Jumat, 13 Januari 2023

KPK Telah Limpahkan Berkas Dakwaan TPPU, Bupati Hulu Sungai Tengah Segera Diadili Lagi

Baca Juga


Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif memakai rompi khas Tahanan KPK warna orange diarahkan petugas keluar dari Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan, Jum'at (05/01/2018) sore, usai pengumuman penetapannya sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap  (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2017, Jum'at (05/01/2018) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan Berkas Perkara dan Surat Dakwaan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas nama terdakwa Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Megeri (PN) Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.

"Jaksa KPK Masmudi pada Kamis (12/01/2023) telah selesai melimpahkan Berkas Perkara dan Surat Dakwaan tersangka AL (Abdul Latif) ke Pengadilan Tipikor pada PN Banjarmasin", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (13/01/2023).

Ali menjelaskan, penerapan pasal TPK penerimaan gratifikasi dan TPPU terhadap Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah yang siap dibuktikan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di persidangan sejumlah Rp. 41 miliar. 

"Penerapan pasal TPPU tentu menjadi salah-satu instrumen KPK dalam upaya optimalisasi asset recovery dari yang dinikmati para koruptor", jelas Ali Fikri.

Sebelumnya, Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah resmi ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap proyek Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.

KPK menetapkan Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah sebagai Tersangka perkara tersebut pada Jum'at 05 Januari 2018 silam, menyusul terjaringnya Abdul Latif dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK atas dugaan TPK penerimaan 'fee' proyek Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2017.

Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Jum'at 05 Januari 2018 silam, Ketua KPK Agus Rahardjo menerangkan, bahwa penangkapan terhadap Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah dilakukan oleh Tim Satgas Penindakan KPK pada Kamis 04 Januari 2018 pagi, di ruang kerjanya.

Bersamaan dengan penangkapan terhadap Abdul Latif, lanjut Agus Rahardjo, Tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil menyita barang bukti uang sejumlah Rp. 35 juta sebagai barang bukti dugaan terjadinya penerimaan suap. Selanjutnya, Abdul Latif digelandang ke rumah dinasnya.

"Di rumah dinas Bupati Hulu Sungai Tengah ini, tim penindakan KPK kembali berhasil menyita uang sejumlah Rp.65.650.000,- dari sebuah brankas", terang Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (05/01/2018) sore.

Lebih jauh, Agus Rahardjo menjelaskan, bahwa pada proyek Pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Abdul Latif diduga mendapat komitmen fee sebesar 7,5 persen atau senilai Rp 3,6 miliar. "Dugaan komitmen fee 7,5 persen atau setara dengan Rp. 3,6 miliar dari proyek pembangunan Kelas I, II, VIP dan super VIP Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri, Barabai", jelas Agus Rahardjo.

Komitmen fee tersebut dijanjikan Donny Witono selaku Direktur PT. Menara Agung, yakni pihak swasta yang mengerjakan proyek rumah sakit tersebut. Sebagai bukti adanya komitmen fee yang dijanjikan Donny, saat Tim Penyidik KPK menyita rekening koran dengan saldo Rp.1,8 miliar atas nama PT. Sugriwa Agung dengan direktur bernama Abdul Basit.

"Diduga, saldo ini merupakan bagian dari komitmen fee dari Donny yang disepakati sebelumnya", ungkap Agus Rahardjo.

Agus Rahardjo pun mengungkapkan, bahwa  realisasi pemberian komitmen fee dilakukan oleh Donny dalam 2 (dua) tahapan pembayaran.

"Pemberian komitmen fee pertama pada September sampai Oktober Rp. 1,8 miliar, kedua pada  3 Januari sebesar Rp 1,8 miliar", ungkap Agus Rahardjo pula.

Agus Rahardjo juga menyebut, bahwa transaksi suap juga dilakukan oleh Donny dengan memberi jatah uang sebesar Rp. 25 juta kepada ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani. Hanya saja, Agus Rahardjo tidak merinci secara detil peran Fauzan dalam pembangunan RSUD tersebut.

Ditegaskannya, bahwa KPK menetapkan Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap proyek Pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2017.

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, menerima atau memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengerjaan pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017. KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 (empat) Tersangka", tegasnya.

Adapun 4 (empat) Tersangka tersebut, yakni Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Basit dan Fauzan Rifani ditetapkan sebegai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan Donny Witono ditetapkan sebagai Tersangka  Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Basit dan Fauzan Rifani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undan-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Donny Witono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah dan kawan-kawan telah dinyatakan 'bersalah' oleh Majelis Hakim atas perkara TPK suap proyek Pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2017.

Sementara itu, dalam perkara dugaan TPK penerimaan gratifikasi dan TPPU yang kembali menjerat Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah, konstruksi perkara yang dipaparkan KPK di antaranya menyebut, Abdul Latif sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara diduga menerima gratifikasi yang dianggap berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.

Abdul Latif diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dalam bentuk fee proyek-proyek dalam APBD Pemkab Hulu Sungai Tengah selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah. Diduga, Abdul Latif menerima fee dari proyek-proyek di sejumlah dinas dengan kisaran 7,5 sampai 10 persen setiap proyeknya.

Selama menjabat sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, motor dan aset lainnya, baik yang diatas-namakan dirinya, keluarga ataupun pihak lainnya.

Atas dugaan penerimaan gratifikasi, Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dugaan melakukan TPPU, Abdul Latif selaku Bupati Hulu Sungai Tengah disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(HB)*