Senin, 12 September 2022

Kuasa Hukum Mantan KSAU Agus Supriatna Jelaskan Soal Ketidakhadiran Kliennya Dari Panggilan KPK Terkait Perkara Heli AW-101

Baca Juga


Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kuasa Hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna membantah kliennya disebut tidak kooperatif terhadap panggilan peneriksaan sebagai Saksi pekrara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan  helikopter AW-101 di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) yang dilayangkan oleh Tim Penyidik KPK

Pahrozi selaku Kuasa Hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna menegaskan, bahwa surat panggilan KPK terhadap kliennya bertentangan dengan hukum, sehingga kliennya tidak semestinya hadir dalam panggilan itu.

"Jawaban kami singkat saja, tisdak benar klien kami tidak koperatif. Yang benar, surat panggilan KPK terhadap Saksi dimaksud bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga klien kami tidak dapat memenuhi panggilan tersebut", tegas Pahrozi dalam keterangannya, Senin (12/09/2022).

Dijelaskan Pahrozi, bahwa saat hari pemanggilan Agus Supriatna, yakni pada Kamis (08/09/2022) lalu, pihaknya telah mengirimkan surat ke KPK. Dijelaskannya Pahrozi pula, bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan Kasatgas yang menangani perkara AW-101.

"Selanjutnya, Tidak koperatif itu tidak-benar, karena pada hari pemanggilan kami sudah bersurat kepada KPK dan komunikasi dengan Kasatgas perkara ini", jelas Pahrozi.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, KPK menghimbau mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna agar kooperatif atas surat panggilan Tim Penyidik KPK. Agus Supriatna dipanggil Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan  helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan, sedianya mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna dan Marsda (Purn) Supriyanto Basuki akan diperiksa pada Kamis (08/09/2022) lalu. Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan Tim Penyidik KPK tersebut.

"Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan menghimbau agar para Saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (09/09/2022).

Ali menandaskan, keterangan dari kedua Saksi tersebut penting dalam proses penyidikan perkara dugaan TPK pengadaan Heli AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017 yang tengah ditangani KPK. Ditandaskan Ali Fikri pula, bahwa keterangan dari pihak-pihak yang dipanggil KPK akan membuat terangnya perkara dugaan tindak pidana Korupsi yang diduga dilakukan Tersangka.

"Keterangan kedua Saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para Tersangka", tandas Ali Fikri.

Diketahui sebelumnya, KPK memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna sebagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS). Irfan merupakan pihak swasta yang telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK dalam perkara tersebut.

"Hari ini, pemeriksaan saksi TPK dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (TNI AU) tahun 2016–2017, untuk tersangka IKS. Pemeriksaan dilakukan di kantor KPK, atas nama Agus Supriatna, purnawirawan TNI", jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (08/09/2022).

Ditegaskan Ali Fikri, selain mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Tim Penyidik KPK juga memanggil seorang purnawirawan TNI AU Marsekal Muda Supriyanto Basuki. Keduanya dijadwalkan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Ali Fikri mengungkapkan, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK telah memblokir rekening bank senilai Rp. 139,4 miliar milik PT. Diratama Jaya Mandiri (PT. DJM).

"Tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) senilai Rp 139,4 M", ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (27/05/2022) silam.

Ali menjelaskan, upaya pemblokiran rekening rersebut tersebut berkaitan dengan penyidikan perkara yang tengah ditangani Tim Penyidik KPK. Dijelaskan Ali Fikri pula, bahwa nantinya uang dalam rekening tersebut dapat dirampas untuk optimalisasi asset recovery sesuai dengan putusan pengadilan.

"Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya. Pemblokiran, sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang Tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, perkara dugaan TPK pengadaan heli AW-101 dilingkungan TNI AU tahun 2016–2017 tersebut diduga negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp. 224 miliar dari kontrak senilai Rp. 738,9 miliar. Akibat pengadaan yang diduga tidak sesuai spec itu, helikopter tersebut tidak berfungsi layak sesuai dengan kebutuhan awalnya.

"Pengadaan helikopter ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar atau sekitar 30 persennya. Akibat pengadaan yang tidak sesuai spec kontrak tersebut, helikopter ini pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya", tegas Ali Fikri.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK telah menahan Tersangka Baru, yakni Irfan Kurnia Saleh (IKS). Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga dipercaya oleh panitia lelang untuk menghitung nilai kontraknya sendiri.

"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (harga perkiraan sendiri) kontrak pekerjaan. Perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar", terang Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan persada Kavling 4 Jakarta Seltan, Selasa (24/05/2022) silam.

Firli menandasksn, Irfan diduga aktif bertemu dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TNI AU. Ditandaskan Firli Bahuri pula, bahwa dalam pertemuan itu, diduga ada pembahasan khusus terkait pelelangan pengadaan helikopter tersebut.

"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)", tandas Firli Bahuri.

Sebelumnya, pada tahun 2018 silam, Tim Penyidik KPK pernah memanggil Agus Supriatna untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK dalam perkara tersebut. Namun, saat itu Agus tidak hadir dengan alasan belum menerima surat panggilan dari KPK. Sementara KPK memastikan surat panggilan dimaksud telah diterima Agus di rumahnya.

“Kami pastikan surat panggilan sudah dikirimkan atau disampaikan di awal Mei 2018 ke rumah di Halim", kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (11/05/2018) silam.

Agus Supriatna kemudian memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu 06 Juni 2018.

Dalam perkara dugaan TPK pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017, pada Selasa 24 Mei 2022, KPK telah mengumumkan penetapan 1 (satu) Tersangka dari pihak swasta, yakni Direktur PT. DIratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway.

KPK menduga, Direktur PT. DIratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar.

Dalam perkara ini, KPK menduga, perbuatan Irfan diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*  *(HB)*