Baca Juga

Aliza Gunado usai diperiksa Tim Penyidik di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (15/11/2021) sore.
"Waktu ketemu Aliza, dikasih tahu bahwa dia bisa membantu mengurus DAK dan ada 'komitmen fee' 8 % (delapan persen). Saya sampaikan ke staf-staf untuk 'komitmen fee' itu 8 % (delapan persen) dari Rp. 25 miliar sekitar Rp. 2 miliar. Awalnya kan DAK Rp. 90-an miliar, tapi ketemunya Rp. 25 miliar. Jadi, saya sampaikan Rp. 2 miliar", terang Taufik dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (91/11/2021).
Mantan Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain dalam persidangan tersebut merupakan terdakwa penerima suap Rp. 11,5 miliar atas perkara dugaan TPK suap pengurusan 5 (lima) perkara di KPK, salah satunya perkara dugaan TPK di Lampung Tengah. Adapun Taufik Rahman sendiri sudah diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Juli 2018.
Perkara ini, bermula pada April 2017, ketika Kabupaten Lampung Tengah mengajukan proposal Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung untuk APBD Perubahan 2017 ke Pemerintah Pusat.
Terkait itu, awalnya Taufik minta bantuan kepada Aliza Gunado yang disebut sebagai orang kepercayaan Azis Syamsuddin. Namun, Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah saat itu mengatakan, bahwa Taufik seharusnya berkomunikasi lewat orang Azis yang bernama Edi Sujarwo.
Menindak-lanjuti apa yang dikatakan Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah, Taufik pun berupaya dan kemudian bertemu dengan Edi Sujarwo di Lampung Tengah.
"Pak Jarwo mengatakan, kalau orang Azis itu dia dan dia akan mempertemukan kami dengan Pak Azis. Saat itu kami sampaikan, kami mengajukan proposal tambahan", jelas Taufik.
Berlanjut pada 20 Juli 2017, Taufik berangkat ke Jakarta bersama rekannya bernama Indra, Kepala Seksie Dinas Bina Marga Pemkab Lampung Tengah Aan Riyanto, serta 2 (dua) orang pihak swasta bernama Darius Indra dan Andre Kadarisma.
"Kami ketemu di bandara. Sebelum itu, Pak Jarwo sudah pesan, kami disuruh menyiapkan uang proposal besarannya Rp. 200 juta. Saya minta teman untuk bawa uang itu dan menyerahkannya ke Pak Jarwo. Uang itu diserahkan oleh staf saya Indra Erlangga ke Pak Jarwo di bandara. Lalu kami berangkat ke Jakarta", beber Taufik.
Di Jakarta, Taufik dan rombongan menginap di hotel Veranda. Mereka lalu diajak ke kafe Vios yang disebut Edi Sujarwo sebagai kafe yang dikelola adik Azis Syamsuddin bernama Vio.
Awalnya Taufik dijanjikan akan bertemu Azis di kafe tersebut. Namun, ternyata Azis selaku ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sedang ada agenda rapat anggaran, sehingga pertemuan dibatalkan.
"Terus Pak Jarwo masuk ke dalam menemui Vio, kemudian dia keluar, kasih tahu ke saya kalau uang proposalnya telah diserahkan ke Vio", lanjut Taufik.
Keesokan harinya, pada 21 Juli 2021, Taufik dan Darius diajak Edi Sujarwo ke gedung DPR-RI untuk menemui Azis Syamsuddin.
"Pak Jarwo berkukuh dia orangnya Pak Azis, kami diajak ke gedung DPR ke ruang staf Pak Azis karena Pak Azis lagi rapat. Kami tunggu sekitar 30 menit, Pak Jarwo menelepon, tidak lama Pak Azis datang. Terus Pak Jarwo menyampaikan ke Pak Azis: 'Ini Pak ada teman-teman dari Lampung Tengah'. Pak Azis mengatakan, Lampung Tengah ya? Iya, Pak, masalah DAK. Pak Jarwo yang jawab", tambah Taufik.
Taufi kembali menerangkan, ketika itu Azis Syamsuddin sempat mengatakan, bahwa Kabupaten Lampung Tengah memang mendapatkan DAK.
"Pak Azis itu mengeluarkan catatan dari kantong, dia mengatakan: 'Kayaknya ada ini, Lampung Tengah 25'. Saya tanya: 'Apa tidak bisa ditambah lagi?'. Tapi dijawab: 'Oh, ini sudah tinggal ketok palu'. Karena masih ada rapat, Pak Azis pergi, kami pulang. Pas di jalan, Pak Jarwo kasih tahu Lampung Tengah dapat 25", terang Taufik.
Ketka sampai di hotel, Taufik ditelepon oleh Aliza. Ia mengatakan, Aliza agak emosi, karena awalnya DAK Lampung Tengah akan diurusnya malah diurus lewat Edi Sujarwo.
"Saya kasih tahu ceritany, bahwa setelah lapor ke Pak Mustafa, diminta untuk menemui Pak Jarwo. Kalau kata Aliza, Pak Jarwo itu orang lapangan, dia tidak mengerti masalah ini, masalah yang agak teknis adalah urusan Aliza tapi saya sampaikan saya tidak ikut-ikut, selesaikan saja antara Pak Aliza dan Pak Jarwo", jelas Taufik.
Pada 22 Juli 2017 masih di Hotel Veranda, Aliza Gunado lalu menemui Edi Sujarwo untuk membicarakan urusan DAK Lampung Tengah.
"Mereka menyampaikan itu, intinya mereka sudah berhasil kasih alokasi DAK Lampung Tengah, intinya mereka tanya mana komitmennya? Saya katakan ke teman-teman, gambaran awal kan dijanjiin dapat DAK Rp. 90-an miliar, ternyata (realisasi) Rp. 25 miliar. Waktu itu, uangnya belum ada", tambah Taufik.
Taufik membeberkan, karema pengurusan DAK Kabupaten Lampung ada komitmen fee 8 persen dan uangnya belum ada, maka untuk memberikan komitmen fee itu dilakukan dengan cara patungan.
"Waktu itu uangnya belum cukup, Aan menghubungi staf yang lain untuk menyiapkan uang dan baru terkumpul Rp. 1,1 miliar lebih. Sumber uang Rp. 600 juta-an dari rekanan-rekanan proyek dan sisanya pinjam dari Darius. Dia konsultan, swasta", beber Taufik.
Setelah terkumpul Rp. 1,1 miliar kemudian diserahkan ke Aliza Gunado. Kurangnys Rp. 900 juta, menurut Taufik, diperoleh dari rekan-rekannya di dinas yaitu Rama, Heri, dan Sanca.
Azis Syamsuddin sendiri sudah ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap atau pemberian hadiah atau janji-janji terkait penanganan perkara yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah pada Sabtu 25 September 2021.
KPK menduga, Azis Syamsuddin diduga mmberi suap senilai sekitar Rp. :3,613 miliar kepada AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK. Diduga, suap itu diberikan supaya AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK agar Azis Syamsuddin terhindar dari kasus di Lampung Tengah.
Diketahui, pada Sabtu 25 September 2021, KPK telah menetapkan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap atau pemberian hadiah atau janji-janji terkait penanganan perkara yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah.
Atas perkara tersebut, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*