Senin, 01 November 2021

KPK Periksa Pejabat BNPB Terkait Korupsi Dana Hibah Kolaka Timur

Baca Juga


Logo di Gedung KPK.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jarwansyah. Ia akan akan diperiksa atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (01/11/2021).

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, Jarwansyah diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Bupati non-aktif Kolaka Timur Andi Merya Nur dan mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah.

"Jarwansyah dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengajuan dana rehabilitasi dan rekonstruksi untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur", terang Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (01/11/2021).

Dalam perkara ini, pada Rabu (22/09/2021) malam, KPK telah menetapkan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur sebagai Tersangka.

Dalam konferensi pers tentang penetapan Tersangka dan penahanan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur serta Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Rabu (22/09/2021) malam, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membeber konstruksi perkara tersebut.

Bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) dan Dana Siap Pakai (DSP) pada periode Maret hingga Agustus 2021.

Kemudian, pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di kantor BNPB Jakarta. 

Pemkab Kolaka Timur kemudian memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp. 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp. 12,1 miliar.

KPK menduga, Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur kemudian meminta ke Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur agar proyek-proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut dikerjakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu pengurusan dana hibah tersebut. 

Hal itu, agar dana hibah tersebut segera cair ke Pemkab Kolaka Timur. Khususnya terkait paket belanja jasa konsultansi perencanaan proyek 2 (dua) jembatan di Kecamatan Ueesi senilai Rp. 714 juta dan belanja jasa konsultasi perencaaan proyek pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp. 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.

Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur diduga menyetujui permintaan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur sebesar 30 % (persen).

KPK menduga, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur kemudian memerintahkan Anzarullah selaku Keoala BPBD Kabupaten Kolaka Timur untuk berkoordinasi dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar bisa memroses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE, sehingga perusahaan milik Anzarullah atau grupnya dimenangkan dan ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.

KPK menduga, sebagai realisasi kesepakatan tersebut, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur diduga meminta uang sebesar Rp. 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarulalh tersebut.

“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp. 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari. Namun sebelum uang itu berpindah tangan, keduanya ditangkap KPK", beber Nurul Ghufron.

AZR selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan AMN selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*