian uangnya Rp. 931 miliar", kata Diky pula.
Dicky menandaskan, seluruh penegak hukum tidak ada yang mencapai target penanganan kasus pada semester 1 tahun 2022. Terkait itu, ICW kemudian memberikan nilai E terhadap APH terkait pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh APH secara keseluruhan selama semester 1 tahun 2022 hanya mencapai 18 persen dari target sebanyak 1.387 kasus, sehingga hanya memperoleh nilai E atau sangat buruk", tandasnya. *(HB)*