Senin, 06 Agustus 2018

Eksepsi Terdakwa Mas'ud Yunus, PH: Dakwaan JPU KPK Tidak Cermat, Tidak Jelas, Tidak Lengkap

Baca Juga

Mahfud, SH. bersama Iko Kurniawan, SH., MHum., Penasehat Hukum Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus saat mengofirmasi sejumlah wartawan usai sidang, Senin (06/08/2018) siang.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-2 (dua) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur pada hari ini, Senin 06 Agustus 2018, atas kasus pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, berlangsung dengan singkat.

Dalam sidang yang beragendakan Pembacaan Eksepsi Terdakwa atau Pembacaan Nota Keberatan Terdakwa ini, Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus hadir di persidangan dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya-60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH. serta mendapat support sejumlah anggota keluarga serta beberapa sanak-familinya.

Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman serta Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari, terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus melalui Penasehat Hukum (PH)-nya membacakan Nota Keberatan Daftar Nomor: 113/Pid.Sus-TPK/2018/PN.SBY, atas perkara yang disangkakan dan didakwakan JPU KPK kepada Mas'ud Yunus.


Dalam pembacaan eksepsinya, Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan keberatan atas sangkaan dan dakwaan JPU KPK terhadap Mas'ud Yunus. Disebutkannya, bahwa Nota Keberatan ini sengaja dibuat secara sederhana dan praktis agar mudah dipahami semua orang.

"Dengan ini menyatakan keberatan, sebagaimana yang diatur dalam Kitab Umdang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), secara sederhana dan praktis agar mudah dipahami semua orang. Sebelum kami lanjutkan, terlebih dahulu kami sampaikan ucapan terima kasih kepala Mejelis Hakim, karena telah memberikan hak-hak Terdakwa dengan baik", sebut Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Senin (06/08/2018).

Lebih jauh, Tim Penasehat Hukum Terdakwa memaparkan Bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan perkara ini dengan Surat Dakwaan, Nomor: 68/DAK.01.04/24/07/2018 tanggal 19 Juli 2018 yang dibacakan dalam sidang tanggal 02 Agustus 2018, dengan dakwaan yang disusun secara alternative oleh sdr. Penuntut Umum, sebagai berikut:

PERTAMA :  Didakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 5 ayat (1) hurif a Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP;

ATAU KEDUA :  Didakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 13 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP;

DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP

1. Bahwa, dakwaan sdr. Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sesusai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 sub b KUHP., sebab uraian Dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua pada Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak jelas, kami kutip dari halaman 3 s/d 5 yang redaksi sama atau hampir sama maksud dan tujuannya dengan halaman 11 s/d 13 surat dakwaan Penuntut Umum sebagai berikut :

1.1. "Terdakwa sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan RAPBD TA 2016. Terdakwa merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut dari bulan Nopember 2015, Maret 2016, Juli 2016, Nopember 2016, Desember 2016 hingga mencapai Rp. 1.465.000.000.000,00 (satu miliar empat ratus enam puluh lima juta rupiah)". (halaman 3 dan 11 Surat Dakwaan);

1.2. "Terdakwa selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat tinggal di rumah dinas Walikota bertemu dengan PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ menanyakan kepada Terdakwa tentang kepastian diberikannya tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp. 65.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) pertahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikannya komitmen fee dari kegiatan JASMAS TAHUN 2017. Terdakwa kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD masing-masing...., namun untuk memastikan TERDAKWA selanjutnya memanggil WIWIET FEBRYANTO yang kemudian disepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan JASMAS senilai 7 – 8 % dari nilai anggaran Rp. 26.000.000.000,00 (dua puluh enam miliar rupiah)". (halaman 4 dan 12 Surat Dakwaan);

1.3. "Terdakwa pada bulan Pebruari 2017 bertempat di Apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara pada saat kegiatan Partai PDI Perjuangan bertemu dengan PURNOMO yang kembali membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto. Terdakwa saat itu menyetujui permintaan PURNOMO, namun tidak bisa segera memberikan dan meminta Anggota DPRD untuk "tiarap" terlebih dahulu". (halaman 4 dan 12 Surat Dakwaan);

1.4. "Terdakwa pada hari Selasa tanggal 5 Juni 2017 bertempat di Rumah Dinas Walikota (cetak tebal dari Penasehat Hukum) bertemu dengan PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ yang menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sejumlah Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per tahun maupun komitmen fee dari kegiatan JASMAS dan Triwulan serta meminta WIWIET FEBRYANTO untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD". (halaman 5 dan 13 Surat Dakwaan);

2. Bahwa, tentang yang Penasehat Hukum kutip dalam angka 1.1. tersebut diatas adalah tidak jelas dan tidak cermat, sebab tidak disebutkan kesepakatan itu dilakukan dimana dan oleh siapa ? Apakah kesepakatan yang dilakukan di daerah Trawas atau dimana ? Kalau yang dimaksud adalah kesepakatan di Trawas, berdasarkan keterangan saksi-saksi pada persidangan sdr. WIWIET FEBRYANTO, maka pelakunya bukanlah Terdakwa selaku Walikota Mojokerto, tetapi dilakukan oleh Wakil Walikota Mojokerto. Anehnya Sdr. Penuntut Umum sama sekali tidak menyentuh dan menyinggung peran Wakil Walikota Mojokerto, sehingga terkesan menutup-nutupi dan melindungi, hal ini jelas sikap yang tidak obyektif dan tidak adil dari KPK dan atau Penuntut Umum. Sehingga banyak masyarakat Kota Mojokerto, termasuk insan Pers bertanya :  ada apa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ?;

3. Bahwa, Sedangkan jika yang dimaksudkan tentang kesepakatan fee JASMAS, sepenuhnya dilkukan oleh WIWIET FEBRYANTO, selaku Kepala Dinas PUPR saat itu ;
Dengan demikian Penuntut Umum telah salah orang dalam menetapkan Terdakwa dalam perkara sekarang ini ;

4. Bahwa, dari yang Penasehat Hukum kutip tersebut tampak Penuntut Umum banyak menggunakan kata bertemu, bukan Terdakwa Walikota Kota Mojokerto ditemui oleh Pimpinan DPRD, yaitu PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ, padahal secara faktual Terdakwa berkali-kali ditemui dan didesak dan ditagih agar yang disebut Penuntut Umum sebagai kesepakatan dipenuhi, dan berkali-kali juga Terdakwa menolak secara halus dan diplomatis sebagaimana yang Terdakwa jelaskan saat menjadi saksi dalam perkara WIWIET FEBRYANTO (kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto), PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ (para pimpinan DPRD Kota Mojokerto);

5. Bahwa, Penuntut Umum juga tidak cermat seperti yang kami kutip dalam 1.4.
"Terdakwa pada hari Selasa tanggal 5 Juni 2017 bertempat di Rumah Dinas Walikota (cetak tebal dari Penasehat Hukum) bertemu dengan PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ yang menanyakan realisasi tambahan penghasilan sejumlah Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per tahun maupun komitmen fee dari kegiatan JASMAS dan Triwulan serta meminta WIWIET FEBRYANTO untuk membicarakan hal itu dengan Pimpinan DPRD".
Perlu Penasehat Hukum tegaskan bahwa Kejadian 5 Juni 2017 ini Terdakwa ditemui PURNOMO, ABDULLAH FANANI dan UMAR FARUQ bukan di rumah dinas Walikota Mojokerto tetapi di Kantor Walikota Mojokerto.

6. Bahwa, disamping itu perlu diketahui bahwa perkara Walikota Mojokerto menjadi Terdakwa, di satu sisi ini tidak lepas dari politik praktis di Kota Mojokerto, sebagai akibat adanya jajak pendapat atau polling yang menempatkan Terdakwa dengan tingkat kepopulairan sangat tinggi, sehingga jika Terdakwa akan maju lagi untuk masa jabatan kedua dalam PILKADA SERENTAK 2018 AKAN MENYULITKAN LAWAN POLITIKNYA UNTUK MENANG, sedangkan disisi yang lain ada orang yang ingin segera menggantikan, sehingga lawan-lawan dan kawan-kawan politik Terdakwa bermain untuk menjatuhkan Terdakwa, hingga tidak mau maju lagi sebagai calon Walikota dalam PILKADA serentak tahun 2018. Hal ini terbukti ada kawan politik Terdakwa yang tidak ditugaskan oleh Terdakwa, tetapi bersikap dan bertindak seperti diberi tugas oleh Terdakwa selaku Walikota Mojokerto dan membuat kesepakatan dengan Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto di Trawas atau di tempat lain, sehingga akhirnya menyulitkan dan menjerumuskan Terdakwa seperti sekarang ini.
Kesalahan Terdakwa hanya satu, karena tidak mempunyai prasangka pada siapa pun dan tidak melaporkan kejadian-kejadian tersebut di atas sampai terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap sdr. : WIWIET FEBRYANTO, PURNOMO, ABDULLAH FANANI, UMAR FARUQ;

7. Bahwa, dengan demikian, Terdakwa bukanlah seorang inisiator yang membuat kesepakatan dengan pimpinan DPRD Kota Mojokerto, tetapi sebagai korban permainan politik lokal Kota Mojokerto dan menjadi orang yang ditekan-tekan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memenuhi kesepakatan orang lain yang mempunyai agenda sendiri;

8. Bahwa, dengan demikian dakwaan Sdr. Penuntut Umum adalah tidak cermat dan tidak jelas, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KHUP, dakwaan Sdr. Penuntut Umum tersebut adalah batal demi hukum.

Bapak Ketua dan Anggota Majelis Hakim yang kami muliakan;
Sdr. Penuntuk Umum yang kami hormati;
Sidang yang terhormat;

Atas dasar alasan-alasan hukum tersebut di atas, maka Kami, Penasehat Terdakwa, memohon dengan segala kerendahan hati kepada Majelis Hakim, agar berkenan memutuskan dalam putusan sela sebagai berikut :
1. Menerima baik Nota Keberatan Penasehat Hukum Terdakwa;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Sdr. Penuntut Umum, Surat Dakwaan Nomor: 68/DAK.01.04/24/072018 tanggal 19 Juli 2018 yang dibacakan dalam sidang tanggal 02 Agustus 2018 batal demi hukum;
3. Demi Hukum Membebaskan Terdakwa dari Tahanan.

"Demikian Nota Keberatan Kami, Penasehat Hukum Terdakwa, yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 06 Agustus 2018. Semoga Allah melindungi orang-orang yang suka berbuat adil. Surabaya, 03 Agustus 2018. (ditanda-tangani). Hormat Terdakwa; Penasehat Hukumnya; Mahfud, SH. (ditanda-tangani); Iko Kuniawan, SH., MHum. (ditanda-tangani); Mazza Muhandi, SH., MH. (ditanda-tangani)", pungkas Tim Pengacara Terdakwa. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
> Sidang Perdana Terdakwa Wali Kota Non-Aktif Mojokerto, JPU KPK Sebut Aliran Uang Kepada 22 Anggota Dewan Lainnya
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta