Baca Juga

Mantan Dirut Sarana Jaya saat menjalani sidang dakwaan perkara dugaan TPK pengadaan lahan tanah di kawasan Munjul Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, Kamis 14 Oktober 2021, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang perdana terdakwa Yoory Corneles selaku Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan lahan tanah di kawasan Munjul Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta digelar hari ini, Kamis 14 Oktober 2021, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.
Persidangan dengan agenda Pembacaan Surat Dakwaan ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa, Yoory Corneles selaku Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles didakwa memperkaya diri sendiri dan merugikan negara Rp 152.565.440.000,–
"Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar dan korporasi PT. Adonara Propertindo telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yaitu Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT. Adonara Propertindo sebesar Rp. 152.565.440.000,– (seratus lima puluh dua miliar lima ratus enam puluh lima juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 152.565.440.000,– (seratus lima puluh dua miliar lima ratus enam puluh lima juta empat ratus empat puluh ribu rupiah)", ujar JPU KPK Takdir Suhan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Kamis (14/10/2021).
Tim JPU KPK mengatakan, meski pun kesimpulan konsultan tanah atas lahan tanah di kawasan Munjul Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur tersebut tidak bisa digunakan untuk program 'Hunian DP 0 rupiah', namun, Yoory Corneles selaku Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya tetap membeli lahan tanah itu dan diperuntukkan untuk Program Rumah DP 0 (nol) rupiah.
Membacakan Surat Dakwaan, Tim JPU KPK membeberkan kronologis negosiasi Yoory selaku Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya dengan Anja Runtuwene selaku beneficial owner PT. Adonar Propertindo dan penanda-tanganan 25 PPJB atas lahan tanah di Munjul tersebut.
Tim JPU KPK pun membeberkan, Yoory Corneles selaku Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya menanda-tangani pembelian lahan tanah di Munjul senilai Rp. 217.989.200.000,– (dua ratus tujuh belas miliar sembilan ratus delapan puluh sembilan juta dua ratus ribu rupiah). Dari nilai uang sebesar itu, Yoory membayar 50 % (lima puluh persen)-nya setara Rp. 108.994.600.000,– (seratus delapan miliar sembilan ratus sembilan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah) ke Anja Runtuwene.
"Padahal, kajian yang menyeluruh, seperti aspek bisnis, legal dan teknis serta penilaian appraisal, belum dilakukan", bener Tim JPU KPK membacakan Surat Dakwaan dalam persidangan, Kamis (14/10/2021).
Dibeberkannya pula, kelengkapan formalitas atas pembayaran itu baru dibuat pada 9 April 2019. Yang mana, Tommy Adrian selaku Direktur PT. Adonara Propertindo meminta bantuan staf marketing pada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi agar dibuatkan appraisal (estimasi) atas lahan tanah di Munjul itu dengan harga di atas Rp. 7 juta per meter-persegi.
Kemudian, pada 12 April 2019, staf marketing KJPP Ucu Samsul Arifin membuat pre-appraisal dengan analisis perhitungan tanah sebesar Rp. 6.122.200,– per meter-persegi. Ternyata hasilnya lahan di kawasan Munjul Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur itu tidak bisa dikembangkan menjadi proyek 'Hunian DP 0 (nol) Rupiah'.
"Pada tanggal 12 April 2019, Ucu Samsul Arifin membuat re-appraisal dengan analisis perhitungan untuk harga tanah sebesar Rp. 6.122.200,– (enam juta seratus dua puluh dua ribu dua ratus rupiah per meter-persegi. Namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk jalan utama. Sehingga, kesimpulannya tanah di Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek 'hunian DP 0 (nol) rupiah'. Laporan tersebut dalam bentuk file dikirimkan Ucu Samsul melalui aplikasi WhatsApp kepada Tommy Adrian", beber JPU KPK Sisca Carolina Karubun membacakan Surat Dakwaan.
Tim JPU KPK mengungkapkan, kesimpulan yang sama juga disampaikan oleh tim investasi Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Bahwa, pada Juni 2019, tim investasi juga menyampaikan, 73 persen lahan tanah di Munjul itu berada dalam zona hijau rekreasi sehingga tidak sesuai dengan peruntukan.
"Pada Juni 2019, tim investasi PPSJ menyampaikan hasil kajian kepada Terdakwa bahwa 73 persen lahan tanah Munjul yang dibeli PPSJ dari PT Adonara Propertindo tersebut berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan sehingga tidak sesuai peruntukan sebagaimana Pasal 632 s.d. Pasal 633 Perda No 1 Tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan berzonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi rusunami (hunian vertikal)", ungkap JPU KPK Sisca Carolina Karubun.
Lebih lanjut, Tim JPU KPK memaparkan, bahwa atas kajian tersebut, Yoory Corneles memerintahkan anak buahnya bernama Indra S Arharrys dan Yadi Robby melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa appraisal konsultan penilai agar permasalahan zona hijau dapat diatasi dan harga tanah disesuaikan dengan harga yang telah dibayarkan Sarana Jaya. Perintah tersebut kemudian ditindak-lanjuti Indra dan Yadi.
"Indra S. Arharrys dan Yadi Robby menindak-lanjuti dengan mempergunakan file pre-appraisal dari Tommy Adrian yang diterima melalui aplikasi WhatsApp. Selanjutnya diteruskan kepada Farouk Maurice Arzby (Junior Manager PPSJ) untuk berkoordinasi dengan Wisnu Junaidi selaku konsultan penilai sebagai bahan pembuatan appraisal resmi. Wisnu Junaidi diminta mengeluarkan target angka/harga tanah di Munjul Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Jakarta Timur dengan harga di atas Rp. 5.200.000,– (lima juta dua ratus ribu rupiah) per meter-persegi sesuai dengan harga yang telah dibayarkan oleh PPSJ kepada Anja Runtuwene serta diminta menerbitkan laporan hasil penilaian (appraisal) bertanggal mundur (backdate)", papar Tim JPU KPK.
"Namun, Wisnu Junaidi menolak permintaan itu, karena penilaian kewajaran harga lahan tanah di Munjul hanya berada di kisaran harga Rp. 2.600.000,– (dua juta enam ratus ribu rupiah) per meter-persegi sampai dengan Rp. 3.000.000,– (tiga juta rupiah) per meter-persegi dengan pertimbangan 25 sertifikat dan girik tanah yang sporadik (tidak berada dalam satu hamparan), lokasi lapak tanah juga bukan berada di jalan utama dan berbeda jauh dengan harga pasaran lahan tanah di wilayah sekitarnya", lanjut Tim JPU KPK.
Atas penolakan Wisnu Junaidi, Yoory kemudian kembali memerintah Indra dan Yadi untuk mencari KJPP lain yang sanggup memberikan penilaian harga tanah di angka sekitar Rp. 6.100.000,– (enam juta seratus ribu rupiah) per meter-persegi dan membuat tanggal laporan penilaian dibuat mundur sebelum tanggal negosiasi. Akhirnya, disepakati menggunakan jasa KJPP Wahyono Adi selaku konsultan appraisal yang pernah dipergunakan PT. Adonara Propertindo.
"Selanjutnya, Yoory menunjuk Wahyono Adi pada September 2019 sebagai pelaksana penilaian (appraisal) berupa lahan tanah di Munjul dengan administrasi seolah-olah pembuatan appraisal dilakukan sebelum tanggal ditanda-tanganinya PPJB dan pembayaran dari PPSH kepada Anja Runtuwene. Wahyono kemudian membuat surat permohonan kepada Sarana Jaya yang juga dibuat tanggal mundur dan Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang tanggalnya juga dibuat mundur. Demikian pula laporan final hasil penilaian, dibuat mundur pada bulan April 2019", papar Tim JPU KPK juga.
Membacakan Surat Dakwaannya, Tim JPU KPK menjelaskan, laporan final hasil penilaian itu dibuatkan penilaian atas harga lahan tanah di Munjul dengan harga Rp. 6,1 juta per meter persegi. Atas laporan fiktif itu, Wahyono Adi mendapat uang Rp. 53.504.000,–
Setelah selesai urusan laporan penilaian itu, Sarana Jaya menerima pencairan PMD dari Pemprov DKI terkait lahan itu. Yakni, pada 10 Desember 2019, Sarana Jaya menerima Rp. 350 miliar dan pada 18 Desember 2019 Sarana Jaya kembali menerima PMD tahap II sebesar Rp. 450 miliar, sehingga Sarana Jaya mendapat PMD Rp. 800 miliar.
"PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1684 Tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun Anggaran 2019, yang salah-satu peruntukannya adalah untuk proyek Hunian DP 0 Rupiah", jelas Tim JPU KPK.
Setelah dana cair, Direktur PT. Adonara Propertindo Tommy Adrian meminta Yoory Corneles melakukan pembayaran tahap dua atas lahan tanah di Munjul. Yoory kemudian membayarkan sisa 50 persennya lagi dengan cara bertahap, yaitu 20 persen dulu, kemudian sisanya 30 persen langsung dibayar.
"Terdakwa mengetahui, bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek 'hunian DP 0 rupiah', namun tetap menyetujui pembayaran sisa pelunasan, sehingga PPSJ menransfer pembayaran tahap II tanah Munjul ke rekening atas nama Anja Runtuwene secara bertahap sebanyak dua kali pembayaran. Yang mana, masing-masing ditransfer sejumlah Rp. 21.798.000.000,– (dua puluh satu miliar tujuh ratus sembilan puluh delapan juta rupiah) sehingga total dua kali pembayaran itu Rp. 43.596.000.000,– (empat puluh tiga miliar lima ratus sembilan puluh enam juta rupiah)", jelas Tim JPU KPK juga.
Tim JPU KPK menegaskan, PT. Adonara Propertindo menerima pembayaran dari Sarana Jaya atas lahan itu total sebesar Rp. 152.565.440.000,– (seratus lima puluh dua miliar lima ratus enam puluh lima juta empat ratus empat puluh ribu rupiah). Uang itu telah digunakan Anja Runtuwene untuk keperluan operasional perusahaan dan keperluan pribadinya. Ditegaskannya pula, bahwa lahan tanah di Munjul itu tidak memiliki manfaat, karena tidak bisa digunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih ke Sarana Jaya, sehingga negara dirugikan Rp. 152.565.440.000,– (seratus lima puluh dua miliar lima ratus enam puluh lima juta empat ratus empat puluh ribu rupiah).
"Bahwa pembayaran dari PPSJ atas pembelian tanah di Munjul Pondok Rangon tersebut tidak mempunyai nilai manfaat, karena tidak bisa dipergunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih kepada PPSJ, sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara/ daerah yang bersifat total lost sebesar Rp. 152.565.440.000,– (seratus lima puluh dua miliar lima ratus enam puluh lima juta empat ratus empat puluh ribu rupiah)", tegas Tim JPU KPK.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakan secara bergantian itu, Tim JPU KPK juga mengungkap bahwa Yoory Corneles pernah meminta PT. Adonara Propertindo membiayai doorprize di HUT PPSJ ke-37. Atas permintaan Yoory tersebut, PT Adonara memberikan 3 (tiga) unit sepeda motor untuk doorprize HUT PPSJ ke-37.
"Bahwa pada bulan April 2019, Terdakwa meminta kepada Tommy Adrian agar PT. Adonara Propertindo memberikan sejumlah uang untuk doorprize acara HUT PPSJ ke-37. Rudy Hartono menyetujui pengeluaran dana PT Adonara Propertindo untuk pembelian dua unit sepeda motor merek Honda seharga Rp. 56.878.000 dan pembelian 1 (satu) unit sepeda motor merek Yamaha seharga Rp. 27.440.000", ungkap Tim JPU KPK.
Terhadap terdakwa Yoory Corneles, Tim JPU KPK mendakwakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesis Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*