Senin, 05 April 2021

MAKI Praperadilankan KPK Soal 5 Perkara Mangkrak

Baca Juga


Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat memberi keterangan pers kepada sejumlah awak media tentang dugaan gratifikasi berupa uang 100 ribu dolar Singapura, Rabu 08 Oktober 2020, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Mangkraknya sejumlah kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membuat sekian dari penyebab indeks persepsi lembaga anti-rasuah tersebut turun, menjadi perhatian sejumlah pemerhati pemberantasan korupsi. Salah-satunnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulisnya mengatakan, isu mangkraknya sejumlah perkara di KPK menjadi salah-satu penyumbang turunnya Indek Persepsi Korupsi lembaga tersebut.

“MAKI berpandangan, Indeks Persepsi Korupsi turun ke angka 37 dari sebelumnya 40. Sebagai penyumbang terbesarnya adalah terkait isu revisi Undang-Undang (UU) KPK, kontroversi Pimpinan KPK periode Firli Bahuri Dkk serta banyaknya perkara mangkrak di KPK", kata Boyamin Saiman, Senin (04/04/2021)

Terkait itu, dengan harapan bisa mendongkrak Indeks Persepsi Korupsi KPK, MAKi mengajukan gugatan praperadilan atas 5 perkara mangkrak di KPK.

“Kelima gugatan praperadilan ini diajukan sebagai upaya untuk mengembalikan Indeks Persepsi Anti Korupsi yang menurun tahun 2020 di angka 37 dari sebelumnya angka 40 tahun sebelumnya (2019)", ujar Boyamin.

Persidangan gugatan 5 perkara mangkrak di KPK itu akan berlangsung hari ini, Senin 05 April 2021, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Boyamin merinci, 5 perkara mangkrak di KPK tersebut di antaranya adalah Bank Century, KTP elektronik, Bansos Sembako Kemensos, Pengadaan Helikopter AW dan Pengembangan Kasus Bupati Malang Rendra Kresna.

Dijabarkannya, perkara Bank Century mangkrak sejak KPK kalah oleh Putusan Praperadilan Pengadilan Jakarta Selatan No. 24 tahun 2018 yang tidak ada kelanjutannya. Padahal, dalam Putusan Praperadilan itu berisi melanjutkan penyidikan untuk nama-nama lain (Boediono dkk), pengembangan dari perkara Budi Mulya.

“Namun hingga saat ini KPK belum menetapkan satu pun Tersangka, sehingga perkaranya mangkrak", jabarnya.

Kemudian, perkara KTP Elektronik. Yang mana, pada 13 Agustus 2019, KPK telah menetapkan 'Tersangka Baru' dugaan korupsi tersebut. Yaitu Miryam S. Haryani, Isnu Edhi Wijaya, Husni Fahmi dan Paulus Tanos.

“Perkara ini tidak ada perkembangan alias mangkrak hampir 2 (dua) tahun. Padahal, mestinya bisa cepat, karena hanya perkara pengembangan kasus e-KTP", jabarnya pula.

Selanjutnya, perkara Pengadaan Heli AW. Yang mana, KPK pada 16 Juni 2017 telah menetapkan Irfan Kurnia Saleh sebagai Tersangka dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101. Namun, hingga kini, sudah hampir 4 tahun tidak ada kelanjutan penanganan perkaranya.

Selanjutnya, lanjut Boyamin, perkara Sembako Bansos terkait penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial. KPK telah melakukan OTT dugaan suap penyaluran Sembako Bansos di Kemensos. Namun, prosesnya penggeledahannya diduga tidak melakukan penggeledahan atas semua ijin penggeledahan yang diberikan oleh Dewan Pengawas KPK.

“Praperadilan diajukan saat itu termasuk belum dipanggilnya Ihsan Yunus (Anggota DPR-RI) oleh KPK. Meskipun akhirnya Ihsan Yunus telah dipanggil KPK, namun praperadilan ini tidak dicabut, karena masih menyisakan masalah terkait Penyidik KPK tidak melaksanakan semua ijin penggeledahan dari Dewan Pengawas KPK", jabar Boyamin juga.

Terakhir, tandas Boyamin, perkara Gratifikasi Bupati Malang Rendra Kresna. Dalam perkara ini, KPK telah menyorong perkara dugaan gratifikasi yang diterima oleh Bupati Malang Rendra Kresna ke proses persidangan. Ironisnya, pihak yang diduga sebagai 'pemberi' belum ditetapkan sebagai Tersangka.

“Hingga saat ini, (KPK) belum menetapkan Tersangka atas pihak yang diduga selaku pemberi. Yaitu IK, A, Dkk. Sehingga, perlu digugat praperadilan untuk mencegah perkara ini menguap dikarenakan dianggap perkara kecil di daerah", tandas Boyamin. *(Ys/HB)*