Senin, 30 Juli 2018

Hakim Praperadilan Anggota DPRD Sumut Tolak Bukti Tertulis KPK

Baca Juga

Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini, Senin 30 Juli 2018, berencana mengajukan bukti tertulis dalam sidang praperadilan 4 (empat) tersangka anggota DPRD Sumatera Utara. Akan tetapi, bukti yang diajukan tim KPK tersebut ditolak oleh Hakim yang menangani jalannya praperadilan tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, penolakan itu tanpa memberikan argumentasi hukum yang jelas. Padahal, bukti tertulis itu diajukan KPK untuk kepentingan pembuktian kompetensi relatif dengan agenda pembacaan replik.

"Hari ini, KPK berencana mengajukan bukti tertulis untuk kepentingan pembuktian kompetensi relatif, namun hakim menolak tanpa memberikan penjelasan tentang alasan penolakan pada Termohon", terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (30/07/2018).

Dijelaskannya, sidang praperadilan tersebut diajukan oleh 4 tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi  suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho (GPN) terhadap sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut). Adapun 4 pemohon praperadilan tersebut, masing-masing adalah Washington Pane, M. Faisal, Syafrida Fitrie dan Arifin Nainggolan.

"Alasan praperadilan, bantahan bahwa tersangka WP (Washington Pane) tidak menerima uang dari eks Gubernur Sumut (Gatot Pujo Nugroho) karena dirinya tidak pernah menandatangani kuitansi atau slip atau bukti transfer sebagai tanda terima uang", jelas Febri Diansyah.

"Alasan yang sama, juga disampaikan oleh tersangka ANN (Arifin Nainggolan) dan MFL (M. Faisal)", tambah Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Sedangkan tersangka Syafrida Fitrie beralasan, lanjut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, bahwa ia tidak tahu-menahu soal 'uang dok' atau 'dana ketuk palu' dalam perkara ini. "Alasan yuridis penetapan tersangka harusnya dilakukan setelah proses penyidikan dilakukan terlebih dahulu", lanjutnya.

Menurut Febri, sebagian alasan praperadilan yang diajukan pemohon sudah masuk kepada pokok perkara. Alasan seperti tidak menerima suap karena tidak ada bukti penerimaan, dinilainya tak akan memengaruhi penanganan kasus ini. Sebab, KPK telah memiliki bukti yang cukup kuat sejak awal. "Selain itu, pembahasan pokok perkara berada di ranah pembuktian di proses Pengadilan Tipikor", ungkapnya.

Pihaknya menilai, alasan soal penetapan tersangka harus dilakukan usai penyidikan merupakan alasan lama yang sering diuji dalam sidang praperadilan. "KPK dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada ketentuan Pasal 44 Undang Undang tentang KPK yang bersifat khusus (lex specialist). Dalam hal KPK menemukan bukti permulaan yang cukup maka dapat ditingkatkan ke penyidikan", tegasnya.

Terkait itu, KPK mengajak segenap elemen masyarakat untuk mengawal proses persidangan yang terbuka untuk umum ini. Hal itu, supaya persidangan berlangsung secara lurus dan publik mengetahuinya.

"Karena tentu masyarakat memiliki hak untuk tahu dan mendapatkan informasi tentang perkembangan penanganan perkara dugaan suap terhadap sejumlah anggota DPRD Provinsi Sumut tersebut", kata Febri.

Pihaknya pun berharap, jalannya persidangan berlangsung secara fair.
"Kami berharap persidangan dapat dilakukan secara fair dengan menjujung tinggi independensi dan imparsialitas", tambahnya seraya penuh harap.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah pun menyebutkan, bahwa pada Selasa (31/07/2018) besok, akan digelar sidang ke-4 (empat) dengan agenda pembacaan putusan sela terkait dengan kompetensi relatif.

Seperti diketahui, ke-4 orang yang mengajukan praperadialan itu adalah merupakan tersangka bagian dari 38 (tiga puluh delapan) anggota DPRD Sumut yang ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap.

Suap untuk ke-38 anggota DPRD Sumut itu terkait persetujuan Laporan Keterangan Pertanggung-jawaban (LKPj) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012-2014. Persetujuan dimaksud ialah persetujuan atas Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2013-2014 oleh DPRD Provinsi Sumut.

Kemudian, juga terkait pengesahan APBD Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Provinsi Sumut pada tahun 2015.

Para anggota dewan itu, diduga menerima suap berupa hadiah atau janji dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho supaya mereka melakukan atau tidak-melakukan sesuatu berkaitan dengan jabatan dan kewenangannya.

KPK menduga, masing-masing anggota DPRD Provinsi Sumut menerima fee sekitar Rp. 300 juta sampai Rp. 350 juta dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. *(Ys/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*KPK Tetapkan 38 Anggota Dan Mantan Anggota DPRD Prov Sumut Tersangka