Kamis, 02 Agustus 2018

Sidang Perdana Sebagai Terdakwa Perkara Dugaan Suap DPRD, Wali Kota Mojokerto Non Aktif Mas'ud Yunus Ajukan Eksepsi

Baca Juga

Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto (non-aktif) saat mendengarkan pembacaan dakwaan JPU KPK di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (02/08/2018).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Wali Kota Mojokerto non-aktif Mas'ud Yunus, hari ini, Kamis 2 Agustus 2018, dihadirkan dalam sidang perdananya sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur, atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPRUR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017.

Sidang yang digelar di ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) ini, Wali Kota Mojokerto non-aktif Mas'ud Yunus hadir dilokasi sidang dengan memakai baju batik warna kombinasi putih-biru-coklat-hitam lengan panjang, celana dan sepatu warna hitam serta mengenakan kopyah (peci) warna hitam.

Begitu memasuki ruang sidang, Wali Kota Mojokerto non-aktif Mas'ud Yunus  pun langsung berjalan menuju kursi terdakwa yang berhadap-hadapan dengan majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan. Ia tampak tenang dan dengan khidmatnya mendengarkan isi surat dakwaan yang dibacakan oleh Tim JPU KPK Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti.

Dalam persidangan perdana terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dengan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman ini, tim JPU KPK Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti membacakan Surat Dakwaan Nomor: 68/DAK.01.04/24/07/2018 atas terdakwa Mas’ud Yunus Walikota Mojokerto periode 2013 – 2018.

Dimana, dalam surat dakwaannya, JPU KPK Arin Karniasari diantaranya menyebutkan, bahwa terdakwa Mas'ud Yunus turut-serta merealisasikan tambahan penghasilan bagi Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Selain itu, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto juga didakwa mengetahui pemberian fee proyek Jasmas sebagai bagian dari kesepakatan yang disepakati sebelumnya.

“Selain merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, terdakwa juga mengetahui adanya pemberian fee berupa uang dari kegiatan Jasmas 2016", ujar JPU KPK Arin Karniasari saat membacakan dakwaannya di ruang Cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (02/08/2018).

Dalam dakwaannya, JPU KPK juga menyebutkan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto diduga melakukan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada anggota dan pimpinan DPRD Kota Mojokerto, agar mereka melakukan atau tidak-melakukan sesuatu berkaitan dengan jabatan dan kewenangannya terkait pembahasan Rancangan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) tahun anggaran 2016 hingga mencapai jumlah Rp 1,4 miliar.

Atas perbuatan terdakwa, JPU KPK mendakwa, bahwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto melanggar Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pada dakwaan alternatif, JPU KPK mendakwa, bahwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto melanggar Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Menanggapi dakwaan JPU KPK tersebut, terdakwa Mas'ud Yunus melalui Kuasa Hukumnya Mahfud akan mengajukan eksepsi. Menurutnya, dakwaan JPU KPK tidak tepat. Pasalnya, kliennya adalah korban dan tidak tahu-menahu tentang dana yang dimaksud JPU KPK. “Karena kami menilai dalam dakwaan jaksa, klien kami ini korban, dia tidak tahu apa-apa terkait dana tersebut", terang Mahfud kepada sejumlah awak media, usai persidangan.

Mahfud, Penasehat Hukum Mas’ud Yunus menjelaskan, pihaknya mengajukan eksepsi atau keberatan karena menilai dakwaan JPU KPK tidak jelas dan tidak cermat. “Dakwaan yang tadi dibacakan tidak jelas. Wali Kota Mojokerto ditempatkan dalam satu hal yang awalnya tidak diketahui. Kalau dalam bahasa Surabaya dia ‘digigit’ bawahannya", jelas Mahfud.

Mahfud mengungkapkan, bahwa pihaknya ingin menyampaikan sesuatu diluar dakwaan. Apakah Mas'ud Yunus salaku Wali Kota Mojokerto sebagai inisiator atau sebagai orang yang dijebak. Menurutnya, itu poin yang paling penting. “Apa yang disepakati pun Wali Kota tidak tahu sebenarnya", ungkapnya.

Lebih jauh, Mahfud memaparkan, bahwa dakwaan perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan JPU KPK, yakni pasal 55 ayat 1 KUH Pidana, menurut Mahfud juga tidak jelas. “Perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan Pasal 55 KUH Pidana tidak jelas, apakah turut serta, tidak dirinci dengan jelas. Jadi, ada hal yang tidak ia ketahui dalam dakwaan", papar Mahfud.

Mahfud pun sempat menyinggung soal fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto yang dengan bukti rekaman seolah-olah dikait-kaitkan dengan kliennya sehingga menjadikan Mas'ud Yunus sebagai tersangka dan terdakwa. Sedangkan menurut Mahfud, bukti rekaman itu tidak secara jelas bisa mendudukkan perkara yang sebenarnya.

“Kalau kita lihat, dari fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, ada hal yang tidak sinkron. Walikota dijadikan tersangka dan terdakwa atas hal yang direkam oleh Wiwiet Febriyanto. Dari hasil rekaman itulah kemudian seakan-akan walikota memerintahkan. Padahal kalau lihat rekamannya tidak seperti itu. Tidak secara eksplisit, jadi tidak jelas, sehingga kami akan mendudukkan pada porsi sebenarrnya, apakah sebagai inisiator atau dijebak oleh orang-orang tertentu. Semua orang sudah tahu siapa yang dimaksud", tandas Mahfud, Kuasa Hukum Mas'ud Yunus.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) atas perkara tersebut berdasar pada fakta persidangan yang muncul saat persidangan 4 (empat) tersangka sebelumnya, serta hasil pengembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi memberi suatu hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang dalam hal ini Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan P-ABD pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017.

Dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) oleh KPK melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan KPK merilisnya secara resmi pada 23 Nopember 2017 malam sekitar pukul 22.00 WIB.

Menyusul, dilakukannya pemeriksaan perdana terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) dalam perkara tersebut pada Senin 4 Desember 2017 yang silam. Dilanjutkan dengan agenda  pemeriksaan ke-2 sebagai tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Jum'at 12 Januari 2018. Namun, diduga karena suatu hal, agenda pemeriksaan ke-2 itu batal.

Disusul agenda pemeriksaan ke-3 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka pada Selasa 23 Januari 2018 dan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ke-4 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka ke-5 dalam dugaan perkara tersebut pada Rabu 7 Pebruari 2018 yang lalu.

Hingga pada agenda pememeriksaan ke-5 sebagai tersangka pada Rabu 9 Mei 2018 yang lalu, setelah diperiksa didalam ruang pemeriksaan penyidik KPK selama 7 jam lebih, begitu keluar dari ruang pemeriksaan, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sudah memakai rompi khas tahanan KPK warna orange dan dibawa petugas KPK ke Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Cabang KPK di Jakarta Timur. Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditahan KPK untuk 20 (dua puluh) hari kedepan terhitung Rabu 9 Mei 2018. 

PERKARA tersebut mencuat kepermukaan, setelah Tim Satgas Penindakan KPK mengungkapnya dalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jum'at (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Dimana, dalam OTT tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto, yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim.

Selanjutnya, Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, ke 6 orang itu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di markas KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan. Saat itu, KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang tunai dalam pecahan rupiah berjumlah Rp. 470 juta.

Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan secara intensif di markas KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, 4 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dari PDI-Perjuangan, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dari PAN dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dari PKB serta Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Keempatnya sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Yang mana, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto sesuai tuntutan JPU KPK, yakni berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Sedangkan terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDI-Perjuangan, terhadap Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PAN dan terhadap Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PKB, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis yang sama. Yakni, masing-masing dijatuhi hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Perdana Wali Kota Mojokerto Non Aktif Akan Digelar Kamis Besok
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta