Baca Juga
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi keterangan tentang penetapan Tersangka dan penahanan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (22/09/2021) malam.
Adapun Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur adalah merupakan Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.
"Hari ini (Jum'at 19 November 2021) Tim Jaksa menerima pelimpahan Tersangka dan barang bukti (tahap II) tersangka AZR dari Tim Penyidik karena kelengkapan berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap", terang Pelaksana-tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya tertulisnya di Jakarta Selatan, Jum'at (19/11/2021).
Ipi Maryati menjelaskan, sementara ini penahanan Anzarullah masih tetap dilakukan oleh Tim Jaksa Penuntut selama 20 hari ke depan terhitung mulai 19 November 2021 hingga 8 Desember 2021 di Rutan KPK Kavling C1.
"Dalam waktu 14 hari kerja, Tim Jaksa segera menyusun Surat Dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kendari", jelas Ipi Maryati.
Dalam perkara ini, pada Rabu (22/09/2021) malam, KPK telah menetapkan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur sebagai Tersangka.
Dalam konferensi pers tentang penetapan Tersangka dan penahanan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur serta Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Rabu (22/09/2021) malam, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membeber konstruksi perkara tersebut.
Bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) dan Dana Siap Pakai (DSP) pada periode Maret hingga Agustus 2021.
Kemudian, pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di kantor BNPB Jakarta.
Pemkab Kolaka Timur kemudian memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp. 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp. 12,1 miliar.
KPK menduga, Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur kemudian diduga meminta ke Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur agar proyek-proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut dikerjakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu pengurusan dana hibah tersebut.
Hal itu, agar dana hibah tersebut segera cair ke Pemkab Kolaka Timur. Khususnya terkait paket belanja jasa konsultansi perencanaan proyek 2 (dua) jembatan di Kecamatan Ueesi senilai Rp. 714 juta dan belanja jasa konsultasi perencaaan proyek pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp. 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur diduga menyetujui permintaan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur tersebut dan diduga sepakat akan memberikan fee kepada Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur sebesar 30 % (persen).
KPK menduga, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur kemudian diduga memerintahkan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur untuk berkoordinasi dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar bisa memroses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE, sehingga perusahaan milik Anzarullah atau grupnya dimenangkan dan ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
KPK pun menduga, sebagai realisasi kesepakatan tersebut, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur diduga meminta uang sebesar Rp. 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarulalh tersebut.
“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp. 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari. Namun sebelum uang itu berpindah tangan, keduanya ditangkap (melalui OTT) KPK", beber Nurul Ghufron.
AZR selaku Tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan AMN selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*