Baca Juga
Kab. JOMBANG - (harianbuana.com).
Penyidik unit Pelindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Jombang, berhasil mengungkap 94 adegan dari 13 tersangka kasus pengeroyokan yang berujung pada kematian Abdullah Muzaka Yahya (15) santri Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Rejoso Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang.
Dalam reka ulang yang digelar di Mapolres Jombang, Sabtu (05/03/2016), puluhan adegan yang diperagakan didepan penyidik itu diperagakan di dua lokas dan atau dua sesi. Hanya saja, Polisi memilih melakukan rekonstruksi tidak di Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang sebenarnya melainkan melakukannya di Mapolres Jombang, agar tidak mengganggu proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Pondok Pesantren (Ponpes) tersebut.
Dilokasi pertama yang menggambarkan kejadian pertama di asrama tersangka diperagakan sebanyak 54 adegan, sedangkan dilokasi kedua menggambar kejadian kedua di asrama korban sebanyak 42 adegan. Yang mana, kedua asrama dimaksud sama-sama berada di dalam kompleks Ponpes DU.
Dari hasil rekonstruksi, didapat gambaran kejadian penganiayaan yang diduga kuat menjadi menyebab kematian korban. Yakni, ketika korban ditendang dan dipukul dengan menggunakan barbel. Dalam pengeroyokan di TKP pertama, akibat penganiayaan dari berbagai tendangan dan pukulan yang korban diterima dari 6 santri teman korban, korban sudah dalam kondisi tidak berdaya.
Selang beberapa waktu, secara diam-diam korban dipindahkan ke sebuah kamar lainnya. Di TKP ke-2 ini, telah menunggu tujuh santri lainnya. Namun, bukannya untuk mengobati, melainkan justru malah menganiayanya lagi. Diantaranya dengan memukulkan raket, menempeleng dan menyiksa dengan menggunakan barbel. Setelah tak berdaya, barualah korban dilarikan tersangka ke Rumah Sakit dan esok harinya korban meninggal dunia.
Sebelumnya telah diberitakan, bahwa pada Sabtu (28/02/2016) malam telah terjadi pengeroyokan terhadap Abdullah Muzaka Yahya (15) yang tak lain adalah salah-satu santri Ponpes Darul Ulum. Ironisnya, pengeroyokan tersebut dilakukan oleh 13 santri lainnya didalam komplek Ponpes tersebut dan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum (DU) Jombang mengaku bahwa dirinya merasa kecolongan.
Majelis Pimpinan Ponpes DU Bagian Keamanan dan Ketertiban, Rochmatul Akbar berdalih, bahwa ketika korban dianiaya oleh 6 santri di asrama pertama, pada saat yang bersamaan ada pengajian di asrama tersebut. "Masing-masing asrama ada pengawas asrama. Ketika korban dibawa ke asrama pertama, maaf... pengawas tidak tahu", dalih Akbar, Selasa (1/3/2016).
Begitu pula ketika korban kembali dikeroyok oleh 7 santri di asrama tempat korban tinggal, lagi-lagi pengurus Ponpes DU tak mengetahui kejadian tersebut. "Kami merasa kecolongan atas kejadian ini. Padahal pengawasan kami ketat. Setiap malam masing-masing anak dikontrol, ada satpam juga. Kami mohon maaf kepada keluarga korban," ujarnya.
Janggalnya, saat perwakilan Ponpes mengantar jenazah korban kepada keluarganya di Desa Paseban Kecamatan Kencong Jember, pihak Ponpes DU tak menyampaikan perihal pengeroyokan tersebut. Melainkan, hanya mengatakan jika korban meninggal secara tiba-tiba karena kesehatannya drop.
Selebihnya, kasus ini terungkap justru berkat laporan keluarga korban ke Polsek Kencong. Yang mana, berdasar pada hasil otopsi, ditemukan luka lebam di sekujur tubuh korban. Atas fakta itulah, pihak Kepolisian melakukan gerak cepat hingga melakukan penangkapan terhadap 13 santri Ponpes DU yang diduga telah mengeroyok korban hingga menyebabkan meninggal dunia.
Konon, aksi pengeroyokan ini dipicu oleh dendam tersangka terhadap korban. Menurut pihak Kepolisian, salah seorang tersangka pernah dipalak oleh korban bersama teman-teman dulu saat masih Sedangkan belasan santri yang diduga melakukan pengeroyokan hingga korban meninggal dunia, diantaranya adalah MIA (17), KAB (16), KL (16), IR (18), AZ (16), IK (16), MA (17), NH (18), TZ (16), KA (18), DJ (16), AWB (17) dan AF (14).
Yang mana, akibat dari perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 80 ayat tiga Uu Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya 15 tahun penjara junto pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Sementara itu, Kasus meninggalnya Abdul Mukaza Yahya salah satu santri Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang yang dianiaya oleh 13 santri lainnya ini, mendapat perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lutfi Kumaidi, anggota KPAI Bidang Pendidikan minta kepada pihak pengurus Ponpes untuk memberi hak pendidikan terhadap santri yang ditahan.
Pasalnya, selain sebagian besar masih berusia dibawah umur juga 3 diantara mereka sedang duduk dibangku akhir pendidikan sehingga harus tetap mengikuti proses ujian akhir. "Meski nantinya sanksi terberat dijatuhkan kepada para tersangka pihak pondok pesantren harus tetap memperhatikan kelangsungan pendidikan mereka", kata Lutfi Kumaidi, Jum'at (4/3/2016) lalu.
Terkait kejadian pengeroyokan terhadap santri oleh santri lainnya ini, Ketua Majelis Keamanan dan Ketertiban PP Darul Ulum, Rohmatul Akbar mengatakan, bahwa kedepannnha pihak Ponpes akan lebih memperketat pola pengamanan di area asrama Pondok Pesantren. Ini dilakukan sebagai langkah awal antisipasi agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Dan, meski nantinya akan mengambil langkah mengeluarkan para santri tersangka pengeroyokan tersebut, pihak Ponpes Darul Ulum juga akan tetap melakukan pendampingan hukum terhadap para santri tersangka pengeroyokan. *(Fat/DI/Red)*