Rabu, 03 April 2019

KPK Bongkar Sitaan Ribuan Amplop Dalam Kardus Milik Bowo Sidik

Baca Juga

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar 3 dari 82 kardus dan 2 kotak wadah plastik berisi berisi amplop yang didalamnya ada uang pecahan Rp. 20.000,- an dan Rp. 50.000,- an milik tersangka anggota DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso, barang bukti sitaan KPK diduga terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap distribusi pupuk menggunakan kapal dan diduga akan digunakan untuk malakukan serangan fajar pada Pemilu 2019.


Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa KPK baru membuka 3 kardus berisi uang dalam amplop pecahan uang Rp. 20.000,- an dan Rp. 50.000,- an. Dimana 3 kardus uang tersebut merupakan bagian dari total 82 kardus dan 2 kotak wadah plastik yang berisi 400.000 amplop uang dengan nilai Rp. 8 miliar. Kardus-kardus itu, disita dalam serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat anggota DPR-RI Bowo Sidik Pangarso.

"Sampai dengan hari ini kami baru bisa menghitung kardus yang ketiga. Artinya masih ada sekitar 79 kardus lagi dan dua container (wadah plastik) yang harus kami buka semuanya untuk memastikan apakah semua berisi uang Rp 20.000 atau sebagian Rp 50.000,-. Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (02/04/2019) malam.

Dijelaskannya, KPK akan terus menghitung uang dari setiap amplop. Hasil penghitungan itu nantinya akan menjadi informasi yang dituangkan dalam berkas berita acara dalam kasus ini. Dijelaskannya pula, KPK tentu membutuhkan waktu untuk menuntaskan pembongkaran kardus lainnya.

"Dari yang sudah dibuka, tiap amplop berisi uang pecahan Rp. 20.000,- dan sebagian kecil ada uang pecahan Rp 50.000,-. Untuk jumlah, sampai saat ini sekitar Rp. 246 juta yang sudah dikeluarkan dari amplop tersebut", jelasnya.

Febri Diansyah menegaskan, KPK hanya menyampaikan barang buki sesuai fakta hukum dan tidak mengaitkan dengan Pemilu 2019. Ditegaskannya pula, agar semua pihak tidak mengkaitkan KPK dengan politik praktis.

"Jadi, KPK juga mengingatkan, meminta semua pihak untuk tidak mengait-kaitkan KPK dengan isu politik praktis. Karena, yang dilakukan (KPK) proses penegakan hukum", tegas Febri Diansyah.

KPK menduga, uang tersebut akan dibagikan kepada warga untuk kepentingan Bowo Sidik sebagai Caleg (calon legislatif) di Pemilu 2019. Dimana, pembagian uang itu kerap disebut sebagai serangan fajar.

"Dari bukti-bukti, fakta-fakta hukumnya yang ditemukan sejauh ini yang bisa dikonfirmasi dan kami temukan, fakta hukumnya amplop tersebut diduga akan digunakan pada serangan fajar pada proses pemilu legislatif pada pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso)", tandas Febri Diansyah.

Dalam perkara ini, KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso sebelumnya diduga sudah menerima uang dari Marketing Manager PT. HTK Asty Winasti sebanyak 6 (enam) kali dengan nilai mencapai Rp. 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.

Penerimaan uang itu diduga merupakan komitmen fee dari membantu pihak PT. HTK menjalin kerja sama dengan PT. PILOG terkait penyewaan kapal dengan untuk kepentingan distribusi pupuk.

KPK pun menduga, ada penerimaan Bowo Sidik dari sumber lain terkait jabatan Bowo Sidik Pangarso sebagai anggota DPR-RI yang saat ini sumber penerimaan lain dimaksud terus ditelusuri lebih lanjut oleh KPK.

Sebagaimana disampaikan Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan pada Kamis (28/03/2019) lalu, bahwa KPK memastikan akan mencari pemberi uang sebesar Rp. 6,5 miliar kepada anggota DPR-RI Bowo Sidik Pangarso (BSP). Dimana, pemberian uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu diduga merupakan gratifikasi.

"Rp. 6,5 miliar yang di duga gratifikasi, ya pasti di cari(pemberi gratifikasi). Diberikan oleh siapa dan terkait dengan apa...!?", ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (28/03/2019).

Saat itu, Febri pun menerangkan, bahwa uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu adalah sebagian dari Rp. 8 miliar yang ditemukan dan di sita KPK di sebuah kantor di Jakarta. Sedangkan sebagian lainnya, yakni Rp. 1,5 miliar, berasal dari Asty Winasty (AWI) selaku Marketing Manager PT. Humpuss Transportasi Kimia (HTK) kepada Bowo Sidik Pangarso.

"Saat ditemukan KPK, uang sebesar Rp. 8 miliar itu sudah dalam bentuk pecahan Rp. 20 ribu dan Rp. 50 ribu. KPK menduga, uang-uang pecahan itu akan digunakan BSP (Bowo Sidik Pangarso) untuk melakukan 'serangan fajar' terkait pecalonan sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2019", terangnya.

Diterangkannya pula, bahwa dalam rangkaian kegiatan OTT yang di gelar KPK sepanjang Rabu (27/03/2/2019) malam, Indung di tangkap petugas KPK setelah menerima uang dari Asty sebesar Rp. 89,4 juta dalam amplop berwarna cokelat. KPK menduga, uang itu merupakan pemberian yang ke 7 (tujuh).

"Sebelumnya, di duga telah terjadi 6 kali penerimaan di berbagai tempat. Seperti di rumah sakit, hotel dan kantor PT. HTK sejumlah Rp. 221 juta dan USD 85.130", terang Febri Diansyah pula.

Febri Diansyah menegaskan, KPK menduga, suap itu diberikan kepada tersangka Bowo Sidik Pangarso terkait pengangkutan pupuk PT. Pupuk Indonesia (Pilog) dengan menggunakan kapal milik PT. HTK. KPK pun menduga, Bowo Sidik Pangarso meminta fee kepada PT. HTK sebesar USD 2 per metrik ton.

"Jadi yang diamankan oleh tim itu Rp. 89,4 juta yang di dalam tas dan amplop cokelat sekitar Rp 8 miliar yang sudah dimasukkan dalam amplop-amplop, dalam kardus-kardus. Jadi, total yang sudah diamankan Rp. 8 miliar dan Rp. 89,4 juta", jelas Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Ditandaskannya, bahwa uang yang diterima Bowo Sidik dari PT. HTK sebesar Rp. 1,5 miliar ditambah Rp. 89,4 juta yang di sita dari tersangka Indung saat OTT, sehingga berjumlah kurang-lebih Rp. 1.589.400.000,- (satu miliarlima ratus delapan puluh sembilan juta empat ratus riburupiah). Sedangkan Rp. 6,5 miliar sisanya, di duga berasal dari penerimaan-penerimaan Bowo Sidik dari pihak lain.

"Rp 6,5 miliar, diduga dari pemberi-pemberi lain yang terkait dengan jabatan BSP (Bowo Sidik Pangarso). Makanya, digunakan Pasal 12B", tandas Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan anggota DPR-RI Bowo Sidik Pangarso bersama Indung selaku pihak swasta sebagai Tersangka penerima suap dari PT. HTK. Sedangkan Asty Winasti selaku Marketing Manager PT. HTK, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap tersangka Bowo Sidik Pangarso dan tersangka Indung, KPK menduga, kedua Tersangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan terhadap tersangka Asty Winasti, KPK menduga, tersangka Asty Winasti telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.  *(Ys/HB)*