Senin, 15 Juli 2019

Absen Lagi, KPK Kembali Jadwal Ulang Pemeriksaan Muhajidin Nur Hasyim 17 Juli

Baca Juga

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi sejumlah wartawan Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jaarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Muhajidin Nur Hasyim, adik dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin kembali absen dari panggilan pemeriksaan tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin 15 Juli 2019. Sedianya, Hasyim akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa tidak ada keterangan apapun yang disampaikan oleh Muhajidin Nur Hasyim atas ketidak-hadirannya. Terkait itu, pihaknya akan memanggil ulang untuk hadir dalam pemeriksaan pada Rabu (17/07/2019) depan.

"Pemeriksaan dijadwalkan ulang Rabu 17 Juli 2019",  terang Kepala Biro Humas Febri Diansyah saat menginfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan,  Senin 15 Juli 2019.

Sebelumnya, Muhajidin Nur Hasyim pun absen dari panggilan tim Penyidik KPK pada pemeriksaan 05 Juli 2019 lalu. Padahal, surat panggilan pemeriksaan sebagai Saksi sudah diterima oleh Nur Hasyim.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Diduga juga, Bowo Sidik meminta imbalan sebesar USD 2 per-metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi kepada Bowo Sidik

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*