Baca Juga
Bowo Sidik Pangarso saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupasi (KPK) memperpanjang masa penahanan Anggota DPR RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso, tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap angkutan distribusi pupuk dengan menggunakan kapal laut.
Selain Bowo Sidik, tim penyidik KPK juga memperpanjang masa penahanan tersangka Indung, anak buah Bowo Sidik di PT. Inersia.
"Perpanjangan penahanan terhitung dari 27 Mei 2019 hingga 24 Juni 2019", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selataan, Kamis 23 Mei 2019.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap tekait kerja-sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk dengan menggunakan kapal laut milik PT. HTK.
Ketiganya, yakni Anggota non-aktif Komisi VI DPR-RI Bowo Sidik Pangarso; Indung dari PT. Inersia yang disebut-sebut merupakan anak buah Bowo Sidik Pangarso serta Asty Winasti selaku Marketing Manager PT. HTK.
KPK menduga Bowo Sidik Pangarso telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak usaha PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.
KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.
KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.
Selain dari Asty Winasti, KPK pun menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari pihak lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu. Yang dalam hal ini, KPK menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak yang diduga pemberi gratifikasi tersebut.
Sejauh ini, KPK juga telah menggeledah Kantor PT. Humpuss Transportasi Kimia di Gedung Grahadi pada 30 Maret 2019 lalu. Yang mana, dalam penggeledahan itu, tim penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait kerja-sama pengakutan produk Pupuk Indonesia dengan menggunakan kapal laut. *(Ys/HB)*