Baca Juga
Sekda Kota Mojokerto Gaguk Tri Prasetyo saat menyampaikan sambutan Pj. Wali Kota Mojokerto pada pembukaan acara Audit Kasus Stunting I di Pendopo Sabha Kridha Tama Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto, Kamis 15 Agustus 2024.
Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Prevalensi stunting di Kota Mojokerto terus melandai dari waktu ke waktu. Hal tersebut, terlihat dari perhitungan Elektronik Pencatatan Laporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM) dari 3,12 pada 2022 menjadi 2,04 pada 2023 dan mencapai 1,85 per Juli 2024.
Sedangkan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting nasional tahun 2023 di angka 21.5 persen, sementara di Provinsi Jawa Timur mencapai 17,7 persen dan Kota Mojokerto mencapai 11 persen.
Capaian tersebut disampaikan saat Audit Kasus Stunting I yang digelar oleh Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Pendopo Sabha Kridha Tama Rumah Dinas Wali Kota Mojokerto atau Rumah Rakyat jalan Hayam Wuruk No. 50 Kota Mojokerto, Kamis 15 Agustus 2024.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mojokerto Gaguk Tri Prasetyo yang hadir dalam acara tersebut mewakili Penjabat (Pj.) Wali Kota Mojokerto Moh. Ali Kuncoro saat pembukaan di antaranya menyampaikan, bahwa penanganan stunting sangat berkaitan erat dengan program Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
"Mewujudkan Indonesia Emas 2045 ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, tidak hanya infrastruktur, teknologi informasi, tidak hanya sekedar regulasi, tapi yang terpenting adalah sumber daya manusia. Terlebih, Indonesia akan menghadapi bonus demografi yang apabila dipersiapkan dengan tepat akan menjadi potensi", kata Sekda Kota Mojokerto Gaguk Tri Prasetyo, Kamis (15/08/2024), di lokasi.
Gaguk yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kota Mojokerto ini menerangkan, bahwa salah-satu ancaman dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang produktif adalah masalah kesehatan dan salah-satunya adalah masalah stunting
“Stunting menjadi program strategis nasional termasuk Kota Mojokerto. Dan, stunting bukan semata-mata masalah kesehatan, ada masalah sosial, pendidikan, pola hidup dan sebagainya, sehingga penanganan stunting harus melibatkan banyak pihak, harus dilakukan secara masif di seluruh lini. Oleh karena itu, banyak dinas yang terlibat", terang Gaguk.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Pemkot Mojokerto dr. Farida Mariana di antaranya menyampaikan, bahwa prevalensi stunting di berdasarkan data yang diperoleh dari penimbangan balita yang ada di Posyandu pada bulan Juli adalah 108 balita.
"Pada awal tahun 2024 terdapat 119 Balita stunting yang terus menurun menjadi 117 pada bulan maret dan menjadi 108 Balita pada pengambilan data final di Bulan Agustus 2024", kata Kepala Dinkes P2KB Pemkot Mojokerto dr. Farida Mariana
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam penanganan stunting diterapkan 3 intervensi, yaitu spesifik, sensitif dan konvergensi (kolaboratif).
"Area spesifik masuk ranahnya dinas kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan, penanganan penyakit. Untuk ranah sensitif ada bantuan dari dinas sosial untuk keluarga miskin, bedah rumah untuk keluarga balita stunting dari Dinas PUPR Perakim, serta pelatihan wirausaha bagi orang tua balita stunting", jelasnya.
Turut hadir dalam pertemuan audit stunting tersebut, Assisten Perekonomian dan Pembangunan, Pj. Ketua PKK Kota Mojokerto, para camat dan lurah se Kota Mojokerto, Kepala Puskesmas se Kota Mojokerto, para penyuluh KB serta para kader TPK/ Posyandu dari tiap kelurahan yang ada di Kota Mojokerto. *(SRT-Kom/HB)*