Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita uang dan deposito senilai Rp. 62 miliar dari penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) proyek-proyek di divisi EPC PT. Pembangunan Perumahan (PT. PP) Persero tahun 2022–2023.
"Penyidik menyampaikan telah dilakukan penyitaan pertama bentuknya deposito itu totalnya Rp. 22 miliar. Berikutnya, ada uang yang ditemukan dalam brankas dengan jumlah total sekitar Rp. 40 miliar. Bentuk uangnya apakah rupiah atau valas belum tersampaikan", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (03/01/2025).
Tessa belum menginformasikan, apakah penyitaan uang tersebut hasil dari penggeledahan atau pengembalian dari para pihak terkait. Tessa pun belum menginformasikan proyek yang menjadi objek korupsi dalam perkara ini.
"Belum diinfokan ke saya paket pekerjaannya apa, kalau memang itu pengadaan. Kedua, penyidik juga belum membuka dari siapa, baik brankas maupun deposito atau uang yang dilakukan penyitaan itu. Dan, apakah diserahkan di proses penyelidikan, penyidikan atau memang ditemukan saat penggeledahan di penyidikan lalu dilakukan penyitaan", jelas Tessa Mahardhika.
Pada 09 Desember 2024, KPK menyatakan membuka penyidikan baru perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) proyek-proyek di divisi EPC PT. Pembangunan Perumahan (PT. PP) Persero tahun 2022–2023 dan kini telah menetapkan 2 (dua) Tersangka.
Pada 11 Desember 2024, KPK mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1637 Tahun 2024 tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap 2 (dua) orang Warga Negara Indonesia (WNI) dengan inisial DM dan HNN. Upaya paksa tersebut guna memudahkan penyidik dalam melakukan pemeriksaan.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, perkara dugaan TPK proyek-proyek di divisi EPC PT. Pembangunan Perumahan (Persero) tahun 2022–2023 ini, meninbulkan kerugian negara setidaknya senilai Rp. 80 miliar.
"Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan, dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas. Keputusan ini berlaku untuk enam bulan", tegas Tessa Mahardhika. *(HB)*
BERITA TERKAIT: