Baca Juga
Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir didampingi Kuasa Hukumnya saat mengonfirmasi sejumlah wartawan, usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK jalan Kuningan Persada, Senin (06/05/2019) petang.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sofyan Basir selaku Direktur Utama (Dirut) PT. PLN (Persero) hari ini, Senin 06 Mei 2019, telah diperiksa penyidik Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai sekitar pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 17.30 WIB. Selama sekitar 7 (tujuh) jam, ia diperiksa tim penyidik KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, di Provinsi Riau.
Usai pemeriksaan, kepada sejumlah wartawan, Soesilo Aribowo selaku Kuasa Hukum Sofyan Basir menerangkan, bahwa kliennya dicecar 15 (lima belas) pertanyaan permulaan dan belum menyangkut ke pokok perkara.
"Masih identitas, kemudian Tupoksi sebagai Dirut. Kemudian mengenai penanda-tanganan kontrak yang kemarin jadi sedikit masalah di Riau-1 (proyek pembanguanan PLTU Riau-1). Yang lain-lain belum ada. Cuma 15 pertanyaan", terang Soesilo Aribowo di kantor KPK – Jakarta Selatan, Senin (06/05/2019) petang.
Meski demikian, Soesilo Aribowo mengakui, bahwa kliennya memang melakukan pertemuan yang dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali bersama dengan terpidana Eni Maulani Saragih juga terpidana Johannes Budisutrisno Kotjo.
Namun begitu, menurut Soesilo Aribowo, hal itu tidak-bisa langsung dikaitkan dengan pembahasan pemberian fee. Demikian juga dengan pertemuan-pertemuan lainnya, menurut Soesilo Aribowo, pertemuan-pertemuan lainnya termasuk dengan Setya Novanto juga tidak-bisa diartikan sebagai pembahasan fee.
"Ya sekadar berkomunikasi. Yang paling penting bahasannya, bahas apa?", tegas Soesilo Abowo, Kuasa Hukum Sofyan Basyir serasa penuh tanya.
Soal fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa/terpidana sebelumnya terkait penunjukan perusahaan tertentu yang terlibat dalam perkara ini, Sofyan Basir sendiri enggan untuk menjelaskannya.
Sofyan Basir beralasan, hal itu belum ditanyakan penyidik dan proses penyidikan masih panjang. Selain itu, Sofyan Basir pun enggan untuk memberi komentar terkait hal apa sehingga dirinya ditetapkan KPK berstatus Tersangka.
"Memang proses hukum kita harus hormati. Kita harus jalankan dengan baik, KPK profesional. ikuti saja", tukas Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir.
Sementara itu, Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati menerangkan, dalam pemeriksaan tersebut, keenam Saksi dan tersangka Sofyan Basir dimintai keterangan terkait pertemuan-pertemuan tersebut.
"Keterangan pertemuan-pertemuan yang dihadiri Tersangka maupun Saksi-saksi yang lain dan terkait peran yang bersangkutan pada pengadaan PLTU Riau-1", katanya.
Yuyuk Andriati juga menyampaikan, bahwa dalam pemeriksaan kali ini, penyidik mengonfirmasi keterangan Saksi terkait penerimaan uang Eni Maulani Saragih.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa 23 April 2019. Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah komisi tersebut mengembangkan perkara kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama PLTU Riau-1.
KPK menduga, Sofyan Basir diduga bersama-sama atau membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johannes Budisutrisno Kotjo.
KPK pun menduga, tersangka Sofyan Basir diduga berperan-aktif dalam membantu Blackgold melalui anak usahanya PT. Samantaka Batu bara dalam mendapatkan proyek pembangunan PLTU Riau-I, si Provinai Riau. Yang mana, PT. Samantaka akan memasok kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang itu.
Dalam perkara ini, KPK menyangka, tersangka Sofyan Basir diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*