Jumat, 19 Juli 2019

Rizal Ramli Penuhi Panggilan KPK Sebagai Saksi Kasus BLBI

Baca Juga

Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli ketika memberi keterangan kepada sejumlah wartawan saat akan memasuki kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, untuk memenuhi panggilan tim penyidik KPK, Jum'at (19/07/2019) pagi.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Rizal Ramli memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat 19 Juli 2019.

Rizal Ramli tiba di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, sekitar pukul 10.00 WIB, dengan mengenakan kemeja lengan panjang warna biru dan celana warna hitam.

Sedianya, Rizal Ramli akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim atas perkara dugaan tindak pidana korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Saya dipanggil KPK untuk kasus SKL (Surat Keterangan Lunas) BLBI. Saya sendiri pada saat kejadian kasus itu bukan pejabat lagi dan karena itu terjadi pada tahun 2004 pada saat pemerintahan Mbak Mega (Presiden Megawati Soekarnoputri)", terang Rizal Ramli kepada wartawan saat tiba di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 19 Juli 2019.

Menurut Rizal Ramli, ia memperkirakan akan didalami pengetahuannya oleh penyidik soal prosedur penerbitan SKL BLBI.

"Saya sendiri pada saat kejadian kasus itu bukan pejabat lagi. Karena itu terjadi pada tahun 2004, pada saat pemerintahan Mbak Mega (Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri). Tapi saya dianggap banyak ngerti, tahu prosedur dari sejak awal BLBI. KPK minta saya memberi penjelasan", ujarnya.

Selain soal BLBI, Rizal meminta pimpinan KPK segera menuntaskan kasus-kasus korupsi besar. Dia mengaku khawatir, jika tidak dituntaskan, bisa saja kasus itu tak dilanjutkan oleh pimpinan KPK mendatang.

"Jangan istilahnya itu 'dieler-eler' sampai nggak jelas, karena pimpinan KPK yang akan datang saya dengar banyak calonnya polisi. Itu bisa berubah sama sekali nanti. Bisa coup de grace. Dulu KPK dibikin karena polisi kurang mampu nanganin kasus-kasus korupsi besar. Tapi kalau nanti pimpinan yang baru banyak polisi itu namanya coup de grace, pelan-pelan KPK akan berubah peranan dan fungsinya", ucapnya.

Dia juga sempat mempertanyakan kelanjutan laporannya beberapa waktu lalu. Rizal berharap laporannya soal potensi kerugian negara akibat impor sejumlah produk pertanian ditindak-lanjuti.

Panggilan pemeriksaan terhadap Rizal Ramli kali ini merupakan penjadwalan ulang. Sebelumnya, yakni pada Kamis 11 Juli 2019 lalu, Rizal Ramli dipanggil tim penyidik KPK sebagai Saksi. Namun, Rizal Ramli tidak hadir sehingga dilakukan penjadwalan ulang hari ini (Jum'at, 19/07/2019).

Sebagaimana diketahui, dari pengembangan perkara SKL BLBI, KPK telah menetapkan Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya Itjih Nursalim sebagai Tersangka.

KPK menduga, Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya Itjih Nursalim diduga terlibat secara bersama-sama mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait SKL BLBI.

Penetapan status hukum sebagai Tersangka terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim itu berdasarkan hasil pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim hingga di tingkat Banding saat itu dalam putusannya memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Yang mana, saat itu Syafruddin selaku Kepala BPPN disebut melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT. Dipasena Citra Darmadja (PT. DCD) dan PT. Wachyuni Mandira (PT. WM).

Selain itu, Syafruddin Arsyad Temenggung juga disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham. Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak yang akan diserahkan kepada BPPN.

Perbuatan Syafruddin Arsyad Temenggung dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp. 4,58 triliun. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung karena dinilai perbuatannya bukan merupakan tindak pidana. *(Ys/HB)*