Senin, 14 September 2020

KPK Panggil Mantan Wakil Menteri BUMN Terkait Dugaan Korupsi Di PT. Dirgantara Indonesia

Baca Juga

Logo di Kantor KPK.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwal pemeriksaan mantan Wakil Menteri BUMN Kementerian BUMN Mahmuddin Yasin (tahun 2011) dan mantan Kabiro Hukum Kementerian BUMN yang juga Wakil Direktur PT. Pelindo II Hambra.

Mereka akan dimintai keterangan sebagai Saksi atas perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan pemasaran dan penjualan di PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) periode tahun anggaran 2007–2017.

"Keduanya akan diperiksa sebagai Saksi untuk melengkapi berkas penyidikan BS (Budi Santoso)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat mengonfirmasi wartawan, Senin (14/09/2020) pagi.

Sementara masih belum diketahui detail yang akan didalami oleh Tim Penyidik KPK terhadap kedua Saksi tersebut. Namun, belakangan Tim Penyidik KPK tengah gencar menelisik aliran uang korupsi dari mitra penjualan di PT. DI terhadap para Tersangka dan pihak lain.

Perkara ini, bermula pada awal 2008, Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan.

Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT. Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Yang mana, dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggung-jawabkan melalui bagian keuangan.

KPK menduga, Budi Santoso selaku Dirut PT. DI diduga mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja-sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun, sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

KPK menduga, setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja-sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja-sama tersebut diduga dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Budi Santoso selaku Dirut PT. DI selanjutnya diduga memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja-sama mitra atau keagenan. Irzal kemudian menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.K


Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT. Dirgantara Indonesia yang ditanda-tangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT. Angkasa Mitra Karya, PT. Bumiloka Tegar Perkasa, PT. Abadi Sentosa Perkasa, PT. Niaga Putra Bangsa, dan PT. Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen diduga tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja-sama.

PT. Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada tahun 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia kepada 6 (enam) perusahaan mitra atau agen tersebut bernilai sekitar Rp. 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara Rp. 330 M.

Setelah enam perusahaan tersebut menerima pembayaran, diduga terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp. 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT. Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi Santoso, Irzal Rinaldi Zailani, Arie Wibowo dan Budiman Saleh.

Terhadap Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT :