Senin, 10 April 2023

KPK Geledah Kantor Dan Rumah Dinas Bupati Kepulauan Meranti

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin 10 April 2023, melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Penggeledahan dilakukan sebagai rangkaian proses penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemotongan anggaran jasa umroh dan suap pemeriksaan keuangan yang menjerat Muhammad Adil selaku Bupati Kepulauan Meranti.

“Benar. Hari ini (Senin 10 April 2023), Tim Penyidik KPK melaksanakan penggeledahan di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Antara lain Kantor Bupati, Kantor Sekda (Sekretsris Daerah), Rumah Dinas Jabatan Bupati dan Rumah Dinas Kepala BPKAD", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK saat dikonfirmasi di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (10/04/2023).

Ali belum menginformasikan temuan Tim Penyidik KPK dari penggeledahan yang dilakukan di sejumlah lokasi tersebut. Pasalnya, hingga saat ini penggeledahan tersebut masih tengah berlangsung. “Saat ini kegiatan sedang berlangsung dan perkembangan dari kegiatan dimaksud nantinya akan kami informasikan lagi", ujar Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, pada Jum'at (07/04/2023) malam, KPK resmi mengumumkan penetapan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemotongan anggaran jasa umroh dan pemberian suap oknum Auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau.

Selain itu, KPK juga mengumumkan penetapan 2 (dua) Tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Untuk kepentingan penyidikan, ketiga Tersangka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 7 April 2023 sampai dengan 27 April 2023", kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (07/04/2023) malam.

Alexander Marwata menerangkan, tersangka MA dan FN ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih. Sedangkan untuk tersangka MFA ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Diterangkan Alexander Marwata pula, bahwa Tim Penyidik KPK telah menemukan bukti dugaan TPK tersebut, yakni Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil diduga telah menerima uang sekitar Rp. 26,1 miliar dari berbagai pihak.

"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp. 26,1 Miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindak-lanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik", terang Alexander Marwata.

Alex menjelaskan, Tim Penyidik KPK menduga, MA selaku Bupati Kepulauan Meranti diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti untuk memotong Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GUP) sebesar 5 % (lima persen) hingga 10 % (sepuluh persen) untuk kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Kabupaten Kepulauan Meranti, FN diketahui juga menjabat sebagai Kepala Cabang PT. Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh. Yang mana, PT. TM ini terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Tim Penyidik KPK menduga, perusahaan travel PT. TM diduga mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

Adapun uang hasil korupsi tersebut, selain diduga digunakan untuk keperluan operasional tersangka MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Ditegaskan Alexander Marwata, Tim Penyidik KPK menduga, Muhammad Adil selaku Bupati Kepulauan Meranti diduga menyuap Auditor BPK perwakilan Riau agar mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Terkait itu, KPK memberikan pekerjaan rumah kepada BPK agar kejadian ini tidak terulang lagi. BPK memiliki sistem penilaian dan pengawasan berjenjang. Sistem ini sejatinya berguna untuk menghindari kesalahan pemeriksaan.

"Tim itu direview oleh Supervisor, Supervisor direview lagi oleh Kepala Perwakilan. Dan, ketika akan memberikan opini WTP pasti juga akan direview lagi oleh anggota-anggota yang membawahi wilayah tersebut. Jadi ada review berjenjang sebetulnya", tegas Alex.

Alexander Marwata menandaskan, bahwa ketika ada sesuatu yang salah dan terjadi suap, seharusnya BPK perlu mengecek dan mengevaluasi proses tersebut. Maka, pengawasan atasan harus diperkuat lagi oleh BPK.

"Ini pasti ada sesuatu yang nggak matching di situ. Tentu ini menjadi PR buat BPK untuk lebih memperkuat mekanisme review tadi dalam proses audit itu. Supaya apa? Hal-hal yang dilakukan di bawah itu bisa diawasi oleh jenjang yang di atasnya. Ada pengawasan berjenjang dan itu harus diperkuat di BPK. Selain pengawasan oleh Inspektorat, di BPK sendiri juga perlu ditingkatkan", tandasnya.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, tersangka MA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FN disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, tersangka MFA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. *(HB)*