Baca Juga
Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Sejak menyandang status tersangka yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan baru diketahuinya pada 22 Deaember 2017 lalu, hari ini, Minggu (03/12/2017) sore, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus bakal berangkat ke Jakarta untuk memenuhi panggilan lembaga anti-rasuah KPK. Sebelumnya, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sempat berpamitan kepada sejumlah pejabat.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Setdakot Mojokerto Mojokerto Choirul Anwar menerangkan, bahwa panggilan dari KPK itu diterima Wali Kota Mojokerto pada Sabtu 2 Desember 2017, melalui jasa pos. Yang mana, surat tersebut merupakan surat panggilan pertama sebagai tersangka atas kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan suap DPRD Kota Mojokerto terkait pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elekrrinika Negeri Surabaya (PESN) Kota Mojokerto 2017.
Choirul Anwar menegaskan, bahwa Wali Kota Mas'ud Yunus akan berangkat ke Jakarta Minggu (03/12/2017) sore ini juga untuk memenuhi panggilan KPK dan bakal bersikap kooperatif. "Sore ini beliau bakal berangkat ke Jakarta", tegas Kabag Humas Setdakot Mojokerto Choirul Anwar, Minggu (03/12/2017).
Dijelaskannya, beberapa hari sebelum menerima surat panggilan pertamanya sebagai tersangka dari KPK, Wali Kota Mas'ud Yunus dibanjiri tamu dari berbagai kalangan. Baik dari tokoh masyarakat, tokoh agama maupun dari jama'ah Al-Ummahat, yakni majelis pengajian yang didirikan Mas'ud Yunus yang saat ini jumlah anggotanya mencapai 5 ribu lebih. Pertemuan itu sekaligus menjadi momentum Wali Kota untuk berpamitan. "Di beberapa kegiatan masyarakat, beliau juga berpamitan dan meminta doa agar semua ini bisa mendapatkan jalan yang terbaik", jelasnya.
Choirul Anwar memastikan, bahwa Wali Kota Mas'ud Yunus akan mengikuti proses hukum dengan baik dan kooperatif. Meski dalam surat panggilan KPK itu Wali Kota Mas'ud Yunus dijadwalkan agar menemui penyidik KPK untuk dimintai keterangan pada hari Senin 4 Desember 2017 pukul 10.00 WIB, namun Wali Kota Mas'ud Yunus memilih berangkat sehari sebelumnya. "Sejak awal pak Wali menyampaikan akan mengikuti proses hukum ini dengan kooperatif", pungkas Kabag Humas dan Protokol Setdakot Mojokerto Choirul Anwar.
Seperti diketahui, pada sidang ke-18 (delapan belas) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu, Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menyatakan, bahwa terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan telah 'menyuap' Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto terkait komitment fee proyek Penataan Lingkungan (Penling) atau yang sering disebut dengan proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat).
“Menyatakan, terdakwa Wiwiet Febryanto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah 'bersama-sama' melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana", tegas Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti saat membacakan amar putusan dalam persidangan diruang Cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at (10/11/2017) siang.
Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal yang didakwakan, terdakwa Wiwiet Febryanto diganjar Majelis Hakim dengan hukuman badan 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara. Yang mana, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim ini sama persis dengan tuntutan yang diajukan JPU KPK. Atas keputusan Majelis Hakim tersebut, terdakawa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto menyatakan 'Banding'.
Diduga, istilah 'bersama-sama' dalam amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu mengandung makna adanya keterlibatan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus dalam kasus tersebut. Terlebih, dengan terbitnya panggilan pemeriksaan terhadap terdakwa Umar Faruq untuk memberikan keterangan kepada penyidik KPK pada Kamis 23 Nopember 2017 atas tersangka Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus. Menyusul, panggilan pemeriksaan terhadap terdakwa Abdullah Fanani juga panggilan pemeriksaan terhadap terdakwa terdakwa Purnomo di tanggal berikutnya dalam kapasitas yang sama. Yang mana, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto ini masing-masing dituntut JPU KPK harus menjalani hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta.
Hanya saja, meski ketiga terdawa dikenakan tambahan ganjaran hukuman harus membayar denda yang sama, namun subsidernya berbeda. Yakni, terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto dituntut hukuman badan 5 tahun penjara dan Rp. 200 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dituntut harus menjalani hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 6 bulan penjara, sementara untuk terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dituntut harus menjalani hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara.
Kepastian disandangkannya status tersangka oleh Wali Kota Mojokerto dalam kasus tersebut semakin tajam, setelah juru bicara (Jubir) Febri Diansyah mengadakan konferensi pers pada Kamis 23 Nopember 2017 malam. Dalam konferensi pers itu, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan, KPK menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka kasus dugaan suap tersebut pada Jum'at 17 Nopember 2017. Yang mana, penetapan tersangka bagi Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, berdasarkan pengembangan penyidikan yang dilakukan terhadap 4 (empat) tersangka sebelumnya dalam kasus ini.
Ke-empat tersangka tersebut, yakni mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto.
Dari pengembangan penyidikan terhadap empat tersangka tersebut, tim KPK menemukan bukti baru, sehingga KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka ke-5 (lima) dalam kasus ini. "Tanggal 17 November 2017, KPK terbitkan Surat Perintah Penyidikan dan menetapkan MY, Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka. Ini pengembangan penyidikan kasus operasi tangkap tangan dan setelah proses persidangan terdakwa WF (Red: Wiwiet Febriyanto) dinyatakan ada dugaan turut serta dan bersama-sama", jelas Febri Diansyah, dalam jumpa pers di gedung KPK Kuningan - Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Ditegaskannya, berdasarkan pengembangan penyidikan terungkap, bahwa suap itu diduga kuat diberikan oleh Wiwiet bersama-sama Mas'ud Yunus. Atas dasar hal tersebut, penyidik menetapkan Mas'ud Yunus sebagai tersangka. "MY (Red: Mas'ud Yunus) Wali Kota Mojokerto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau huruf b, atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana", tegasnya.
Mencuatnya kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kota Mojokerto Jawa Timur pada Jum'at (16/06/2017) malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 6 (enam) orang terduga pemberi dan penerima suap. Setelah dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim, Sabtu (17/06/2017) siang sekitar pukul 12.00 WIB, ke-enamnya diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Kuningan - Jakarta.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, Sabtu (17/06/2017) malam sekitar pukul 22.00 WIB, KPK menetapkan 4 (empat) orang diantaranya sebagai tersangka dan melakukan penahan terhadap ke-empat tersangka itu. Ke-empatnya, yakni Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani. Sedangkan 2 (dua) orang lainnya, yakni Hanif dan Taufik , hingga saat ini masih sebatas saksi dari pihak swasta.
Turut diamankan sebagai barang bukti dalam OTT KPK tersebut uang sejumlah Rp. 470 juta. Diduga, dari total uang tersebut, sebanyak Rp. 300 juta di antaranya merupakan pencaiaran tahap pertama uang komitmen fee proyek Penataan Lingkungan (Penling) atau lazim disebut proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari yang disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta yang diberikan oleh Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto. Sedangkan yang Rp.170 juta, diduga merupakan uang setoran triwunan Dewan.
Sementara, sebelumnya, Sabtu (10/06/2017), Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto juga telah memberikan uang sejumlah Rp. 150 juta untuk seluruh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo. Dimana, Sabtu (10/06/2017) ini pula, uang sejumlah Rp. 150 tersebut telah dibagi-bagikan dan diterima oleh seluruh Pimpinan dan Anggota Dewan sebagai bagiannya masing-masing. *(DI/Red)*
BERITA TERKAIT :
*Ditetapkan Sebagai Tersangka, Wali Kota Ajak Warga Berdoa Untuk Keselamatan Masyarakat Dan Kota Mojokerto
*Ditetapkan Tersangka, Wali Kota Mojokerto Tepis Terlibat Suap Dewan
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka