Selasa, 11 Juni 2024

Staf Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto Laporkan Penyidik KPK Ke Dewas

Baca Juga


Ronny Talapessy (kanan) bersama Tim Penasihat Hukum Kusnadi lain menunjukkan foto tangkapan layar yang menampilkan sosok Penyidik KPK yang dimaksud pada laporan tersebut, di Kantor Dewas KPK, Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi Jakarta Selatan, Selasa (11/06/2024).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Staf Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-Perjuangan) Hasto Kristiyanto, Kusnadi hari ini, Selasa 11 Juni 2024, telah resmi melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Laporan Kusnadi ke Dewas KPK itu bernomor: 002/RBT-K/SP/6/20024.

Hal yang dilaporkan oleh staf Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto tersebut ialah dugaan ketidak-profesionalan dan pelanggaran etik Penyidik KPK atas nama Rossa Purbo Bekti dan kawan-kawan (Dkk.) atas pemeriksaan dan penggeledahan badan/ orang terhadap Kusnadi tanpa surat resmi dan0 perintah pengadilan.

Peristiwa itu terjadi saat Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto dperiksa sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pengurusan penetapan Calon Anggota DPR RI periode 2019–2024 Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk tersangka kader PDI-Perjuangan Harun Masiku pada Senin 10 Juni 2024.

"Kami hari ini telah diterima oleh Dewas KPK melalui Pak Amir yang merupakan Kabag TU, telah menerima surat laporan pengaduan kami tanggal 11 Juni 2024. Ini tanda terimanya", terang Ronny Talapessy selaku Tim Penasihat Hukum Kusnadi, di Kantor Dewas KPK, Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi Jakarta Selatan, Selasa (11/06/2024)..

Ronny mengatakan, pemanggilan kepada Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto pada Senin (10/06/2024) kemarin, menurutnya bukan bertujuan untuk memeriksa Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai Saksi perkara dugaan TPK suap terkait pengurusan penetapan Calon Anggota DPR RI periode 2019–2024 Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk tersangka kader PDI-Perjuangan Harun Masiku, melainkan merupakan upaya untuk menyita barang yang tidak terkait perkara dengan cara yang ugal-ugalan.

Ronny membawa dan menunjukkan tangkapan layar yang menampilkan sosok penyidik KPK yang dimaksud pada laporan tersebut. Dalam laporannya ke Dewas KPK, Ronny mengungkap cara yang digunakan oleh Penyidik KPK bernama Rossa dengan turun dari lantai 2 ke ruang lobi Gedung Merah Putih KPK untuk memanggil Kusnadi seolah-olah Hasto Kristiyanto yang memanggilnya.

Oleh karena itu, ungkap Ronny pula, Kusnadi dengan spontan mengikuti Penyidik KPK tersebut naik ke lantai 2 (dua) Gedung Merah Putih KPK. Padahal, pemanggilan dari Hasto Kristiyanto kepada Kusnadi itu sebetulnya itu tidak ada.

"Kita punya alat buktinya. Jadi, kita punya teman-teman, ini ketika kita dari Kuasa Hukum, Kuasa Hukum sedang mengadakan doorstop bersama rekan-rekan media. Ini ada urutannya, videonya lengkap, kami bawa flashdisk ini. Kami ambil Youtube dari salah satu TV nasional", ungkap Ronny.

Ronny menjelaskan, bahwa pelaporan ke Dewas KPK itu atas nama kliennya, yakni Kusnadi. Dijelaskannya pula, kli

"Karena beliau (Kusnadi) yang mengalami secara langsung dugaan perbuatan yang dilakukan oleh penyidik, memaksa, melakukan penggeledahan, penyitaan melalui prosedur yang menurut kami prosedur yang salah", jelas Ronny.

"Di sini terlihat sekali menjebak. Karena Saudara Kusnadi bukan merupakan objek pemanggilan sebagai Saksi atau sebagai statusnya sebagai apa", tambahnya.

Ronny menegaskan, bahwa apa yang dilakukan Penyidik KPK itu telah melanggar kode etik berat. Terbukti, tidak ada surat penyitaan yang diberikan kepada Kusnadi oleh Penyidik KPK itu.

"Jadi perlu kita sampaikan, tidak ada surat yang disampaikan", tegas Ronny.

Tim Penasihat Hukum Kusnadi dalam laporannya menggunakan dasar Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Dewan Pengawas, Pimpinan dan Pegawai KPK.

Adapun buku yang disita Penyidik KPK itu, menurut Ronny, di antaranya berisi strategi pemenangan PDI-Perjuangan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

"Jadi perlu kita sampaikan, ada buku yang disita oleh penyidik yang tidak terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Buku tersebut terkait dengan pemenangan Pilkada se Indonesia dari PDI-Perjuangan. Itu adalah kebijakan-kebijakan partai, terkait dengan strategi dan pemenangan Pilkada Indonesia", terang Ronny.

Ronny pun menerangkan, bahwa buku yang disita Penyidik KPK yang berisi agenda PDI-Perjuangan milik Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto itu tanpa izin pemiliknya yakni Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto. Buku milik Sekjen PDI-Perjuangan tersebut saat itu berada di dalam tas Kusnadi.

"Kita tidak tahu apa tujuannya. Tujuan buku itu untuk siapa? Tujuannya untuk apa? Maka di sini kita mengajukan protes keras, keberatan. Kita tidak mau, lembaga penegak hukum ini, jangan sampai dipakai sebagai alat kekuasaan", terang Ronny pula.

Ronny menandaskan, bahwa PDI-Perjuangan telah membahas soal penyitaan buku milik Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto yang berisi agenda tersebut.

"Tentunya kami dari PDI-Perjuangan sudah merapatkan, kita tidak terganggu. Kita akan fokus untuk pemenangan Pilkada. Kita tidak tahu apakah ini ada tujuan politik, atau lain-lainnya, kita akan lihat ya. Kita berharap bahwa penegakan hukum ini jangan ada kepentingan politik. Karena ini panggilan berturut-turut. Kemarin di kepolisian, sekarang di KPK", tandasnya.

Peristiwa penyitaan tersebut terjadi di tengah Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan TPK suap terkait pengurusan penetapan Calon Anggota DPR RI periode 2019–2024 Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk tersangka kader PDI-Perjuangan Harun Masiku, yang sejak tahun 2019 hingga saat ini masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK.

Perkara dugaan TPK suap yang menjerat Harun Masiku tersebut mencuat ke permukaan setelah Tim (Satuan Tugas) Penindakan KPK menggelar kegiatan Tangkap Tangan pada Rabu 08 Januari 2020.

Harun Masiku merupakan kader PDI-Perjuanhan yang sebelumnya sempat mengikuti Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 2019. Ia kemudian diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Dari serangkaian kegiatan Tangkap Tangan itu, Tim Satgas PenIndakan KPK menangkap 8 (delapan) orang dan menetapkan 4 (empat) dari 8 orang itu sebagai Tersangka. Ke-empatnya, yakni:
1. Wahyu Setiawan selaku Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU);
2. Ronnyiani Tio Fridelina selaku Anggota Bawaslu;
3. Saeful Bahri selaku kader PDI-Perjuanhan; dan
4. Harun Masiku selaku kader PDI-Perjuangan.

Dari 4 Tersangka tersebut, Harun Masiku belum menjalani proses hukum. Saat itu, Harun lolos dari penangkapan Tim Satgas PenIndakan KPK dan mangkir beberapa kali dari jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Tim Penyidik KPK hingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) hingga sekarang.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan tersangka Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan. Hanya saja, sejauh ini, Harun Masiku masih belum tertangkap dan masih menjadi buronan KPK.

Dalam perkara tersebut, Harun Masiku ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan Anggota Bawaslu Ronnyiani Tio Fridelina untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR RI melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW).

Namun, langkahnya kandas lantaran terburu adanya kegiatan Tangkap Tangan tersebut. Saat ini, pencarian terhadap Harun Masiku oleh Tim Penyidik KPK sudah memasuki tahun ke-empat. *(HB)*


BERITA TERKAIT: