Baca Juga
Mantan Menkum HAM Yasonna Hamonangan Laoly memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan TPK suap atau pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon Anggota DPR-RI terpilih periode 2019–2024 di KPU-RI) yang menjerat Harun Masiku (HM) sebagai Tersangka.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) hari ini, Rabu 18 Desember 2024, memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan yang dijadwalkan Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.
Yasonna akan diminta keterangannya sebagai Saksi perkara dugaan Tindak PIdana Korupsi (TPK) pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon Anggota DPR-RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) yang menjerat Harun Masiku (HM) sebagai Tersangka.
Yasonna tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.49 WIB. Yasonna tampak mengenakan kemeja putih, celana warna hitam berjaket warna coklat dan bersepatu warna putih. Politikus PDI-Perjuangan sekaligus Anggota Komisi XIII DPR-RI ini tidak banyak bicara saat ditanya para wartawan. Begitu tiba, ia langsung bergegas masuk ke dalam Gedung KPK untuk menjalani proses pemeriksaan.
"Nanti, nanti", ujar mantan Menkum HAM Yasonna Hamonangan Laoly menanggapi pertanyaan sejumlah wartawan, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Dalam perkara ini, mantan Menkum HAM Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) sebelumnya dijadwalkan untuk dimintai keterangannya pada Jumat (13/12/2024) lalu. Namun, ia tak bisa hadir dan meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang.
Sebelumnya, Tessa menjelaskan, bahwa pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) berkaitan dengan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon Anggota DPR-RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) yang menjerat Harun Masiku (HM) sebagai Tersangka.
Meski demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari jadwal pemanggilan dan pemeriksaan yang dijadwal oleh Tim Penyidik KPK, hingga kemudian dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 17 Januari 2020. Harun Masiku kemudian dimasukkan ke dalam daftar buronan internasional (red notice) pada 30 Juli 2021. Meski demikian, hingga 2023 belum membuahkan hasil yang kongkret.
Pada tahun 2024, KPK terus mengupayakan pencarian Harun Masiku. Beberapa Saksi yang diduga memiliki informasi penting, seperti pengacara Simon Petrus dan mahasiswa Hugo Ganda, telah diperiksa pada Mei 2024. Tim Penyidik KPK mendalami peran pihak-pihak yang diduga melindungi Harun sehingga mempersulit proses pencariannya.
Selain itu, Tim Penyidik KPK mengonfirmasi bahwa berbagai upaya seperti penyadapan nomor telepon telah dilakukan. Namun, hingga kini, keberadaan Harun masih menjadi teka-teki. Hingga pada 06 Desember 2024, KPK menerbitkan kembali surat Daftar Pencarian Orang (DPO) Harun Masiku. Surat ini memuat 4 (empat) foto terbaru Harun Masiku dengan berbagai penampilan.
Dalam surat DPO ini, KPK juga mencantumkan ciri-ciri Harun Masiku, seperti tinggi badan 172 cm, kulit sawo matang, kurus dan memiliki logat Toraja atau Bugis. Surat tersebut dilengkapi dengan nomor kontak penyidik yang dapat dihubungi masyarakat.
Harun Masiku ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR-RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI).
Dalam perkara tersebut, selain Harun Masiku, pihak lain yang ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka adalah Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat periode 2017–2022 Wahyu Setiawan hingga kemudian menjadi Terpidana. Dan, saat ini, Wahyu Setiawan sedang menjalani masa bebas bersyarat dari sanksi pidana 7 (tujuh) tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah. *(HB)*