Rabu, 29 Mei 2019

Dua Penyuap Romahurmuziy Mulai Diadili

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang perdana perkara dugaan suap pengisian jabatan di Kemenag yang beragenda Pembacaan Dakwaan Penuntut Umum dengan terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kemenag Kab. Gresik, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Rabu 29 Mei 2019.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengisian jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag) dengan terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gresik dan Haris Hasanudin selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Provinsi Jawa Timur, di gelar hari ini, Rabu 29 Mei 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Meski proses persidangan digelar secara terpisah, namun berurutan. Yang mana, Surat Dakwaan untuk terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlebih dulu, menyusul kemudian dibacakannya Surat Dakwaan Haris Hasanuddin.

Dalam Surat Dakwaan yang dibacanya, tim JPU KPK mendakwa, bahwa Muhammad Muafaq Wirahadi diduga telah melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Tim JPU KPK pun menyebutkan, bahwa terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi diduga telah memberi suap kepada mantan Ketua Umum PPP Romahirmuziy alias Romi, total Rp. 91,4 juta.

Tim JPU KPK juga mengungkapkan, bahwa Romahurmuziy diduga menerima uang itu untuk membantu Muhammad Muafaq Wirahadi mendapatkan jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

"Awalnya nama Muhammad Muafaq Wirahadi tidak diusulkan untuk mengikuti seleksi jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Namun, Muhammad Muafaq Wirahadi meminta bantuan Abdul Rochim selaku sepupu Romahurmuziy. Selanjutnya, Abdul Rochim menyampaikan keinginan Terdakwa tersebut kepada Abdul Wahab (Caleg DPRD Kabupaten Gresik dari PPP) guna disampaikan kepada Muchammad Romahurmuziy", ungkap tim JPU KPK.

Hingga akhirnya, lanjut tim JPU KPK, terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi bisa mendapatkan jabatan sabagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dengan bantuan Romahurmuziy.

"Sebagai imbalannya, Muhammad Muafaq Wirahadi memberikan uang kepada Muchammad Romahurmuziy secara bertahap dengan total Rp. 91,4 juta", lanjut tim JPU KPK.

Tim JPU KPK mendakwa, Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik didakwa
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Salah-satu suasana sidang perdana perkara dugaan suap pengisian jabatan di Kemenag yang beragenda Pembacaan Dakwaan Penuntut Umum dengan terdakwa Haris Hasanuddin selaku Kakanwil Prov. Jawa Timur, Rabu 29 Mei 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.


Demikian halnya dalam proses persidangan dengan terdakwa Haris Hasanuddin selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Dalam sidang yang beragendakan Pembacaan Dakwaan Penuntut Umum ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa, bahwa Haris Hasanudin diduga telah memberi uang mantan Ketua Umum PPP Romahirmuziy alias Romi, total Rp. 255 juta.

"Terdakwa melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut", kata tim JPU KPK saat membacakan Surat Dakwaannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya –Jakarta Pusat, Rabu 29 Mei 2019.

Dijelaskannya, bahwa uang sebesar Rp. 255 juta itu diduga diberikan oleh Haris Hasanuddin kepada Romahurmuziy diduga untuk mengintervensi proses pengangkatannya sebagai Kakanwil Kemenag Provinai Jawa Timur.

Dijelaskannya pula, bahwa proses pengangkatan Haris dalam jabatan tinggi di Kemenag itu terkendala catatan kinerja Haris Hasanuddin yang pernah mendapatkan sanksi disiplin selama 1 tahun, yakni pada tahun 2016.

"Salah-satu persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut adalah tidak pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau berat dalam 5 tahun terakhir serta mengisi surat pernyataan tidak sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan dan/atau sanksi disiplin PNS tingkat sedang atau berat", jelas tim JPU KPK.

Dalam membacakan Dakwaannya, tim JPU KPK juga mengungkapkan, bahwa Romahurmuziy memang tidak memiliki jabatan apa pun di Kemenag, namun menjadi pintu masuk bagi Haris Hasanuddin untuk mendekati Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Safiuddin.

Tim JPU KPK pun mengungkapkan, bahwa Romahurmuziy memberikan arahan kepada Menag Lukman Hakim Safiuddin untuk meloloskan Haris Hasanuddin agar menduduki jabatan sebagai Kakanwil Kemenag Prov. Jatim.

"Untuk memperlancar keikut-sertaan Terdakwa (Haris Hasanuddin) dalam seleksi jabatan sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Terdakwa bermaksud meminta bantuan langsung kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Namun, karena Terdakwa sulit menemuinya, maka oleh Musyaffa Noer atau Ketua DPP PPP Jawa Timur disarankan menemui Muchammad Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP. Mengingat, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin adalah kader PPP yang mempunyai kedekatan khusus dengan Muchammad Romahurmuziy", ungkap tim JPU KPK.

Tim JPU KPK menegaskan, bahwa total uang yang diberikan Haris Hasanuddin untuk Romahurmuziy sebesar Rp. 255 juta. Yang mana, uang itu, diberikan dalam 2 (dua) kali pemberian.

Pemberian pertama disebutkan tim JPU KPK terjadi pada 06 Januari 2018, di rumah Romahurmuziy sebesar Rp. 5 juta sebagai komitmen awal. Kemudian dilanjutkan pemberian kedua sebesar Rp. 250 juta pada 06 Februari 2019.

Terhadap Haris Hasanudsin, Tim JPU KPK mendakwa, bahwa Haris Hasanuddin selaku Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*