Senin, 14 Maret 2016

Napi kasus Asusila Tewas Dianiaya Sesama Napi...?

Baca Juga



Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
   Dwi Putra Bayu Candika (32), Nara Pidana (Napi) kasus pencabulan terhadap anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIB Mojokerto meninggal dunia sesaat selelah muntah darah, Senin (14/3/2016) siang. Pihak keluarga menyebut, bahwa pria asal Desa Wringinrejo Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto ini sakit diduga setelah dianiaya saat berada dalam tahanan Polres Mojokerto.
   Titik Ariyani (51) yang tak lain adalah ibu almarhum Bayu mengungkapkan, bahwa Bayu ditahan Polres Mojokerto sejak Juni 2015 lalu atas kasus pencabulan anak di bawah umur. Yang mana, saat itu, anak ke 2 dari 4 bersaudara ini mengeluh kepada dirinya (Titik), bahwa telah dianiaya sesama tahanan. "Saat itu dia (red. Bayu) telepon ke saya. Dia bilang, kalau dihajar oleh tahanan lainnya di Polres Mojokerto", ungkap Titik kepada wartawan di rumah duka.
   Selain itu, Titik menyebutkan, bahwa saat masih ditahan Polres Mojokerto, Bayu juga meminta untuk dikirimi uang sebesar Rp. 1 juta. "Waktu itu, Bayu pernah minta uang untuk anak-anak di tahanan. Katanya, untuk biaya konsumsi. Kalau tidak diberi, dia diancam akan dihajar sampai mati", sebut Titik.
   Namun, setelah Titik mengkonfirmasi hal tesebut ke Sat Reskrim Polres Mojokerto, pihak polisi menyatakan tak ada permintaan uang tersebut. Hanya saja, sakit pada dada yang diderita itu kian parah saja saat Bayu dipindahkan ke Lapas Kelas IIB Mojokerto. "Setelah dipukuli di tahanan Polres Mojokerto dia mengeluh sakit di dadanya. Selama 3 bulan terakhir, dia mengeluh batuk parah. Sebelumnya dia tidak punya riwayat sakit seperti itu", ujar Titik.
   Klimaksnya, Senin siang tadi, saat Titik mengunjungi Bayu di Lapas kelas II B Mojokerto, pada jam besuk. Ketika beberapa saat bertemu ibunya, Bayu mengeluh dadanya sakit dan sesaat kemudian batuk hingga muntah darah dan lemas tak berdaya. Meski sempat mendapatkan perawatan di klinik Lapas, namun kondisi yang demikian kritis membuat Napi kasus pencabulan anak itu dirujuk ke RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto.
   "Dia batuk dan sesat kemudian muntah darah, kondisinya lemas kemudian dibawa ke rumah sakit. Namun, dalam perjalanan meninggal. Kemarin pagi, dia telepon saya, katanya juga muntah darah. Namun, dia masih bisa tidur", cetus Titik ibu Bayu, sembari meneteskan air mata.
   Ganjilnya, meski wajahnya dipenuhi raut duka yang dalam, Titik menolak jenazah korban untuk diautopsi. Dia mengaku merelakan kepergian Bayu. "Saya cuma minta pengertiannya dari Lapas. Kalau ada napi baru diminta bayar kamar. Jangan seperti itu, orang susah belum tentu jahat. Mereka belum tentu kaya, untuk kamar Rp 500 ribu, pindah kamar Rp 250 ribu", pungkasnya.
   Dikonfirmasi terpisah, Kasi Pembinaan Lapas Kelas IIB Mojokerto Nur Bambang mengatakan, bahwa Bayu dititipkan ke Lapas sejak berstatus tahanan mulai 13 Juli 2015. Dia divonis 7 tahun penjara oleh PN Mojokerto pada 25 Januari 2016 atas kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
   Pihaknya pun menegaskan, bahwa selama di dalam Lapas, Bayu tak pernah mengalami penganiayaan. Dia menduga korban meninggal akibat sakit TBC yang sudah kronis. "Tidak ada penganiayaan. Yang bersangkutan kita tengarai sakit TBC. Kami sudah kirim sampel dahaknya ke Puskesmas Gedongan, namun belum keluar hasilnya", tegasnya.
   Sementara itu, Dokter Lapas Titisari menjelaskan, bahwa Bayu sudah berulang kali mendapat perawatan di klinik lapas. Batuk berdahak selama lebih dari seminggu yang diderita korban menjadi indikasi kuat bahwa korban menderita TBC. "Pemeriksaan kami, tidak ada bekas luka memar atau bekas penganiayaan pada tubuh korban", jelasnya.  *(DI/Red)*