
Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Kepala Bagian Pemberitaan KPK dan Tim Medis RSPAD Gatot Soebroto saat memberi keterangan tentang penangkapan dan penahanan Gubernur Papua Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Rabu (11/01/2023).
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bagi para Anggota DPRD provinsi dan kabupaten/ kota supaya tidak melakukan korupsi terkait proyek Pokir (pokok pikiran) maupun bantuan dana hibah. Proyek Pokir itu sendiri merupakan proyek aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan untuk diperjuangkan dalam pembahasan Rancangan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD).
Peringatan tersebut disampaikan secara langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri dihadapan para Anggota DPRD dan gubernur dari berbagai daerah di kawasan Mega Kuningan, Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa 21 Maret 2023.
"Tolong ini tidak ada lagi yang bermain-main di Pokir-Pokir itu, apalagi dengan dana-dana hibah", ujar Ketua KPK Firli Bahuri di kawasan Mega Kuningan, Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/03/2023).
Firli menegaskan, ketika ia berkunjung ke daerah-daerah, kini tidak lagi mendengar istilah 'uang dok' atau 'uang ‘ketok palu’, yaitu merupakan bahasa istilah atau sebutan yang digunakan untuk menyebut pemberian suap terkait pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maupun APBD Perubahan.
“Tapi, Pokir masih ada dan persentase Pokir masih ada. Nah..., ini ada yang ngomong (persentase Pokir). Banyak ini kan...!?”, tegas Firli Bahuri.
Firli pun mengingatkan supaya mahalnya biaya politik yang harus dibayar para anggota DPRD itu tidak menjadi alasan untuk korupsi. Diungkapkannya, bahwa ketika para anggota DPRD melakukan korupsi dan ditangkap KPK, tidak ada satupun pihak yang memberikan pertolongan.
“Jangankan nolongin Pak, besuk (menjenguk) saja enggak...!", ujar Firli Bahuri.
Firli menegaskan, pertolongan dimaksud bahkan tidak akan diberikan, meskipun pelaku memiliki hubungan pertemanan dengan Pimpinan KPK. Ditegaskannya pula, bahwa ketika Pimpinan KPK menulis penahanan temannya yang menjadi Tersangka korupsi, ia bahkan sama sekali tidak ditegur-sapa.
“Kalau pun itu tadi temannya Pimpinan KPK, saat konferensi pers, ditegur saja enggak", ungkap Firli Bahuri.
Terkait proyek Pokir dan dana hibah ini, seperti misalnya, beberapa waktu lalu, KPK melakukan 'Tangkap Tangan' terhadap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa TImur Sahat Tua P. Simandjuntak dan kawan-kawan atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim).
Dalam perkara tersebut, sejauh ini, KPK masih menetapkan 4 (empat) Tersangka. Keempatnya, yakni:
1). Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur;
2). Rusdi (RS) selaku staf ahli Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simandjuntak;
3). Abdul Hamid (AH) selaku Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas); dan
4). Ilham Wahyudi (IW) selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Pokmas.
Konstruksi perkara yang disampaikan KPK membeberkan, bahwa dalam APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2020 dan 2021 merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp. 7,8 triliun kepada badan, lembaga hingga organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang ada di Provinsi Jatim.
Dana hibah Untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan, distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas). Adapun pengusulan dana belanja hibah dimaksud merupakan hasil penyampaian aspirasi masyarakat yang diusulkan para Anggota DPRD Provinsi Jatim yang salah-satunya adalah Sahat Tua P. Simanjutak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim.
KPK menduga, Sahat Tua P. Simanjutak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim diduga menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dimaksud dengan disertai kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian, Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.
KPK menduga, tersangka STPS diduga mendapat bagian sebesar "20 % (persen)" dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan, sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian "10 % (persen)". Adapun nilai dana hibah Pemprov Jatim tahun anggaran 2021 dan 2022 yang telah disalurkan, masing-masing adalah sebesar Rp. 40 miliar.
Supaya alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh oleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan 'uang muka' sebagai ijon sebesar Rp. 2 miliar.
Realisasi uang muka sebagai uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp. 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah-satu bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.
Eeng kemudian menyerahkan uang Rp. 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah-satu mall di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp. 1 miliar tersebut di salah-satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.
Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sahat di salah-satu ruangan yang ada di Gedung DPRD Provinsi Jatim. Sedangkan sisa Rp. 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jum'at (16/12/2022). KPK menduga, dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas dimaksud, tersangka STPS diduga telah menerima uang sekitar Rp. 5 miliar.
Dalam perkara ini, Sahat Tua P. Simandjuntak dan Rusdi ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.
Sebagai Tersangka Penerima Suap, Sahat Tua P. Simandjuntak dan Rusdi disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b, jo Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, saat ini, tersangka STPS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur Jakarta. Untuk tersangka RS ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi (ACLC) KPK Jakarta Selatan.
Adapun tersangka Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alis Eeng, saat ini tengah menjalani persidangan perkara tersebut sebagai 'Terdakwa Pemberi Suap' Sahat Tua P. Simanjutak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo Jawa Timur.
Sementara itu, Tim Penyidik KPK juga telah mengajukan pencegahan bepergian ke luar negeri untuk 4 (empat) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkum HAM RI).
Pengajuan pecegahan bepergian ke luar negeri untuk 4 Pimpinan DPRD Provinsi Jatim tersebut dilakukan, untuk kepentingan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim yang menjerat Sahat Tua P. Simanjutak (STPS) selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dan kawan-kawan (Dkk.).
"Benar, masih terkait kebutuhan proses penyidikan perkara tersangka STPS Dkk., Tim Penyidik telah mengajukan tindakan cegah ke luar negeri ke Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap 4 (empat) orang yang menjabat selaku Anggota DPRD Jawa Timur periode tahun 2019 sampai dengan 2024", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK saat dikonfirmasi wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (07/03/2023).
Ali menjelaskan, langkah pencegahan tersebut dilakukan antara lain agar para pihak dimaksud tetap berada di wilayah RI dan dapat selalu kooperatif hadir untuk memberikan keterangan dengan jujur di hadapan Tim Penyidik KPK. Pencegahan berlaku mulai dari 3 Februari 2023 sampai dengan 3 Agustus 2023.
"Cegah pertama ini berlaku untuk enam bulan ke depan dan tentunya dapat diperpanjang kembali sepanjang diperlukan", jelas Ali Fikri.
Adapun 4 Pimpinan DPRD Provinsi Jatim yang dicegah bepergian ke luar negeri tersebut, yakni Ketua DPRD Provinsi Jatim periode tahun 2019–2024 atas nama Kusnadi serta 3 (tiga) Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim periode tahun 2019–2024 atas nama Anik Maslachah, Anwar Sadad dan Achmad Iskandar. *(HB)*