Selasa, 13 September 2022

KPK Sudah Kirim Ulang Panggilan Pemeriksaan Mantan KSAU Agus Supriatna

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengirim ulang panggilan pemeriksaan kepada mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna. Agus dijadwalkan ulang akan menjalani pemeriksaan sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW) -101.

 Pemeriksaan terhadap Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna akan dilakukan oleh Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Kamis 15 September 2022.

“Tim Penyidik sudah berkirim surat panggilan kedua kepada saksi Agus Supriatna untuk hadir pada hari Kamis 15 September 2022 di Gedung Merah putih KPK", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/09/2022).

Pemanggilan ulang kepada mantan KASAU Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna itu untuk diminta memberi keterangan sebagai Saksi pekara dugaan (TPK) pengadaan helikopter angkut AW-101 yang telah menjadikan Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT. Karsa Cipta Gemilang (KCG) sebagai Tersangka.

KPK berharap, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal (Purn.) Agus Supriatna bersikap kooperatif dengan menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK sebagai bentuk ketaatannya terhadap hukum.

"Silakan nanti jelaskan di hadapan Tim Penyidik jika merasa tidak dapat diperiksa atau tidak sesuai ketentuan undang-undang", ujar Ali Fikri.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK telah memanggil mantan KSAU Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna dan Marsda TNI AU (Purn) Supriyanto Basuki dalam penyidikan pekara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Keduanya diagendakan akan diperiksa sebagai Saksi perkara tersebut di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Kamis 08 September 2022. Namun, keduanya mangkir dari panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK tersebut 

"Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan. Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para Tersangka", terang Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (09/09/2022).

Ali menadaskan, keterangan dari kedua Saksi tersebut penting dalam proses penyidikan perkara dugaan TPK pengadaan heli angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017 yang tengah ditangani KPK. Ditandaskanya pula, bahwa keterangan dari pihak-pihak yang dipanggil KPK akan membuat terangnya perkara dugaan tindak pidana Korupsi yang diduga dilakukan Tersangka.

"Keterangan kedua Saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan, sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para Tersangka", tandas Ali Fikri.

Sementara itu, Kuasa Hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna membantah kliennya disebut tidak kooperatif terhadap panggilan pemeriksaan sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017 yang dilayangkan oleh Tim Penyidik KPK

Pahrozi selaku Kuasa Hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna menegaskan, bahwa surat panggilan KPK terhadap kliennya itu bertentangan dengan hukum, sehingga kliennya tidak memenuhi panggilan tersebut.

"Jawaban kami singkat saja, tidak benar klien kami tidak koperatif. Yang benar, surat panggilan KPK terhadap Saksi dimaksud bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga klien kami tidak dapat memenuhi panggilan tersebut", tegas Pahrozi dalam keterangannya, Senin (12/09/2022).

Dijelaskan Pahrozi, bahwa saat hari pemanggilan Agus Supriatna, yakni pada Kamis (08/09/2022) lalu, pihaknya telah mengirimkan surat ke KPK. Dijelaskan Pahrozi pula, bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan Kasatgas yang menangani perkara AW-101.

"Selanjutnya, Tidak koperatif itu tidak-benar, karena pada hari pemanggilan kami sudah bersurat kepada KPK dan komunikasi dengan Kasatgas perkara ini", jelas Pahrozi.

KPK sebelumnya telah menghimbau mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna agar kooperatif atas surat panggilan Tim Penyidik KPK. Agus Supriatna dipanggil Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan  helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Sebagaimana diketahui, KPK sebelumya menjelaskan, bahwa Tim Penyidik KPK telah memanggil mantan KSAU Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna sebagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Mantan KSAU Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS). Irfan merupakan pihak swasta yang telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK dalam perkara tersebut.

"Hari ini (Jum'at 09 September 2022), pemeriksaan Saksi TPK dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (TNI AU) tahun 2016–2017 untuk tersangka IKS. Pemeriksaan dilakukan di kantor KPK, atas nama Agus Supriatna, purnawirawan TNI", jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jum'at (09/09/2022).

Ditegaskan Ali Fikri, selain mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Tim Penyidik KPK juga memanggil seorang purnawirawan TNI AU Marsekal Muda Supriyanto Basuki. Keduanya dijadwalkan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengungkapkan, dalam perkara TPK pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (TNI AU) tahun 2016–2017 ini, Tim Penyidik KPK telah memblokir rekening bank senilai Rp. 139,4 miliar milik PT. Diratama Jaya Mandiri (PT. DJM).

"Tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) senilai Rp 139,4 M", ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (27/05/2022) silam.

Ali menjelaskan, upaya pemblokiran rekening rersebut tersebut berkaitan dengan penyidikan perkara yang tengah ditangani Tim Penyidik KPK. Dijelaskan Ali Fikri pula, bahwa nantinya uang dalam rekening tersebut dapat dirampas untuk optimalisasi asset recovery sesuai dengan putusan pengadilan.

"Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya. Pemblokiran, sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang Tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, perkara dugaan TPK pengadaan helikopter angkut AW-101 dilingkungan TNI AU tahun 2016–2017 tersebut diduga negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp. 224 miliar dari kontrak senilai Rp. 738,9 miliar. Akibat pengadaan yang diduga tidak sesuai spec itu, helikopter tersebut tidak berfungsi layak sesuai dengan kebutuhan awalnya.

"Pengadaan helikopter ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar atau sekitar 30 persennya. Akibat pengadaan yang tidak sesuai spec kontrak tersebut, helikopter ini pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya", tegas Ali Fikri.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, dalam perkara dugaan TPK pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017 ini, Tim Penyidik KPK telah menahan Tersangka Baru, yakni Irfan Kurnia Saleh (IKS). Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga dipercaya oleh panitia lelang untuk menghitung nilai kontraknya sendiri.

"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (harga perkiraan sendiri) kontrak pekerjaan. Perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar", terang Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan persada Kavling 4 Jakarta Seltan, Selasa (24/05/2022) silam.

Firli menandasksn, Irfan diduga aktif bertemu dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TNI AU. Ditandaskan Firli Bahuri pula, bahwa dalam pertemuan itu, diduga ada pembahasan khusus terkait pelelangan pengadaan helikopter tersebut.

"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)", tandas Firli Bahuri.

Sebelumnya, pada tahun 2018 silam, Tim Penyidik KPK pernah memanggil Agus Supriatna untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK dalam perkara tersebut. Namun, saat itu Agus tidak hadir dengan alasan belum menerima surat panggilan dari KPK. Sementara KPK memastikan surat panggilan dimaksud telah diterima Agus di rumahnya.

“Kami pastikan surat panggilan sudah dikirimkan atau disampaikan di awal Mei 2018 ke rumah di Halim", kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (11/05/2018) silam.

Agus Supriatna kemudian memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu 06 Juni 2018.

Dalam perkara dugaan TPK pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017, pada Selasa 24 Mei 2022, KPK telah mengumumkan penetapan 1 (satu) Tersangka dari pihak swasta, yakni Direktur PT. DIratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway.

KPK menduga, Direktur PT. DIratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar.

Dalam perkara ini, KPK menduga, perbuatan Irfan diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: