Kamis, 23 Desember 2021

Sidang Lanjutan Azis Syamsuddin, Rita Bersaksi Peran Azis Dan AKP Robin Bisa Urus Kasusnya Di KPK

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang lanjutan perkara dugaan TPK suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin, Kamis 23 Desember 2021, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara di Lampung Tengah yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin kembali digelar hari ini, Kamis 23 Desember 2021, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Sidang beragenda 'Mendengarkan Keterangan Saksi' kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan mantan Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju, advocad Maskur Husain dan mantan Bupati Kutai Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Ketiganya hadir sebagai saksi untuk terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin yang didakwa memberi suap senilai Rp. 3,099 miliar dan 36.000 dolar AS atau total sekitar Rp. 3,619 miliar kepada AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK dan rekannya advokat Maskur Husain.

Dalam persidangan, mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari di antaranya bersaksi, bahwa mantan Wakil Ketua DPR Mohammad Azis Syamsuddin pernah mengunjunginya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang bersama Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju.

"Setelah pertemuan September lalu, ketemu lagi November di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Tangerang, di hari ulang tahun saya. Tidak ada perayaan, hanya teman-teman saja. Saat itu, selain Pak Azis ada Pak Robin (AKP Stepanus Robin Pattuju) juga", kata Rita Widyasari dalam persidangan di  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Kamis (23/12/2021).

Rita mengaku mengenal AKP Stepanus Robin Pattuju karena telah dikenalkan Azis sebelumnya di Lapas Tangerang pada September 2020.

"Saat itu saya diperkenalkan 'Ini Bu Rita, mantan Bupati Kutai Kartanegara', lalu Pak Robin menunjukkan 'bet-nya'. Saya kaget, saya lihat sekilas Penyidik KPK", ungkap Rita.

Di antara kesaksiannya, mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari pun  menyatakan, bahwa Robin sebagai orang yang bisa membantu Rita mengurus kasusnya di KPK.

"Katanya, 'kalau ada apa-apa bisa dibantu sama beliau'. Maksudnya Pak Robin bisa urus PK (Peninjauan Kembali)", ungkapnya pula.

Beberapa hari kemudian, lanjut Rita Widyasari, AKP Stepanus Robin Pattuju kembali datang ke Lapas Tangerang bersama rekannya, Maskur Husain. Saat itu, AKP Robin dan Maskur menyampaikan kliping dokumen soal klien-klien yang berhasil dibantu.

"Saya tidak minta bantuan, Pak Robin yang datang, Pak Robin datang dengan Maskur di Lapas Tangerang tanpa saya minta. Salah satu yang saya paling ingat bupati Malinau yang kasusnya berapa triliun bisa di-cut. Syaratnya kalau mau dibantu harus setop pengacara lama saya, dan buat kuasa baru ke Maskur dan ada lawyer fee Rp 10 miliar", lanjutnya.

Rita menerangkan, uang Rp. 10 miliar  tersebut untuk membantu mengembalikan 19 asetnya yang disita KPK dan pengurusan Peninjauan Kembali (PK) Rita.

"Tapi saya sampaikan, kalau uang saya tidak ada, jadi saya sampaikan ke Terdakwa (Azis Syamsuddin), saya tidak ada uang, bisa nanti dibicarakan saja. Saya sampaikan ke Robin dan Maskur, saya hanya ada aset dan kalau bisa bantu, bisa carikan uang dari aset-aset ini, lalu saya berikan sertifikat aset saya", terang Rita.

Rita juga menerangkan, bahwa ia kemudian menyerahkan 3 (tiga) sertifikat aset miliknya, yaitu 2 rumah di Bandung dan 1 apartemen di Sudirman Park Jakarta. Rita pun menerangkan, ia berterus-terang ke Azis Syamsuddin bahwa tidak punya uang untuk menyewa pengacara untuk mengurus kasusnya.

"Saya sampaikan vulgar saja ke beliau (Azis Syamsuddin), face to face, bahwa saya tidak punya uang. Lalu Pak Azis mengatakan, 'Bisalah dibicarakan dengan Pak Robinnya'. Lalu saya pikir, saya ada aset", terang Rita juga.

Beberapa waktu kemudian, Rita dilapori AKP Robin, bahwa dia berhasil menemukan 'pendana' yang bersedia meminjamkan uang dengan jaminan 3 (tiga) sertifikat yang merupakan aset milik Rita. Pendana tersebut adalah Usman Effendy.

"Beliau sampaikan Pak Usman lagi bermasalah di KPK, beliau bantu saya, sedikit mengancam sebenarnya, kemudian orang Pak Robin bawa perjanjian ke (Lapas) Tangerang. Saya pinjam uang Rp. 2,5 miliar yang harus dikembalikan Rp. 5 miliar dalam waktu 3 bulan, tapi saya katakan tidak mungkin. Lalu saya minta diganti jadi 6 bulan, lalu saya setuju karena Robin dan Maskur mengatakan urusan saya ini 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan akan selesai", jelas Rita.

Diketahui, mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari saat ini sedang menjalani sanksi pidana 10 tahun penjara sejak tahun 2017 karena dinilai Majelis Hakim terbukti menerima uang gratifikasi Rp. 110.720.440.000,– terkait perijinan dan proyek pada dinas di Pemkab Kutai Kertanegara.

Selain itu, Rita Widyasari juga merupakan Tersangka perkara dugaan Tndak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang tengah disidik KPK.

Dalam persidangan ini, mantan Wakil Ketus DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin didudukkan sebagai Terdakwa. Azis didakwa telah memberi suap kepada AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK dan rekannya advocad Maksur Husain sekitar Rp. 3,6 miliar.

Tim JPU KPK mendakwa, Muhammad Azis Syamsuddin memberi suap tersebut dengan maksud supaya AKP Robin selaku Penyidik KPK membantu mengurus perkara di lingkungan Pemkab Lampung Tengah yang sedang diselidiki KPK agar namanya dan Aliza Gunado tidak dijadikan Tersangka.

Atas perbuatannya, Muhammad Azis Syamsuddin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*