Kamis, 05 Juli 2018

Gunakan Anggaran Negara Puluhan Miliar, Dewan Pers Wajib Diaudit

Baca Juga

Ketua Umum DPN PPWI Wilson Lalengke saat berbicara di youtube.

Kota JAKARTA - (harianbuana.com). Lembaga Dewan Pers yang semestinya merupakan lembaga yang diidolakan oleh kalangan insan pers karena selalu mengayomi, membina serta memberikan advokasi kepada para wartawan dan pemilik media, kini malah sebaliknya, menjadi sasaran melampiaskan rasa kecewa bagi ribuan wartawan di Indonesia. Hal itu, karena selama ini justru kiprah dan prakteknya justru banyak bertentangan  dengan kewenangan yang diamanatkan dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Atas kiprahnya yang dinilai telah banyak melanggar kewenangannya itu, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) yang didukung oleh puluhan pimpinan organisasi wartawan dan pemilik media dari seluruh Indonesia itu membawa persoalan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dewan Pers digugat sebagai sebuah lembaga yang telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) yang berimplikasi kepada maraknya kasus diskriminasi dan kriminalisasi terhadap sejumlah wartawan di Tanah Air.

Di saat gugatan itu tengah berproses, terjadi kasus tewasnya seorang wartawan di Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan,  Muhammad Yusuf. Rekan wartawan ini meninggal dunia ketika sudah berstatus tersangka dan sebagai tahanan di Lapas kelas IIB Kota Baru atas perkara pemberitaan.

Peristiwa kematian wartawan Muhammad Yusuf ini semakin memicu dan memperkuat komitmen para wartawan dan para pengurus organisasi wartawan di seantero negeri untuk menuntut Dewan Pers dibubarkan.

Tuntutan itu tidak hanya melalui proses sidang di pengadilan, tetapi juga dibarengi aksi unjuk-rasa damai. Ratusan jurnalis dan pemilik media dari berbagai daerah se Indonesia berkumpul di Jakarta untuk mengadakan aksi unjuk rasa damai di Dewan Pers dan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu 4 Juli 2018.

Beda dengan lembaga lainnya yang ada di Indonesia, sebagai sebuah lembaga yang masih bisa dipercaya (menurut Mahfud MD), pers memang tak pernah "Tibo diparuik bakampihkan, tibo dimato dipiciangkan". Artinya, "Insan pers adalah orang-orang yang tak pernah mau menutup sebuah kesalahan yang dilakukan, walaupun oleh temannya sendiri".

Hal itu, bisa dilihat dari aksi unjuk rasa damai para kuli tinta pada Rabu (04/07/2018) lalu, dimana yang mendemo dan yang didemo adalah anggota pers atau wartawan, dan yang memberitakan juga dari kelompok mereka sendiri, yang tak lain adalah para wartawan itu sendiri. Terbuktilah, bahwa keterbukaan atau transparansi di kalangan wartawan menjadi sesuatu hal yang harus diimplementasikan.

Terkait transparansi ini, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke minta kepada aparat terkait untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengunaan dana APBN yang diberikan kepada Dewan Pers.

"Saya sebagai Ketua PPWI Nasional, bersama pengurus organisasi wartawan lainnya di Indonesia, mendesak aparat terkait, dari jajaran tertinggi, Presiden RI, BPK, dan KPK serta lembaga terkait dan jajarannya melalukan pemeriksaan dan evaluasi kinerja Dewan Pers, terutama terhadap penggunaan ABPN oleh Dewan Pers", kata Wilson Lalengke ketika berbicara dalam rekaman video yang telah diunggah di YouTube.

Menurut Wilson, Dewan Pers sebagai lembaga pengguna dana APBN, sewajarnya memberikan laporan pertanggung-jawaban keuangan yang bisa diakses oleh publik maupun kalangan insan pers. "Selama ini tidak pernah kami ketahui untuk hal apa saja uang rakyat itu digunakan", ungkap Wilson.

Begitu juga dengan pemanfaatan gedung Dewan Pers dan fasilitasnya yang selama ini juga yang disewakan kepada  publik. "Gedung Dewan Pers itu disewakan melalui Yayasan Dewan Pers. Harus ada pertanggung-jawaban dana yang mereka tarik dari masyarakat. Sebagai lembaga berkumpulnya orang orang yang akan mengurus kepentingan wartawan, seyogyanya transparansi di tubuh Dewan Pers ini menjadi perhatian", pungkas pentolan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini. *(YY/Red)*