Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, pihaknya tidak memiliki alat bukti adanya keterlibatan Pimpinan KPK terdahulu maupun Pegawai Internal KPK dalam perintangan penyidikan perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap atau pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dengan menetapkan Harun Masiku sebagai Calon Anggota DPR-RI terpilih Pergantian Antar Waktu (PAW) periode 2019–2024.
Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, sejauh ini, Tersangka perintangan penyidikan perkara yang menjerat Harun Masiku juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-Perjuangan) Hasto Kristiyanto sehingga menjadi Tersangka perkara tersebut, baru berasal dari eksternal KPK.
"Yang jelas untuk proses perintangan itu sendiri sudah ada tersangkanya, walaupun itu bukan internal", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (03/01/2025).
Tessa menegaskan, sejauh ini, belum ditemukan adanya bukti keterlibatan Pimpinan KPK periode 2019–2024 dalam proses penyidikan perkara tersebut yang dilakukan oleh Tim Penyidik KPK, sehingga ia belum bisa menyebut ada atau tidaknya tersangka-tersangka lain.
Bahkan, tandas Tessa, sampai dengan saat ini, baik dari inspektorat maupun Dewan Pengawas (Dewas) KPK belum menemukan adanya alat bukti tentang pembocoran informasi oleh Internal KPK ketika digelar serangkaian kegiatan Tangkap Tangan (TT) terhadap Harun Masiku dan kawan-kawan.
Sementara itu, Tim Penyidik KPK hingga saat ini belum mampu menangkap Harun Masiku sejak ia menghilang di sekitar kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), di jalan Tirtayasa Raya Jakarta Selatan pada 08 Januari 2020 silam.
Harun menjadi salah-satu target kegiatan Tangkap Tangan yang digelar Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada awal Januari 2020 silam. Saat itu, Tim Satgas Penindakan KPK terbagi dalam beberapa tim operasi penangkapan. Tim yang hendak menangkap Harun sudah membuntuti pria kelahiran 21 Maret 1971 itu ketika kembali ke Tanah Air dari Singapura, sehari sebelum digelarnya Tangkap Tangan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Harun Masiku sempat terpantau berada di apartemen Thamrin Residence, tempat tinggal yang disewanya. Esok harinya, menjelang magrib, ia terpantau lagi berada di depan Grand Cafe, lantai 3 Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat. Setengah jam kemudian, Harun merapat ke sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum di kawasan Cikini, Menteng Jakarta Pusat, untuk bertemu dengan Nurhasan, penjaga Kantor DPP PDI-Perjuangan. Mereka kemudian mengarah ke kawasan jalan Tirtayasa Raya, Jakarta Selatan.
Tim Satgas Penindakan KPK lainnya berhasil menangkap Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, Agustiani Tio Fridelina Sitorus dan 4 (empat) orang lainnya dari pihak swasta. Saeful adalah kader PDI-Perjuangan dan Agustiani Tio merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, Agustiani Tio Fridelina Sitorus dan Harun Masiku lantas ditetapkan sebagai Tersangka. Kecuali Harun, perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Wahyu divonis 7 tahun penjara, Saeful 1 tahun 8 bulan penjara dan Agustiani 4 tahun penjara.
Majelis Hakim menyatakan, Wahyu Setiawan terbukti menerima suap dalam pengurusan penggantian antar-waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I. KPU melakukan proses PAW karena Nazaruddin Kiemas, legislator PDI-Perjuangan meninggal dunia.
.
Meski berada di nomor urut 6 (enam) perolehan suara calon legislator (Caleg) PDI-Perjuangan di Dapil tersebut, DPP PDI-Perjuangan justru mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti Nazaruddin. Namun, hasil rapat pleno KPU memutuskan, pengganti Nazaruddin adalah Riezky Aprilia, yang berada di nomor urut 2 (dua) perolehan suara Calon Anggota DPR-RI dari PDI-Perjuangan di Dapil Sumatera Selatan I setelah Nazaruddin.
PDI-Perjuangan sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar bisa meloloskan Harun Masiku ke Senayan. Mereka juga bersurat ke KPU agar Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti Nazaruddin. Terkait itu, Harun dan Saeful menyuap Wahyu hingga Rp. 1 miliar untuk memuluskan rencana Harun sebagai pengganti Nazaruddin.
Nama Harun Masiku perlahan menghilang sejak digelarnya kegiatan Tangkap Tangan. Nama Harun Masiku kembali mengemuka setelah Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti menyinggung 2 (dua) buron KPK yang berada di luar negeri, yaitu Paulus Tannos tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan Harun Masiku.
Krishna menyebutkan, Harun dikabarkan sempat bepergian ke Singapura pada 16 Januari 2020. Esok harinya, Harun kembali lagi ke Tanah Air. Namun kepolisian tidak memburu Tersangka karena belum ada permintaan bantuan dari KPK.
"Sementara itu, red notice baru keluar pada 30 Juni 2021", kata Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti. *(HB)*