Jumat, 18 Agustus 2017

Unjuk Rasa Tolak FDS, PMII Mojokerto Gelar Tahlil Didepan Kantor Pemkot

Baca Juga

Massa PMII Mojokerto saat berorasi didepan Wali Kota Mojokerto, Jum'at (18/08/2017) siang.

Massa PMII Mojokerto saat berorasi didepan Wali Kota Mojokerto, Jum'at (18/08/2017) siang.

Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Puluhan mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mojokerto, Jum'at (18/08/2017), menggelar aksi unjuk-rasa menolak program Full Day School (FDS) didepan kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, kantor Bupati Mojokerto, kantor Dispendik Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto dan didepan kantor Wali Kota Mojokerto.

Pantauan wartawan, saat menggelar aksinya didepan kantor Wali Kota Mojokerto jalan Gajah Mada No. 145 Kota Mojokerto, selain berorasi dan meneriakkan yel-yel serta membentang spaduk penolakan terhadap Permendikbud 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, puluhan mahasiswa aktivis PMII dari Komisariat STIT Raden Wijaya, UNIM Majapahit, Institut Agama Islam Uluwiyah dan STIE Al Anwar ini juga menggelar tahlil.

Massa PMII Mojokerto saat menggelar tahlil didepan Wali Kota Mojokerto, Jum'at (18/08/2017) siang.

Meski tak sampai mengganggu arus lalu-lintas, tahlilan ditengah aksi demo yang dijaga ketat aparat kepolisian setempat itu sempat menarik perhatian pengguna jalan yang tengah melintas dijalan Gajah Mada Kota Mojokerto ini. Yang mana, tahlil itu mereka gelar setelah 3 (tiga) perwakilan dari mereka keluar dari ruang Komisi III DPRD Kota Mojokerto usai menyampaikan aspirasi kepada Kepala Dispendik Pemkot Mojokerto Novi Raharjo dan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto M. Cholid Virdaus Wajdi.

Koordinator aksi massa PMII Mojokerto, Slamet mengungkapkan, bahwa PMII menolak dengan  Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengusung program full day scholl. Pihaknya menilai, program full day scholl berpotensi mengikis pendidikan non formal, seperti Madrasah Diniyah (Madin/ setingkat SD), Taman Pendidikan Alquran (TPQ) dan Pendidikan Keagamaan di Pesantren. "Penerapan delapan jam sekolah dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 akan menghambat Proses Belajar Mengajar di Madin. Selain itu, juga akan mengurangi jam bermain, istirahat dan berkumpul dengan keluarga", ungkap Slamet disela aksi unjuk rasa, Jum'at (18/08/2017) siang.

Selain itu, Slamet menandaskan, bahwa FDS juga berdampak pada beban biaya bagi orang tua murid dan memicu timbulnya keresahan masyarakat. “FDS memicu keresahan di masyarakat. Sehingga secara tegas PC PMII Mojokerto menolak program full days school dan meminta Pemerintan untukbmencabut Permendikbud itu", tandasnya.

Usai menerima perwakilan mahasiawa aktivis PMII, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto M. Cholid Virdaus Wajdi menyatakan, bahwa pihaknya menampung masukan ataupun aspriasi mereka. "Memangbanyak kekawatiran masyaraka jika ini diterapkan, terutama yang berbasis Pesantren. Masukan ini akan menjadi bahan kita, karena pada bulan September besok, kita akan ke Kemenetrian untuk konsultasi", ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dispendik Pemkot Mojokerto Novi Rahardjo tak menampik jika banyak pihak yang menyatakan keberatan terhadap penerapan program FDS atau sekolah lima hari. Namun, karena Presiden Joko Widodo menyatakan progam itu tidak wajib dan akan diganti dengan Peraturan Presiden tentang Penguatan Karakter, maka keberatan terhadap program itu tidak perlu lagi. "Justru kesempatan pihak yang menolak untuk mengakomodasi Pasal-pasal yang nantinya ada di Peraturan Presiden", sergah Kadispendik Pemkot Mojokerto, Novi Rahardjo.

Menurut Novi, itu berarti grade-nya naik. Artinya, secara otomatis Permendikbud ini sudah tidak berlaku karena menunggu Perpres. "Di Kota Mojokerto, untuk sekolah negeri program FDS tidak diberlakukan. Tapi ada juga sekolah swasta yang sudah menerapkan program FDS sebelum adanya Permendikbud. Bahkan program itu menjadi rogram unggulan untuk menarik minat siswa baru", pungkas Novi Rahardjo. *(DI/Red)*