Senin, 01 November 2021

Taufik Bersaksi Siapkan Mahar Rp. 200 Juta Untuk Serahkan Proposal DAK Kepada Azis Syamsuddin

Baca Juga


Mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin dalam salah-satu suasana persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di KPK dengan terdakwa mantan Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat pada hari ini, Senin 01 Nopember 2021, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di antaranya menghadirkan mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman sebagai Saksi untuk kedua Terdakwa tersebut.

Dalam kesaksiannya, saksi Taufik Rahman menerangkan proses pengajuan tambahan Dana Alokasi khusus (DAK) tahun anggaran 2017 untuk daerahnya, yaitu Kabupaten Lampung Tengah. Dia mengaku menyiapkan mahar Rp. 200 juta untuk menyerahkan proposal DAK Kabupaten Lampung Tengah kepada mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin.

Dihadapan Tim JPU KPK dan Majelis Hakim, Taufik menerangkan, pada April 2017, ia mengajukan DAK Kabupaten Lampung Tengah ke Pemerintah Pusat. Dia sendiri yang menyiapkan proposalnya atas perintah Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah.

Diterangkannya pula, saat itu ia belum kenal dengan Azis Syamsuddin. Pertemuan perdananya dengan Azis saat diajak orang kepercayaanya pada Juli 2017.

“Awalnya, setelah pengajuan proposal, saya ditemui Darius (seorang konsultan). Dia teman di Lampung Tengah", terang  mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Raya Besar – Jakarta Pusat, Senin (01/11/2021).

Darius kemudian memberitahu, ada orang dari Jakarta yang bisa membantu mengurus tambahan DAK Lampung Tengah. Dia adalah Aliza Gunado yang mengaku orang dekat Azis Syamsuddin.

Selanjutnya, Taufik bertemu Aliza di sebuah cafe di Bandar Lampung. Aliza menyampaikan, apabila proposal ingin tembus harus mengajukan ke Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Bappenas dan DPRD termasuk Banggar.

"Sebelum ketemu memang Darius kasih tahu ini orangnya Pak Azis Syamsuddin, Aliza. Aliza juga memperkenalkan diri bahwa dia orangnya Pak Azis Syamsuddin", terangnya pula.

Dalam pertemuam itu, Aliza mengatakan proposal tersebut bisa diajukan lewat dirinya. Setelah berkas selesai, Taufik membawa ke Jakarta untuk bertemu Aliza di Gedung DPR. Saat itu, nilai tambahan yang diajukan Rp. 300 miliar. Tapi Aliza menyebut terlalu besar, sehingga perlu direvisi menjadi sekitar Rp. 130 miliar.

Taufik kemudian pulang dan melapor kepada Mustafa selaku Bupati Lampung Tengah. Akan tetapi, yang disampaikan Mustafa adalah dia tidak kenal dengan Aliza. Yang dia tahu, orang kepercayaan Azis Syamsuddin adalah Edi Sujarwo.

Lalu, Taufik dan Darius mencari cara untuk menghubungi Edi Jarwo. Selanjutnya, saat bertemu, Edi Sujarwo mengaku orangnya Azis Syamsuddin. Hingga akhirnya terjadi pertemuan dengan Azis Syamsuddin.

“Kami ketemu di bandara. Sebelum itu Pak Jarwo sudah pesan kami disuruh menyiapkan uang proposal besarannya Rp. 200 juta. Saya minta teman ikut untuk bawa uang itu dan menyerahkannya ke Pak Jarwo", jelas Taufik dalam persidangan.

Sementara itu, dalam perkara ini, mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamuddin sudah berstatus sebagai Tersangka dan ditahan KPK. Azis disangka memberi suap AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK sebanyak Rp. 3,5 miliar secara bertahap. 

KPK menyangka, uang-uang itu diberikan diduga supaya Robin mengurus perkara dugaan korupsi yang menyeret nama Azis, yaitu perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah.

Sementara itu pula, dalam Surat Dakwaan untuk AKP Stepanus Robin Pattuju, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut, Azis Syamsuddin juga berperan mengenalkan Robin kepada M. Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai .

Dalam dakwaan untuk Robin, Tim JPU KPK juga menyebut, M. Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai diduga memberikan uang Rp. 1,5 miliar kepada Robin agar mengurus perkara yang menjeratnya di KPK.

Tim JPU KPK juga mendakwa, AKP Stepanus Robin Pattuju bersama pengacara Maskur Husain didakwa menerima uang sejumlah Rp. 11,02 miliar dan US$ 36.000 atau total senilai Rp. 11,5 miliar dari sejumlah pihak.

Uang-uang itu diterima oleh Stepanus dari para pihak yang diduga terlibat perkara di KPK. Uang-uang itu diberikan dengan tujuan supaya Stepanus membantu para pemberi uang yang tengah terjerat perkara di KPK.

Selain dari Rita dan Usman, Tim JPU KPK juga menyebut, bahwa suap juga berasal dari Azis Syamsuddin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR dan dari Kader Partai Golkar Aliza Gunado total senilai Rp. 3,5 miliar.

Dalam sidang dakwaan, Tim JPU KPK menyebut, bahwa ada sejumlah orang lainnya yang diduga memberikan uang kepada Robin. Di antaranya Wali Kota Cimahi Ajay Priatna sebanyak Rp. 507 juta, Usman Effendi Rp. 525 juta juga mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebanyak Rp. 5,197 miliar.

Dalam sidang dakwaan, Tim JPU KPK pun mengatakan, bahwa Usman Effendi diduga juga menyuap Robin dan Maskur. Tim JPU KPK juga mengatakan, Usman adalah Direktur PT. Tenjo Jaya yang diduga memberi uang ke Robin senilai Rp. 525 juta.

Secara rinci, Tim JPU KPK mendakwa Robin menerima Rp. 1,69 miliar dari Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. Kemudian, Robin menerima uang dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin melalui pihak swasta Aliza Gunadi. Jumlah uang yang diterima senilai Rp. 3,09 miliar dan US$ 36.000.

Tim JPU KPK juga menyebut, Robin juga menerima uang dalam kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi Jawa Barat dari Ajay Muhammad Priatna selaku Wali Kota Cimahi senilai Rp. 507,39 juta.

Robin juga disebut JPU KPK menerima uang dari Direktur Utama PT. Tenjo Jaya Usman Effendi senilai Rp. 525 juta. Robin pun disebut Tim JPU KPK telah menerima uang Rp. 5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Atas dakwaan Tim JPU KPK tersebut, Robin mengakui menerima uang, kecuali dari Azis dan Aliza. Robin mengaku menipu orang-orang tersebut dengan janji bisa mengurus perkara di KPK.

Atas perbuatannya, Stepanus Robin Pattuju didakwa melanggar Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT:


BACA JUGA: