Senin, 13 Agustus 2018

Sidang Ke-4 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Majelis Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-4 terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus di ruang Cakra, kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur, Senin (13/08/2018) siang, saat Majelis Hakim membacakan Putusan Sela.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-4 (empat) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terkait kasus pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, digelar di ruang Cakra, kantor Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya, jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur pada hari ini, Senin 13 Agustus 2018.

Terdakwa Mas'ud Yunus hadir di ruang sidang mengenakan pakaian batik lengan panjang warna violet (ungu), celana hitam dan sepatu warna hitam serta memakai peci (kopyah) warna hitam. Ia hadir dengan  didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya-60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH. serta mendapat support dari sejumlah anggota keluarga, kerabat serta bebepa temannya.

Sidang yang beragendakan 'Putusan Sela Majelis Hakim' terhadap Eksepsi Terdakwa atau Nota Keberatan Terdakwa atas Dakwaan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Terdakwa serta Tanggapan atau Bantahan JPU KPK atas Eksepsi atau Nota Keberatan Terdakwa ini, dihadapan Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa serta Tim JPU KPK yang pada persidangan kali ini dihadiri Tito Jaelani ini dan Arin Karniasari, Majelis Hakim yang diketua Dede Suryaman memutuskan, menyatakan 'Menolak Esksepsi Terdakwa' dan meminta JPU KPK untuk melanjutkan proses Dakwaannya serta menentukan Agenda Pemeriksaan terhadap Para Saksi dipersidangan selanjutnya.

Dalam Amar Putusan Sela-nya, Mejelis Hakim menilai, bahwa Surat Dakwaan JPU KPK, Nomor: DAK.01.04/24/07/2018 tanggal 19 Juli 2018 yang diajukan pada sidang pada tanggal 02 Agustus 2018 itu sudah memenuhi syarat formil dan materil persidangan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Sebaliknya, atas Nota Keberatan Daftar Nomor: 113/Pid.Sus-TPK/2018/PN.SBY atas perkara yang disangkakan dan didakwakan JPU KPK kepada Mas'ud Yunus yang diajukan Tim Penasehat Hukum Terdakwa pada 06 Agustus 2018, Majelis Hakim menolaknya secara tegas.

"Menimbang bahwa Penasehat Hukum Terdakwa menilai surat dakwaan JPU KPK tidak berdasarkan fakta yuridis, tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap, menurut Majelis Hakim hal tersebut sudah mamasuki pokok perkara yang harus di buktikan dalam persidangan selanjutnya. Oleh karena itu, Keberatan Penasehat Hukum Terdakwa harusnya tidak dapat di terima", tegas Majelis Hakim dalam ruang sidang Cakra, Senin (13/08/2018) siang, di kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur.

Majelis Hakim menandaskan, bahwa Nota Keberatan yang diajukan Terdakwa melalui Penasehat Hukum Terdakwa telah melampaui ruang lingkup dari Eksipsi itu sendiri. Sehingga, Majelis Hakim mempersilahkan Penasehat Hukum Terdakwa untuk membuktikan dalil-dalil yang di ajukan dalam eksespsinya.

"Menimbang bahwa oleh karena keberatan tersebut telah memasuki materi pokok perkara yang harus diperlukan proses pembuktian-pembuktian. Maka, sekali lagi, Majelis Hakim mempersilahkan kepada Terdakwa Penasehat Hukumnya untuk membuktikannya apa yang didalilkannya tersebut pada saat proses sidang pemeriksaan, agar tidak terjadi lagi kebingungan", tandas Majelis Hakim.

Menurut Majelis Hakim, pembuktian-pembuktian itu perlu dilakukan dalam proses sidang-sidang selanjutnya, agar 'tidak membingungkan' masyarakat dan tidak terjadi kesalahan dalam memutus perkara tersebut di akhir persindangan nanti.

"Dan, Majelis Hakim tidak segan-segan menghukum Terdakwa jika bersalah, dan sebaliknya, Majelis juga tidak akan ragu-ragu membebaskan Terdakwa kalau memang terbukti tidak tidak bersalah", tukas Majelis Hakim.

Dipenghujung persidangan yang beragendakan 'Putusan Sela' ini, Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman memastikan, bahwa Majelis Hakim akan menggunakan Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2) sebagai dasar penilitian atas perkara tersebut.

"Menimbang bahwa keberatan dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Surat Dakwaan Penuntut Umum, maka putusan penelitian perkara Majelis Hakim memperlakukan Pasal 156 ayat (1) ayat (2) undang-undang KUHP serta peraturan perundang-undangan lainnya", jelas Majelis Hakim.


Mahfud, SH. bersama Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.,
Tim Penasehat Hukum Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus saat mengofirmasi sejumlah wartawan usai sidang ke-4 (empat), Senin (13/08/2018) siang.

Menanggapi 'Putusan Sela' Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman yang menolak atau tidak menerima  Eksepsi atau Nota Keberatan Terdakwa yang diajukannya, Mahfud, SH., koordinator Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan, bahwa pihaknya 'legowo'. Menurut Mahfud, hal itu sudah diprediksi sebelumnya.

"Terhadap Putusan Sela dalam perkara Tipikor itu, kami sudah menduga dari awal pasti tidak dapat dikabulkan. Tapi, nanti dalam proses pemeriksaan perkara (di persidangan), tidak hal yang tidak mungkin. Jangankan yang pasalnya lengkap ya, dakwaan yang kurang pasal pun masih diteruskan kok", ujar Mahfud, SH., koordinator Penasehat Hukum Terdakwa saat di konfirmasi wartawan usai persidangan, Senin (13/08/2018) siang.

Terkait penolakan Eksepsinya, Mahfud bahkan menggambarkan pengalamannya  menangani suatu perkara Tipikor di daerah lain. Diterangkannya, bahwa maksud diajukannya Nota Keberatan Terdakwa itu adalah untuk menyampaikan  fakta yang sebenarnya kepada Majelis Hakim, agar Majelis Hakim tidak berpandangan pada Surat Dakwaan JPU KPK saja.

"Saya pernah mengalami di daerah Tipikor Kupang. Dengan demikian, fungsi Nota Keberatan untuk menunjukkan pada Majelis Hakim, agar Majelis Hakim punya pandangan yang lebih luas, bukan hanya kepada dakwaan atas Surat Dakwaan dari Penuntut Umum. Jadi, kami tidak kaget (atas Putusan Sela Majelis Hakim)", terang Mahfud, SH., Penasehat Hukum Terdakwa.

Disinggung soal langkah-langkah ataupun strategi pembelaan yang bakal dilakukan dalam membela kliennya, Mahfud menegaskan, bahwa pihaknya akan melakukan segala daya upaya untuk mendapatkan hak-hak Terdakwa.

"Tentu kami akan lakukan langkah-langkah sesuai Hukum Acara Pidana KUHP Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981, bahwa harus di lalui, semua hak-hak Terdakwa harus diberikan. Kecuali memang tidak diberikan. Kalau memang itu ada akan kami lakukan semua daya upaya", tegas Mahfud, SH.

Menurut Mahfud, Terdakwa tidak berharap banyak, melainkan suatu keadilan yang seadil-adilnya. Terkait itu, sebagai Penasehat Hukum, ia akan membantu Terdakwa untuk mendapatkan keadilan dengan sebaik-baiknya dan diupayakannya semaksimal mungkin.

"Para pencari keadilan itu cuman satu keinginannya, diperlakukan dengan adil dan di putus dengan adil, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kami, sebagai Penasehat Hukum, membantu pencari keadilan untuk mencari keadilan yang sebaik-baiknya", tukasnya.

Di sentuh tentang kemungkinan bisa terbebasnya Mas'ud Yunus dari jeratan dakwaan Penuntut Umum sebagaimana yang didakwakan JPU KPK dalam Surat Dakwaannya, Mahfud menyatakan optimismenya. Namun, dikatakannya, hal itu juga bergantung pada keterangan saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan.

Ditandaskannya, bahwa berdasarkan berkas perkara yang dipelajarinya, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus tidak pernah membuat kesepakatan-kesepakatan dengan Anggota maupun Pimpinan DPRD Kota Mojokerto dalam proses pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Mojokerto.

"Kita lihat perkembangannya, karena untuk proses pemeriksaan akan tampak pada hasil pemeriksaan saksi-saksi. Sebab, kalau saya baca berkasnya, yang membuat kesepakatan bukan Wali Kota, tetapi Wakil Wali Kota pada saat pembahasan APBD di suatu hotel di Trawas, antara Tim Anggaran dan Tim Penyusun Anggaran dari Kota Mojokerto kemudian dengan Ketua DPR", tandas Mahfud, SH.

Diminta kepastiannya atas adanya sejumlah saksi diantara 50 lebih saksi yang akan dihadirkan JPU KPK yang nantinya bisa meringankan Terdakwa, Penasehat Hukum Terdakwa enggan menyebutkannya. Diungkapkannya, bahwa keterangan saksi bisa berubah. Pasalnya, kadang-kadang saksi memberikan kesaksian saat dalam keadaan tertekan ataupun dalam suasana ketakutan.

"Kita tidak bisa menyebutkan sekarang, karena kadang-kadang Berita Acara Pemeriksaan itu dibuat dalam keadaan tertekan atau dalam keadaan ketakutan itu kadang-kadang berbeda dengan apa yang disampaikan dalam persidangan. Sebab dalam persidangan itu kan lebih terbuka (karena) diketahui banyak orang. Berbeda dengan pemeriksaan di ruang penyidikan, apalagi di penyidikan KPK itu tidak boleh didampingi siapapun. Membawa alat tulis pun tidak boleh", ungkap Mahfud.

Mahfud menjelaskan, meski Putusan Sela Majelis Hakim meyatakan menolak atau tidak menerima Eksepsi Terdakwa yang diajukannya, pihaknya menilai, Majelis Hakim yang menangani persidangan perkara ini masih cukup baik. Pasalnya, selama ini Majelis Hakim selalu memberikan hak-hak kliennya.

"Terhadap putusan sela itu, hukum acaranya, kecuali mengenai kompetensi relatif ya, itu bandingnya diajukan bersama dengan pokok perkara, itu hukum acaranya. Jadi, kita tidak boleh mengajukan banding kecuali terhadap putusan yang di terima eksepsinya. Kalau itu (Red: eksepsi terdakwa) di terima berarti yang banding Jaksanya, karena pemeriksaannya kan akan dihentikan. Sementara Majelis Hakim cukup baik dalam memberikan pertimbangan, selalu memberikan hak-hak terdakwa dengan baik", pungkas Mahfud.


Sementara itu pula, saat diminta tanggapannya atas Putusan Sela Majelis Hakim yang menolak Nota Keberatan Terdakwa dan menerima Surat Dakwaan yang diajukannya, JPU KPK Tito Jaelani menyatakan sangat mengapresiasi Keputusan Sela Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman tersebut.

"Kami mengapresiasi Putusan Sela Majelis Hakim, dan memang Eksepsi Terdakwa yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa sudah melampaui ruang lingkup dari domain eksepsi itu sendiri", ujar JPU KPK Tito Jaelani saat dikonfirmasi wartawan, usai sidang.

Menurut JPU KPK Tito Jaelani, Surat Dakwaan yang diajukan oleh Tim JPU KPK, sudah disusun berdasarkan hasil penyidikan Tim Penyidik KPK yang telah menetapkan terdakwa Mas'ud Yunus sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

"Selain itu, dalam penyusunan atau perumusan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, untuk suatu dakwaan, sudah menjadi kelaziman dengan rumusan 'secara bersama-sama'. Begitu pula perumusan dalam Surat Dakwaan kami selaku Penuntut Umum", tegasnya.

Sayangnya, ketika di singgung soal kemungkinan adanya tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut, JPU KPK Tito Jaelani enggan memastikannya. 

"Yaa... ikuti sidangnya saja ya..., kan gak seru sidangnya nanti !? Mari kita ikuti saja dan kita awasi bersama acara persidangan. Tadi dalam sidang kan sudah disebut Majelis Hakim, kita diminta menjadwalkan agenda sidang dengan menghadirkan saksi-saksi yang saling berkaitan", kelit Tito Jaelani.

Terkait perintah Majelis Hakim agar mengadirkan saksi-saksi yang saling terkait, Tito menyatakan, bahwa pihaknya pun menyanggupi akan menghadirkan saksi-saksi yang saling berkaitan dalam sidang lanjutan yang akan di gelar pada Selasa 21 Agustus 2018 mendatang. Ditandaskannya, tanpa di perintah Majelis Hakim pun, pihaknya akan akan mengadirkan saksi yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

"Tentunya KPK juga ingin persidangan cepat selesai, salah-satu kuncinya adalah keterkaitan dari para saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Seperti di ruang sidang tadi, untuk persidangan pada Selasa tanggal 21 Agustus (2018) depan, akan dihadirkan saksi-saksi dari unsur Anggota Dewan. Sekitar 4 sampai 7 lah, tapi bisa juga lebih. Nanti akan kita diskusikan dulu dengan Tim JPU. Pokoknya, tolong kawal terus persidangan ini", tandasnya.


Sebagaimana diketahui, pada sidang perdana (ke-1) dengan terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto yang di gelar di ruang sidang Candra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur, pada Kamis 02 Agustus 2018 yang lalu, Tim JPU KPK yang beranggotan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin karniasari mendakwa, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 - 2018, diduga bersama-sama dan/atau mengetahui dan/atau menyetujui Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto, memberi suatu hadiah berupa uang atau janji-janji kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, agar mereka melakukan sesuatu atau tidak-melakukan sesuatu berkaitan dengan jabatan dan kewenanganny.

Dalam persidangan yang bergendakan pembacaan dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota non-aktif Mojokerto periode 2013 - 2018 ini, tampaknya KPK tidak hanya sebatas menjerat Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto, terpidana 2 tahun penjara Wiwiet Febriyanto, terpidana 4 tahun penjara Purnomo, terpidana 4 tahun penjara Umar Faruq dan terpidana 4 tahun penjara Abdullah Fanani saja. Melainkan, bisa jadi juga akan menjerat 22 orang Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya yang hingga sementara ini masih aman dan nyaman-nyaman saja.

Sebab, dalam Surat Dakwaan Nomor: 68/DAK.01.04/24/07/2018 atas terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 – 2018 yang dibacakan Tim JPU KPK dihadapan Majelis Hakim, Tim JPU KPK menyebutkan, bahwa 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 turut menerima uang suap itu. Bahkan, dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, Tim JPU KPK juga menyebut 22 nama Anggota DPRD Kota Mojokerto itu.

Selain menyebut 22 Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya turut menerima aliran uang suap, dalam pembacaan dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah tempat pertemuan atas terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi suap pembahasan P-APBD pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 yang menjerat terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dan 4 (empat) orang terpidana sebelumnya, serta pembagian uang Rp. 450 juta untuk seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto.

"Bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 - 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017 dan Jumat tanggal 16 juni 2017, bertempat di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Kota Mojokerto, di parkiran Restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, yang masing-masing termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp.150 juta dan Rp. 300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yang masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya, dengan maksud agar DPRD Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) tahun 2017, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, yang juga diataur dalam UU RI Nomor 28 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, dan Perubahan Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut", sebut Tim JPU KPK juga.

Saat itu, Tim JPU KPK menyebutkan pula, bahwa sejak pembahasan Rancangan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) TA 2016, terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto diduga juga menyetujui pemberian Tambahan Pengasilan (Tamsil) bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto agar mereka memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui Laporan  Pelaksanaan Program (LPP) APBD TA 2016.

"Terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan R-APBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000,- (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta Rupiah)", sebut Tim JPU KPK pula, saat itu.

Ditambahkannya, "Selain terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian fee berupa uang dari kegiatan Jaring Aspirasi Masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap. Yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp. 573 juta", tambahnya.

Lebih jauh, saat itu, secara bergantian Tim JPU KPK memaparkan kronogis peristiwa perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. "Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Wali Kota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp. 65 juta per-tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017", papar Tim JPU KPK saat itu.

Saat itu, dipaparkannya pula terkait kesanggupan  terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto soal pemberian penghasilan tambahan bagi 22 Anggota dan 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. "Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang Anggota DPRD masing-masing sebesar Rp. 65 juta per-tahun, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp. 70 juta per-tahun dan Ketua sebesar Rp. 80 juta per-tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenaan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 hingga 8 persen dari nilai anggaran Rp. 26 miliar", papar Tim JPU KPK pula, saat itu.

Selanjutnya, lanjut Tim JPU KPK saat itu, terdakwa Mas'ud Yunus bertemu di sebuah apartemen dikawasan Kelapa Gading - Jakarta Utara. Dimana, dalam pertemuan itu terdakwa Mas'ud Yunus melakukan pembicaraan menyangkut kepastian realisasi penghasilan tambahan bagi Anggota dan Pimpinan Dewan. “Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk 'tiarap' terlebih dahulu", lanjutnya, saat itu.

Lebih jauh lagi, dalam pembacaan dakwaannya, saat itu Tim JPU KPK membeberkan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per-tahun juga pemberian komitmen fee 7% - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada 22 Anggota maupun 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang disepakati sebelumnya.

Disisi lain, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu adanya penundaan pembayaran sebagian kegiatan di Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp.13 miliar. Yang mana, hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp. 38,568 milliar menjadi Rp. 25.568 miliar yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

JPU KPK juga membeberkan adanya kekeliruan pencatuman plot nama mata penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Kota Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 sebesar sebesar Rp. 13.0096.913.000,- karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Padahal, supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017, maka dalam pertemuan antara terdakwa Mas'ud Yunus dengan 3 terpidana Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada tanggal 5 Juni 2017 di rumah dinas Wali Kota Mojokerto, terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto memanggil Wiwiet Febryanto dalam pertemuan itu.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa (Mas'ud Yunus) kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas dan uang triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD", beber JPU KPK dalam pembacaan surat dakwaannya, saar itu.

Menindak-lanjuti arahan terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto itu, lanjut Tim JPU KPK dalam dakwaannya, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD Kota Mojokerto untuk membicarakan rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per-triwulan serta uang komitmen fee proyek Jasms 2017.

"(Saat itu) Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk dua triwulan pertama, yakni sejumlah Rp. 790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp. 500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu uang komitmen fee proyek Jasmas sejumlah Rp. 500 juta. Untuk itu, Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV. Bintang Persada dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, yang akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017”, lanjut Tim JPU KPK saat itu.

Ditandaskannya, “Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp. 380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp. 150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee proyek Jasmas dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp. 350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017", tandas JPU KPK saat itu

Saat itu, TIM JPU KPK juga menguraikan kronologis pembagi-bagian uang komitmen fee pyoyek Jasmas pemberian Wiwiet Febryanto pada 10 Juni 2017 siang sebesar Rp. 150 juta. Dimana, setelah menerima uang sejumlah Rp. 150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 5 juta sebagai bagiannya. Sedangkan untuk Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebesar Rp. 12 juta sebagai bagiannya serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp. 15 juta sebagai bagiannya, yang kronologisnya peristiwanya diuraikan dengan cara:

1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp. 57.500.000,- kepada Umar faruq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp. 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp. 5 juta sebagai bagiannya, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), M. Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Odik Prayitno (PKS), Riha Mustofa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp. 5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdullah Fanani di rumahnya di jalan Surodinawan Kota Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp. 37.500.000,-. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp. 10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaroh (Fraksi PKB). Setelah itu, Abdullah Fanani juga menyerahkan uang sejumlah Rp. 15 juta kepada Sony Basoeki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), untuk Sony Basuki Rahardjo, Hardyah Santy dan Anang Wahyudi. 

Sedangkan sisanya, dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp. 5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliyat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp. 15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) untuk Edwin Indrapraja, Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 malam sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp. 500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastit berisi uang sebesar Rp. 300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto", urai Tim JPU KPK dalam dakwaannya, saat itu.

Di hari yang sama, lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya saat itu, pada tanggal 16 Juni 2017 malam sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Faruq menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 yang sekaligus tindak-lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, bahwa dirinya telah menerima uang sejumlah Rp. 300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Atas kabar itu, Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya.

Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp. 300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.

Pada hari Jum'at tanggal 16 Juni 2017 Sekitar pukul 23.00 WIB, Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp. 300 juta yang telah diserahkannya melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada tengah-malam, hari Jum'at tanggal 16 Juni 2017 setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut", lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya, saat itu.

Tim JPU KPK menegaskan, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah Rp. 150 juta dan Rp. 300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya  dengan maksud agar Pimpinan serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui Laporan Pelaksanaan Program (LPP) APBD Dinas PUPR TA 2017 maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017, bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 373 huruf b dan huruf g jucnto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), Pasal 49 huruf b dan huruf g Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, Pasal 14 angka 2 dan angka 5 dan Pasal 15 ayat (2), serta Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto

“Perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHA Pidana", tegas JPU KPK diakhir surat dakwaannya, Kamis (02/08/2018) yang lalu.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) atas perkara tersebut berdasar pada fakta persidangan yang muncul saat persidangan 4 (empat) tersangka sebelumnya, serta hasil pengembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi memberi suatu hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang dalam hal ini Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan P-ABD pada Dinas PUPR Mojokerto Tahun Anggaran 2017.

Dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) oleh KPK melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan KPK merilisnya secara resmi pada 23 Nopember 2017 malam sekitar 22.00 WIB.

Menyusul, dilakukannya pemeriksaan perdana terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) dalam perkara tersebut pada Senin 4 Desember 2017 yang silam. Dilanjutkan dengan agenda  pemeriksaan ke-2 sebagai tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Jum'at 12 Januari 2018. Namun, diduga karena suatu hal, agenda pemeriksaan ke-2 itu batal.

Disusul agenda pemeriksaan ke-3 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka pada Selasa 23 Januari 2018 dan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ke-4 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka ke-5 dalam dugaan perkara tersebut pada Rabu 7 Pebruari 2018 yang lalu.

Hingga pada agenda pememeriksaan ke-5 sebagai tersangka pada Rabu 9 Mei 2018 yang lalu, setelah diperiksa didalam ruang pemeriksaan penyidik KPK selama 7 jam lebih, begitu keluar dari ruang pemeriksaan, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sudah memakai rompi khas tahanan KPK warna orange dan dibawa petugas KPK ke Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Cabang KPK di Jakarta Timur. Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditahan KPK untuk 20 (dua puluh) hari kedepan terhitung Rabu 9 Mei 2018. 

Perkara tersebut mencuat kepermukaan, setelah Tim Satgas Penindakan KPK mengungkapnya dalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jum't (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Dimana, dalam OTT tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto, yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim.

Selanjutnya, Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, ke 6 orang itu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di markas KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan. Saat itu, KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang tunai dalam pecahan rupiah berjumlah Rp. 470 juta.

Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan secara intensif di markas KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, 4 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dari PDI-Perjuangan, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dari PAN dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dari PKB dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Keempatnya sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Yang mana, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto sesuai tuntutan JPU KPK, yakni berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Sedangkan terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDI-Perjuangan, terhadap Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PAN dan terhadap Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PKB, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis yang sama. Yakni, masing-masing dijatuhi hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-3 Terdakwa Walikota Non Aktif Mojokerto, JPU KPK :  Eksepsi Terdakwa Jauh Melangkah Ke Proses Pembuktian
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta