Baca Juga
Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Banyaknya pungutan oleh pihak sekolah yang harus ditanggung oleh para orang-tua siswa yang berlangsung sejak lama, akhirnya terkuak dihadapan para Wakil Rakyat yang duduk di Komisi III DPRD Kota Mojokerto. Menariknya, pungutan yang konon telah berlangsung sejak lama itu justru dikuak oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto bersama segenap Kepala Sekolah (Kasek) se Kota Mojokerto diadalam rapat dengar pendapat (hearing) antara Dinas Pendidikan dengan Komisi III DPRD Kota Mojokerto pada Kamis (19/01/2017) lalu.
Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik menyatakan, bahwa pihaknya mendukung penuh tekat Kepala Dispendik Pemkot Mojokerto untuk benar-benar menggratiskan biaya sekolah yang ternyata selama ini tidak benar-benar gratis. "Kami mendukung penuh dan mem-backup tekat Kepala Dispendik untuk memberantas pungutan yang terjadi dihampir semua jenjang pendidikan, khususnya di Kota Mojokerto", ujar Junaedi Malik, Minggu (29/01/2017).
Junaedi Malik mengungkapkan, bahwa pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP di Kota Mojokerto yang selama ini didengungkan, ternyata tidak benar-benar gratis. Dari hearing, pungutan bernilai puluhan juta rupiah masih dilakukan oleh pihak sekolah terhadap orang-tua siswa. "Praktik pungutan oleh sekolah terhadap para orang tua siswa itu terkuak, saat Kepala Dispendik menawarkan kepada para Kasek untuk memaparkan persoalan-persoalan sekolah yang dihadapi para Kasek. Saat itulah, salah seorang Kasek SD Negeri menjabarkan secara detil di hadapan dewan", ungkap Junaedi Malik.
Lebih jauh, Ketua Komisi III DPRS Kota Mojokerto ini memaparkan, bahwa pungutan dengan dalih sumbangan dari orang tua siswa itu meliputi beberapa item. "Dari penjabaran Kasek tersebut, dapat terungkap, ternyata pengadaan seragam khas oranye-hitam untuk 180 murid kelas II hingga kelas VI senilai Rp. 27 juta, setiap murid harus membayar Rp.150 ribu. Belum lagi pengadaan buku pelajaran untuk 36 murid kelas I senilai Rp. 11 juta", paparnya.
Selain itu, lanjut Junaedi Malik, adanya sejumlah kegiatan rutin di Pemkot Mojokerto yang mewajibkan partisipasi sekolah sehingga membuat pihak sekolah akan membebankannya lagi kepada para orang tua siswa. "Seperti halnya untuk pengadaan seragam gerak jalan hari Kemerdekaan RI senilai Rp. 5 juta untuk 20 murid, setiap murid diminta membayar Rp 250 ribu. Juga partisipasi adanya pawai sepeda hias senilai Rp. 8,5 juta untuk 17 murid, setiap murid dikenai Rp 500 ribu. Ada lagi, partisipasi pawai ta’aruf untuk 20 murid senilai Rp. 2,5 juta, setiap murid dipungut Rp. 120 ribu. Dan, konsumsi murid dalam partisipasi sholawat akbar Rp. 300 ribu", lanjunya.
Junaedi Malik menjelaskan, bahwa pihak sekolah terpaksa melakukan sejumlah klausul pungutan kepada orang-tua siswa dengan alasan bahwa kegiatan-kegiatan itu tak tercover BOSKo (Bantuan Operasional Siswa Kota) atau BOS pendamping dari Pemkot Mojokerto. "Setiap siswa mendapatkan Bosko Rp. 30 ribu per-bulan, total setahunnya Rp. 360 ribu per-siswa. Jika untuk mendukung kegiatan Pemkot sebesar itu, kapan gratisnya? Makanya, kami seluruh anggota Komisi Tiga sangat mendukung tekat dan upaya Kepala Dispendik untuk memberantas segala bentuk pungutan dan benar-benar menggratiskan biaya pendidikan di Kota Mojokerto", pungkas Junaedi Malik.
Dikonfirmasi hal ini, Novi Raharjo yang baru dilantik sebagai Kepala Dispendik Pemkot Mojokerto pada Jum'at (30/12/2016) lalu itu membenarkan adanya praktik pungutan tersebut. Tak hanya di sekolah SD, pungutan juga terjadi disekolah jenjang SMP. "Menurut keterangan para Kepala Sekolah, pungutan itu terpaksa dilakukan masing-masing sekolah lantaran dana BOS dari Pemkot dan Pemerintah Pusat tidak-cukup untuk menutup semua biaya pendidikan dan kegiatan sekolah. Juknisnya, Bosnas dan Bosko sudah jelas. Tetapi setelah digunakan sekolah sesuai ketentuan, menurut para Kasek, ternyata masih kurang. Jadi, untuk menuju ke pendidikan yang ideal, itu (Red : Bosko dan Bosnas) masih kurang", ujarnya, Selasa (24/1/2017).
Ironisnya, pungutan selama bertahun-tahun yang membebani para orang tua siswa tersebut dilegalkan dengan Peraturan Wali Kota Mojokerto (Perwali) Nomor 21 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan. Ini, diperparah lagi dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 75 Tahun 2016 yang membolehkan sekolah menggalang sumbangan dari masyarakat. Payung hukum ini lah yang membuat para kepala sekolah leluasa melakukan pungutan kepada para orang tua siswa. “Di dalam Perwali memang boleh memungut dengan item-item tertentu. Orang menyebutnya macam-macam, ada sumbangan, ada pungutan. Tapi, esensinya karena dana BOS masih kurang. Nah, ini yang kami upayakan melalui PAK, agar kedepannya tidak terjadi itu lagi, sehingga beaya pendidikan akan benar-benar gratis", jelas Novi.
Novi Raharjo menegaskan, dengan masih maraknya pungutan oleh sekolah seperti tersebut diatas merupakan bukti bahwa pendidikan di Kota Mojokerto belum sepenuhnya gratis. Terkait itu, pihaknya akan menambah dana Bosko untuk SD dan SMP dalam Perubahan APBD 2017. "Saat ini kami menugaskan masing-masing Kepala Sekolah agar menyusun Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) untuk menghitung nilai Bosko yang dibutuhkan, agar tak lagi ada pungutan", tegasnya.
Menurut Novi Raharjo, jika dalam PAK nanti anggaran tercukupi dan proporsional, maka dipastikan sudah tidak akan ada lagi pungutan dan sekolah akan benar-benar gratis. Kuncinya, harus transparan. “Di sini ada semangat sekolah gratis. Jika dalam PAK nanti terpenuhi dan digunakan secara proposional, maka yang dikatakan sekolah gratis itu akan benar-benar gratis dan tidak ada lagi pungutan, apapun alasannya. Kuncinya, harus transparan dan jangan mengambil yang bukan haknya", pungkas Kepala Dispendik Pemkot Mojokerto, Novi Raharjo.
*(DI/Red)*