Kamis, 08 November 2018

Identik Rapat Tingkat Nasional, DPRD Kota Mojokerto Hapus Istilah Paris

Baca Juga

Sekretaris DPRD Kota Mojokerto, Mokhamad Effendy.

Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Setelah berjalan sekian lama, DPRD Kota Mojokerto menghapus kegiatan rapat Paripurna Istimewa (Paris). Dengan begitu, agenda kegiatan rapat Paris tidak lagi muncul dalam agenda kerja DPRD Kota Mojokerto mendatang.

“Istilah rapat Paris kini di hapus. Selanjutnya, dalam Tatib (Red: tata tertib) baru, rapat paripurna hanya ada dua. Yakni Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan dan Rapat Paripurna pengumuman", terang Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Mokhamad Effendy, Kamis (08/11/2018).

Mokhamad Effendy menjelaskan, istilah Paris identik dengan rapat untuk momen nasional dan lokal, seperti sebutan Hari Kemerdekaan RI dan Hari Jadi Kota Mojokerto. Hal itu, mengacu pada Tatib baru DPRD juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

"PP Nomor 12 Tahun 2018 yang diundangkan 16 April 2018 tersebut mengganti dan mencabut PP Nomor 16 Tahun 2010 yang menjadi acuan penyusunan Tatib DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014. Sedangkan Tatib baru yang telah selesai dirombak pekan lalu, saat ini tengah dikonsultasikan ke Pemprov Jawa Timur", jelasnya.

Ditegaskannya, dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 juga mengatur soal penunjukan Plt Pimpinan Dewan jika salah seorang Pimpinan Dewan sedang menjalani masa tahanan lebih dari 30 hari. Terkait hal ini, pimpinan Parpol (partai politik) asal Pimpinan Dewan yang berhalangan sementara mengusulkan salah-seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang sama sebagai Plt Pimpinan Dewan kepada Pimpinan DPRD . Ketentuan itu juga berlaku jika yang tersandung masalah seluruh pimpinan Dewan.

“Jadi, untuk mengisi kekosongan kursi Pimpinan Dewan tidak lagi menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrach", tegas Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Mokhamad Effendy.

Menurut Mokhamad Effendy, dalam tatib baru, pembahasan APBD tidak lagi melibatkan seluruh anggota Dewan, namun kewenangan itu sekarang ada di tangan Badan Anggaran (banggar) Dewan. Sedangkan keanggotaan anggota Banggar, diusulkan oleh masing-masing Fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam Komisi.

"Keanggotaan salah satu alat kelengkapan Dewan, Ketua dan wakil ketua DPRD juga sebagai Pimpinan Banggar dan merangkap anggota. Maka, sekarang ini pembahasan R-APBD maupun P-APBD dilakukan Banggar dan Tim Anggaran (Timran) eksekutif saja", pungkasnya.

Terpisah, di konfirmasi tentang hal tersebut, Deny Novianto, politisi Partai Demokrat yang menjabat Ketua Bapemperda DPRD Kota Mojokerto ini menjelaskan, bahwa Tatib baru DPRD yang mengatur kekuatan anggota Banggar hanya separuh dari jumlah keseluruhan anggota Dewan berpotensi munculnya kendala tatkala hasil pembahasan antara Banggar dengan Timran digelar dalam rapat gabungan Komisi.

"Aturan dalam Rapat Gabungan Komisi, jumlah yang hadir dinyatakan kuorum jika dihadiri paling sedikit tiga per empat dari jumlah keseluruhan Anggota Gabungan Komisi dan dengan jumlah keseluruhan anggota dari tiga Komisi yang ada, yakni 22 orang. Maka, agar kuorum, harus dihadiri paling sedikit 17 anggota Dewan. Lalu, pertanyaannya, anggota Dewan yang bukan anggota Banggar dalam Rapat Gabungan Komisi itu sebagai apa? Apa hanya menjadi pendengar saja. Padahal esensi rapat itu ya berpendapat", jelas Deny dengan nada penuh tanya. *(Di/HB)*