Kamis, 02 Agustus 2018

Sidang Perdana Terdakwa Wali Kota Non-Aktif Mojokerto, JPU KPK Sebut Aliran Uang Kepada 22 Anggota Dewan Lainnya

Baca Juga

Mas'ud Yunus selaku Wali Kota non-aktif Mojokerto saat mendengarkan pembacaan dakwaan JPU KPK di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (02/08/2018).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang perdana sebagai terdakwa, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota non-aktif Mojokerto didampingi Tim Kuasa Hukum yang dikomandani Mahfud, dihadirkan di ruang sidang Candra, Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur, pada Kamis 2 Agustus 2018 oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin karniasari, untuk diadili dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman dengan dibantu Panitera Pengganti (PP) H. Tamjiz.

Dalam persidangan yang bergendakan pembacaan dakwaan bagi Mas’ud Yunus selaku Wali Kota non-aktif Mojokerto periode 2013 - 2018 ini, tampaknya KPK tidak hanya sebatas menjerat Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto, terpidana 2 tahun penjara Wiwiet Febriyanto, terpidana 4 tahun penjara Purnomo, terpidana 4 tahun penjara Umar Faruq dan terpidana 4 tahun penjara Abdullah Fanani saja. Melainkan, bisa jadi juga akan menjerat 22 orang Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya yang hingga sementara ini masih aman dan nyaman-nyaman saja.

Sebab, dalam Surat Dakwaan Nomor: 68/DAK.01.04/24/07/2018 atas terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 – 2018 yang dibacakan Tim JPU KPK dihadapan Majelis Hakim, Tim JPU KPK menyebutkan, bahwa 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 turut menerima uang suap itu. Bahkan, dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, Tim JPU KPK juga menyebut 22 nama Anggota DPRD Kota Mojokerto itu.

Selain menyebut 22 Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya turut menerima aliran uang suap, dalam pembacaan dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah tempat pertemuan atas terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi suap pembahasan P-APBD pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 yang menjerat terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dan 4 (empat) orang terpidana sebelumnya, serta pembagian uang Rp. 450 juta untuk seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto.

"Bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 - 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017 dan Jumat tanggal 16 juni 2017, bertempat di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Kota Mojokerto, di parkiran Restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, yang masing-masing termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp.150 juta dan Rp. 300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yang masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya, dengan maksud agar DPRD Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) tahun 2017, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, yang juga diataur dalam UU RI Nomor 28 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, dan Perubahan Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut", sebut Tim JPU KPK juga.

Lanjut Tim JPU KPK, "Terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan R-APBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000,- (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta Rupiah)", lanjutnya.

Ditambahkannya, "Selain terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian fee berupa uang dari kegiatan Jaring Aspirasi Masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap. Yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp. 573 juta", tambahnya.

Lebih jauh, secara bergantian Tim JPU KPK memaparkan kronogis peristiwa perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. "Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Wali Kota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp. 65 juta per-tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017", paparnya.

Dipaparkannya pula terkait kesanggupan  terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto soal pemberian penghasilan tambahan bagi 22 Anggota dan 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. "Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang Anggota DPRD masing-masing sebesar Rp. 65 juta per-tahun, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp. 70 juta per-tahun dan Ketua sebesar Rp. 80 juta per-tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenaan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 hingga 8 persen dari nilai anggaran Rp. 26 miliar", papar Tim JPU KPK pula.

Selanjutnya, lanjut Tim JPU KPK, terdakwa Mas'ud Yunus bertemu di sebuah apartemen dikawasan Kelapa Gading - Jakarta Utara. Dimana, dalam pertemuan itu terdakwa Mas'ud Yunus melakukan pembicaraan menyangkut kepastian realisasi penghasilan tambahan bagi Anggota dan Pimpinan Dewan. “Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk 'tiarap' terlebih dahulu", lanjutnya.

Lebih jauh lagi, dalam pembacaan dakwaannya, Tim JPU KPK membeberkan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per-tahun juga pemberian komitmen fee 7% - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada 22 Anggota maupun 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang disepakati sebelumnya.

Disisi lain, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu adanya penundaan pembayaran sebagian kegiatan di Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp.13 miliar. Yang mana, hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp. 38,568 milliar menjadi Rp. 25.568 miliar yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

Dalam dakwaannya, JPU KPK juga membeberkan adanya kekeliruan pencatuman plot nama mata penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Kota Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 sebesar sebesar Rp. 13.0096.913.000,- karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Padahal, supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017, maka dalam pertemuan antara terdakwa Mas'ud Yunus dengan 3 terpidana Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada tanggal 5 Juni 2017 di rumah dinas Wali Kota Mojokerto, terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto memanggil Wiwiet Febryanto dalam pertemuan itu.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa (Mas'ud Yunus) kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas dan uang triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD", beber JPU KPK dalam pembacaan surat dakwaannya.

Menindak-lanjuti arahan terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto itu, lanjut Tim JPU KPK dalam dakwaannya, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD Kota Mojokerto untuk membicarakan rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per-triwulan serta uang komitmen fee proyek Jasms 2017.

"(Saat itu) Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk dua triwulan pertama, yakni sejumlah Rp. 790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp. 500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu uang komitmen fee proyek Jasmas sejumlah Rp. 500 juta. Untuk itu, Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV. Bintang Persada dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, yang akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017”, lanjut Tim JPU KPK dalam dakwaannya.

Ditandaskannya, “Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp. 380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp. 150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee proyek Jasmas dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp. 350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017", tandas JPU KPK.

Dalam pembacaan dakwaannya, TIM JPU KPK juga menguraikan kronologis pembagi-bagian uang komitmen fee pyoyek Jasmas pemberian Wiwiet Febryanto pada 10 Juni 2017 siang sebesar Rp. 150 juta. Dimana, setelah menerima uang sejumlah Rp. 150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 5 juta sebagai bagiannya. Sedangkan untuk Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebesar Rp. 12 juta sebagai bagiannya serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp. 15 juta sebagai bagiannya, yang kronologisnya peristiwanya diuraikan dengan cara:

1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp. 57.500.000,- kepada Umar faruq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp. 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp. 5 juta sebagai bagiannya, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), M. Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Odik Prayitno (PKS), Riha Mustofa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp. 5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdullah Fanani di rumahnya di jalan Surodinawan Kota Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp. 37.500.000,-. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp. 10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaroh (Fraksi PKB). Setelah itu, Abdullah Fanani juga menyerahkan uang sejumlah Rp. 15 juta kepada Sony Basoeki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), untuk Sony Basuki Rahardjo, Hardyah Santy dan Anang Wahyudi. 

Sedangkan sisanya, dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp. 5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliyat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp. 15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) untuk Edwin Indrapraja, Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp. 500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastit berisi uang sebesar Rp. 300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto", urai Tim JPU KPK dalam dakwaannya.

Di hari yang sama, lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya, pada tanggal 16 Juni 2017 malam sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Faruq menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 yang sekaligus tindak-lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, bahwa dirinya telah menerima uang sejumlah Rp. 300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Atas kabar itu, Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya.

Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp. 300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto. 

Sekitar pukul 23.00 WIB (Jum'at, 16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp. 300 juta yang telah diserahkannya melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq  di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut", lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya.

Tim JPU KPK menegaskan, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah Rp. 150 juta dan Rp. 300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya  dengan maksud agar Pimpinan serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017 maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017, bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 373 huruf b dan huruf g jucnto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), Pasal 49 huruf b dan huruf g Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, Pasal 14 angka 2 dan angka 5 dan Pasal 15 ayat (2), serta Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto

“Perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHA Pidana", tegas JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Sementara itu, menanggapi dakwaan JPU KPK tersebut, terdakwa Mas'ud Yunus melalui Kuasa Hukumnya Mahfud akan mengajukan eksepsi. Menurutnya, dakwaan JPU KPK tidak tepat. Pasalnya, kliennya adalah korban dan tidak tahu-menahu tentang dana yang dimaksud JPU KPK. “Karena kami menilai dalam dakwaan jaksa, klien kami ini korban, dia tidak tahu apa-apa terkait dana tersebut", terang Mahfud kepada sejumlah awak media, usai persidangan.

Mahfud, Penasehat Hukum Mas’ud Yunus menjelaskan, pihaknya mengajukan eksepsi atau keberatan karena menilai dakwaan JPU KPK tidak jelas dan tidak cermat. “Dakwaan yang tadi dibacakan tidak jelas. Wali Kota Mojokerto ditempatkan dalam satu hal yang awalnya tidak diketahui. Kalau dalam bahasa Surabaya dia ‘digigit’ bawahannya", jelas Mahfud.

Mahfud juga mengungkapkan, bahwa pihaknya ingin menyampaikan sesuatu diluar dakwaan. Apakah Mas'ud Yunus salaku Wali Kota Mojokerto sebagai inisiator atau sebagai orang yang dijebak. Menurutnya, itu poin yang paling penting. “Apa yang disepakati pun Wali Kota tidak tahu sebenarnya", ungkapnya.

Lebih jauh, Mahfud memaparkan, bahwa dakwaan perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan JPU KPK, yakni pasal 55 ayat 1 KUH Pidana, menurut Mahfud juga tidak jelas. “Perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan Pasal 55 KUH Pidana tidak jelas, apakah turut serta, tidak dirinci dengan jelas. Jadi, ada hal yang tidak ia ketahui dalam dakwaan", papar Mahfud.

Mahfud pun sempat menyinggung soal fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto yang dengan bukti rekaman seolah-olah dikait-kaitkan dengan kliennya sehingga menjadikan Mas'ud Yunus sebagai tersangka dan terdakwa. Sedangkan menurut Mahfud, bukti rekaman itu tidak secara jelas bisa mendudukkan perkara yang sebenarnya.

“Kalau kita lihat, dari fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, ada hal yang tidak sinkron. Walikota dijadikan tersangka dan terdakwa atas hal yang direkam oleh Wiwiet Febriyanto. Dari hasil rekaman itulah kemudian seakan-akan walikota memerintahkan. Padahal kalau lihat rekamannya tidak seperti itu. Tidak secara eksplisit, jadi tidak jelas, sehingga kami akan mendudukkan pada porsi sebenarrnya, apakah sebagai inisiator atau dijebak oleh orang-orang tertentu. Semua orang sudah tahu siapa yang dimaksud", tandas Mahfud, Kuasa Hukum Mas'ud Yunus.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) atas perkara tersebut berdasar pada fakta persidangan yang muncul saat persidangan 4 (empat) tersangka sebelumnya, serta hasil pengembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi memberi suatu hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang dalam hal ini Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan P-ABD pada Dinas PUPR Mojokerto Tahun Anggaran 2017.

Dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) oleh KPK melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan KPK merilisnya secara resmi pada 23 Nopember 2017 malam sekitar 22.00 WIB.

Menyusul, dilakukannya pemeriksaan perdana terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) dalam perkara tersebut pada Senin 4 Desember 2017 yang silam. Dilanjutkan dengan agenda  pemeriksaan ke-2 sebagai tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Jum'at 12 Januari 2018. Namun, diduga karena suatu hal, agenda pemeriksaan ke-2 itu batal.

Disusul agenda pemeriksaan ke-3 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka pada Selasa 23 Januari 2018 dan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ke-4 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka ke-5 dalam dugaan perkara tersebut pada Rabu 7 Pebruari 2018 yang lalu.

Hingga pada agenda pememeriksaan ke-5 sebagai tersangka pada Rabu 9 Mei 2018 yang lalu, setelah diperiksa didalam ruang pemeriksaan penyidik KPK selama 7 jam lebih, begitu keluar dari ruang pemeriksaan, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sudah memakai rompi khas tahanan KPK warna orange dan dibawa petugas KPK ke Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Cabang KPK di Jakarta Timur. Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditahan KPK untuk 20 (dua puluh) hari kedepan terhitung Rabu 9 Mei 2018. 

PERKARA tersebut mencuat kepermukaan, setelah Tim Satgas Penindakan KPK mengungkapnya dalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jum't (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Dimana, dalam OTT tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto, yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim.

Selanjutnya, Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, ke 6 orang itu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di markas KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan. Saat itu, KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang tunai dalam pecahan rupiah berjumlah Rp. 470 juta.

Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan secara intensif di markas KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, 4 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dari PDI-Perjuangan, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dari PAN dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dari PKB dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Keempatnya sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Yang mana, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto sesuai tuntutan JPU KPK, yakni berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Sedangkan terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDI-Perjuangan, terhadap Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PAN dan terhadap Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PKB, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis yang sama. Yakni, masing-masing dijatuhi hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Perdana Sebagai Terdakwa Perkara Dugaan Suap DPRD, Wali Kota Mojokerto Non Aktif Mas'ud Yunus Ajukan Eksepsi
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta