Kamis, 15 September 2022

Mangkir Lagi, Kuasa Hukum Mantan KSAU Agus Supriatna: Pemanggilannya Bertentangan Dengan Hukum Prajurit Atau TNI

Baca Juga


Mantan KSAU, Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna mangkir atau tidak menghadiri lagi panggilan pemeriksaan ke-2 (dua) yang telah dijadwalkan ulang oleh Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 15 September 2022 di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Mantan KASAU Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna dijadwalkan ulang akan menjalani pemeriksaan sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan helikopter angkut  (AW)-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Pemanggilan ulang kepada mantan KASAU Marsekal TNI AU (Purn.) Agus Supriatna itu untuk diminta memberi keterangan sebagai Saksi pekara dugaan (TPK) pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 yang telah menjadikan Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT. Karsa Cipta Gemilang (KCG) sebagai Tersangka.

Teguh Samudera selaku Kuasa Hukum mantan KASAU Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna menyampaikan, pihaknya meminta KPK memenuhi prosedur saat memanggil kliennya sebagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan helikopter angkut  (AW)-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017.

Disampaikan Teguh Samudra pula, bahwa kliennya tidak memenuhi panggilan Tim Penyidik KPK karena pemanggilan itu tidak sesuai dengan ketentuan yang mengatur prosedur pemanggilan bagi Prajurit TNI dalam perkara hukum.

"Klien kami tidak bisa hadir, karena pemanggilannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pemanggilannya bertentangan dengan hukum yang berlaku bagi Prajurit atau TNI", kata Teguh Samudera selaku Kuasa Hukum mantan KASAU Marsekal TNI AU (Purn) Agus Supriatna, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan, Kamis (15/09/2022).

Teguh Samudera menjelaskan, pemanggilan seorang Prajurit TNI semestinya dilakukan melalui atasannya. Dijelaskannya pula, bahwa hal itu sebagaimana diatur dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor: ST/1221/2021 yang menyebutkan pemanggilan Prajurit TNI yang tersandung permasalahan hukum harus melalui komandan atau kepala satuan.

Teguh Samudera juga menjelaskan, bahwa meski kliennya saat ini berstatus sebagai purnawirawan, Agus Supriatna merupakan Prajurit Aktif TNI ketika berlangsungnya pengadaan helikopter angkut (AW)-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017 itu.

"(saat ini) Kan sudah pensiun. Lho waktu kejadian kan masih aktif...!? Kenapa kok itu enggak diikuti? Gitu aja kok enggak diikuti, kenapa sih...!? Mbok ya saling santun lah sesama lembaga gitu...!", jelas Teguh, dengan nada penuh tanya.

Ia menegaskan, KPK semestinya menghormati TNI sebagai lembaga yang punya harga diri dan harkat martabat. Dipastikan Teguh, kliennya bersedia memberikan keterangan ke KPK asalkan pemanggilan tersebut sudah sesuai prosedur.

"Pasti akan memberikan keterangannya. Dulu saja memberikan keterangannya, enggak ada masalah. Tapi, jangan sampai harga diri harkat martabat lembaga, khususnya TNI dilanggar begitu saja", tegas Teguh Samudera.

Sebagaimana diketahui, mantan KASAU Marsekal TNI AU Agus Supriatna sebelumnya juga tidak menghadiri penggilan pemeriksaan pertama yang dijadwalkan Tim Penyidik KPK pada Kamis (08/09/2022) lalu di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan.

Sebelumnya, dalam perkara tersebut, pada awal Mei tahun 2018 silam, Tim Penyidik KPK pernah memanggil Agus Supriatna untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan. Namun, saat itu Agus Supriatna tidak hadir dengan alasan belum menerima surat panggilan dari KPK. Sementara KPK memastikan surat panggilan dimaksud telah diterima Agus di rumahnya.

“Kami pastikan surat panggilan sudah dikirimkan atau disampaikan di awal Mei 2018 ke rumah di Halim", kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (11/05/2018) silam.

Agus Supriatna kemudian memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan pada Rabu 06 Juni 2018.

Dalam perkara ini, Sebelumnya, Ali Fikri mengungkapkan, bahwa Tim Penyidik KPK telah memblokir rekening bank senilai Rp. 139,4 miliar milik PT. Diratama Jaya Mandiri (PT. DJM).

"Tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT. DJM (PT. Diratama Jaya Mandiri) senilai Rp 139,4 M", ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (27/05/2022) silam.

Ali menjelaskan, upaya pemblokiran rekening tersebut tersebut berkaitan dengan penyidikan perkara yang tengah ditangani Tim Penyidik KPK. Dijelaskan Ali Fikri pula, bahwa nantinya uang dalam rekening tersebut dapat dirampas untuk optimalisasi asset recovery sesuai dengan putusan pengadilan.

"Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya. Pemblokiran, sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang Tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, perkara dugaan TPK pengadaan helikopter angkut AW-101 dilingkungan TNI AU tahun 2016–2017 tersebut diduga negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp. 224 miliar dari kontrak senilai Rp. 738,9 miliar. Akibat pengadaan yang diduga tidak sesuai spec itu, helikopter tersebut tidak berfungsi layak sesuai dengan kebutuhan awalnya.

"Pengadaan helikopter ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar atau sekitar 30 persennya. Akibat pengadaan yang tidak sesuai spec kontrak tersebut, helikopter ini pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya", tegas Ali Fikri.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK telah menahan Tersangka Baru, yakni Irfan Kurnia Saleh (IKS). Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga dipercaya oleh panitia lelang untuk menghitung nilai kontraknya sendiri.

"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (harga perkiraan sendiri) kontrak pekerjaan. Perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar", terang Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan persada Kavling 4 Jakarta Selatan, Selasa (24/05/2022) silam.

Firli menandaskan, Irfan diduga aktif bertemu dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TNI AU. Ditandaskan Firli Bahuri pula, bahwa dalam pertemuan itu, diduga ada pembahasan khusus terkait pelelangan pengadaan helikopter tersebut.

"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)", tandas Firli Bahuri.

Dalam perkara dugaan TPK pengadaan helikopter AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2016–2017, pada Selasa 24 Mei 2022, KPK telah mengumumkan penetapan 1 (satu) Tersangka dari pihak swasta, yakni Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway.

KPK menduga, Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp. 224 miliar dari nilai kontrak Rp. 738,9 miliar.

Dalam perkara ini, KPK menduga, perbuatan Irfan diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT :