Selasa, 16 November 2021

Periksa 5 Saksi Di Lapas, KPK Dalami Suap Dan Gratifikasi Anggota DPRD Jambi

Baca Juga


Logo di ruang konferensi pers Kantor KPK.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 5 (lima) Saksi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Jambi. Mereka diperiksa sebagai Saksi atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan geatifikasi terkait pengesahan Rancangan - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran (TA) 2018 untuk tersangka Apif Firmansyah (AF).

Pemeriksan terhadap 5 Saksi itu dilakukan untuk mendalami pengetahuan mereka terkait dugaan adanya aliran sejumlah uang yang diterima para Saksi yang diberikan oleh tersangka Apif Firmansyah dalam rangka memperlancar proses pengesahan R-APBD Provinsi Jambi 2017 menjadi APBD Provinsi Jambi 2017.

Apif Firmansyah adalah merupakan orang kepercayaan mantan Gubernur Jambi Zumi Zola yang diduga memberikan sejumlah uang kepada para Anggota DPRD Provinsi Jambi untuk memperlancar proses pengesahan R-APBD Provinsi Jambi TA 2017 menjadi APBD Provinsi Jambi 2017.

“Seluruh Saksi didalami pengetahuannya masih terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang yang diterima para Saksi yang diberikan oleh tersangka AF (Apif Firmansyah) agar memperlancar proses pengesahan APBD Provinsi Jambi 2017", terang Pelaksana-tugas Juru Bicara Bidang Pencagahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Selasa (16/11/2021).

Adapun 5 Saksi yang diperiksa di Lapas Kelas II A Jambi tersebut yakni Ketua DPRD Provinsi Jambi periode 2014–2019 Cornelis Buston dan 4 (empat) mantan Anggota DPRD Provinsi Jambi, masing-masing adalah Muhamadiyah, Supriyono, Sufardi Nurzain dan Cekman.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis 04 November 2021, KPK mengumumkan penetapan status hukum Apif Firmansyah sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Jambi tahun 2016–2021.

Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara sebelumnya yang telah ditangani KPK hingga menetapkan beberapa Tersangka, di antaranya Zumi Zola selaku Bupati Jambi yang perkaranya telah diputus oleh Pengadilan Tipikor dan berkekuatan hukum tetap.

KPK selanjutnya mengumpulkan baik berupa informasi dan data dari berbagai pihak serta fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Zumi Zola Dkk. yang kemudian melanjutkan dengan proses penyelidikan dan menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada Juni 2021

"Setelah KPK melakukan pengumpulan keterangan baik berupa informasi dan data dari berbagai pihak serta fakta persidangan di perkara Zumi Zola Dkk yang telah berkekuatan hukum tetap, kemudian dilanjutkan dengan proses penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada Juni 2021", terang Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (04/11/2021) sore.

Dalam perkara ini, pada 06 Desember 2018 lalu, Zumi Zola selaku Gubernur Jambi sudah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana 6 (enam) tahun penjara serta denda Rp. 500 juta subsider 3 (tiga) bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Saat ini, Zumi Zola tengah menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin – Jawa Barat sejak 14 Desember 2018.

Lebih lanjut, Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto membeber konstruksi perkara yang menjerat Apif Firmansyah tersebut, bahwa Apif Firmansyah sebagai orang kepercayaan dan representasi dari Zumi Zola, di mana ketika Zumi Zola maju menjadi calon Bupati Tanjung Jabung Timur Peovinsi Jambi tahun 2010. Apif Firmasyah selalu ikut mendampingi Zumi Zola melakukan kampanye.

"Saat Zumi Zola terpilih menjadi Bupati Tanjung Jabung Timur, AF (Apif Firmansyah) semakin dipercaya untuk terus mendampingi, membantu dan mengurus berbagai kegiatan dinas sampai dengan keperluan pribadi Zumi Zola", beber Setyo Budiyanto.

Hingga kemudian Zumi Zola terpilih menjadi Gubernur Jambi periode 2016–2021, Apif Firmansyah kembali dipercaya untuk mengurus semua keperluan Zumi Zola. Di antaranya, mengelola kebutuhan dana operasional dengan meminta sejumlah 'uang fee proyek" kepada para kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Provinsi Jambi.

Total 'uang fee proyek' yang sudah dikumpulkan itu kemudian diberikan kepada Zumi Zola selaku Gubernur Jambi dan keluarganya, termasuk untuk keperluan pribadi Apif Firmansyah.

Adapun total 'uang fee proyek' yang telah dikumpulkan oleh Apif senilai Rp. 46 miliar. Dari total jumlah 'uang fee proyek' tersebut, sebagaimana perintah Zumi Zola, sebagian diberikan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi terkait sebagai 'uang ketok palu' pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2017.

"AF juga diduga menerima dan menikmati uang sejumlah sekitar Rp. 6 miliar untuk keperluan pribadinya dan yang bersangkutan saat ini sudah melakukan pengembalian sejumlah Rp. 400 juta ke KPK", jelas Setyo Budiyanto.

Terhadap Apif Firmansyah, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan, Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik KPK melakukan upaya paksa penahanan terhadap Apif Firmansyah selama 20 hari pertama, terhitung mulai 4 November 2021 sampai dengan 23 November 2021 di Rutan KPK gedung Merah Putih.

Sebelumya akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lingkungan Rutan KPK pada Rutan KPK dimaksud", jelas Setyo Budiyanto.

Setyo Budiyanto mengatakan,  pemufakatan jahat korupsi antara penyelenggara negara dengan pelaku usaha pada pengadaan barang dan jasa seringkali tidak hanya terjadi pada tahap pelaksanaan, malainkan juga sering terjadi sejak pada tahap perencanaan, bahkan hingga pengawasannya. Sehingga, pelaku usaha akan menurunkan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan agar tetap memperoleh keuntungan. Tentunya, masyarakat yang menjadi pihak paling dirugikan, karena kualitas barang dan jasa yang dihasilkan tidak memberikan manfaat sebagaimana mestinya.

"Suap menjadi modus yang sering dilakukan para pelaku usaha untuk memperoleh proyek dari pemerintah. Kami prihatin sekaligus berharap korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan para penyelenggara negara dan pelaku usaha ini tidak kembali terjadi. Korupsi pengadaan barang dan jasa selain tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga menghambat pembangunan di daerah", tandasnya. *(Ys/HB)*