Baca Juga
Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Ribuan Pegawai Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto non Aparatur Sipil Negara (ASN) yang beberapa bulan terakhir ini selalu merasa resah, was-was dan penuh kekhawatiran atas dilaksanakannya proses Alih Daya Pegawai Pemkot Mojokerto non ASN menjadi tenaga outsourcing di PT. Duta Clean Group (PT. DCG), kini 'agak lega'. Pasalnya, kebijakan yang tidak populis tersebut akhirnya 'batal'.
Batalnya Alih Daya Pegawai Pemkot Mojokerto non ASN menjadi tenaga outsourcing di PT. DCG tersebut, tentunya bukan tanpa sebab. Desakan dan benturan dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mojokerto dalam berbagai kesempatan khususnya di saat pembahasan anggaran, tidaklah mustahil merupakan suatu keniscayaan yang sangat berperan.
Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik saat dihubungi media ini, bahwa terkait nasib ribuan Pegawai Pemkot Mojokerto non ASN itu, pihaknya telah mendesak dan membentur eksekutif dalam setiap pembahasan anggaran. Prinsipnya, tidak pernah sekali pun pihaknya membahas anggaran belanja pegawai non ASN untuk dikelola pihak ke-3 (tiga) atau outsorching.
"Terakhir dalam pembahasan anggaran, saya sampaikan ke Pak Sekda (Sekretaris Daerah Kota Mojokerto), Pak Sekda, disamping belanja pegawai tadi, hal yang paling hangat yaitu polemik non ASN atau Honorer", ujar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik saat dihubungi media ini seraya mengucapkan hal yang telah disampaikan ke Sekda Kota Mojokerto saat pembahasan anggaran, Senin (04/12/2023) siang.
"Bahwa sudah dilakukan tahapan-tahapan untuk memperjelas statusnya terkait non ASN itu, baik dari RDP (rapat dengar pendapat) yang kami terima (Red: gelar) dan juga ada keputusan lembaga kementerian dalam negeri merekomendasikan kepada wali kota untuk mengkaji kembali dan menunda kebijakan outsorching maupun langsung melangkah ke Sekda juga ke BKSDM (Badan Kepagawaian dan Sumber Daya Manusia) kalau tidak salah", lanjutnya.
"Dan, terakhir komitmen dan statement dari wali kota dan Pak Sekda juga membatalkan kebijakan outsorching itu dan polanya dikembalikan kepada pola yang hari ini yang berjalan, yaitu melekat pada OPD, kontrak pada OPD. Toh roh dari Undang-Undang ASN hasil revisi masih diberikan ruang kebijakan luas bagi semua lini pemerintah daerah untuk memverifikasi dan menunggu peraturan lebih teknis lagi. Dalam Undang-Undang ASN yang terbaru itu, diberi waktu sampai Desember 2024 kalau nggak salah", tambah Junaedi Malik.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengungkapkan, bahwa dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2024 tidak ada klausul yang berbunyi adanya anggaran belanja pegawai non ASN yang dikelola pihak ke-3 atau outsorching, jika kemudian belanja pegawai non ASN dipihak-ketigakan, maka hal itu melanggar aturan.
"Dan kami perjelas, apakah di postur anggaran 2024 ini pos belanja non ASN atau Honorer itu tetap pada belanja OPD, yaitu tidak menjadi belanja di pihak penyedia atau outsorching. Karena itu statement dari Bu Wali (Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari) dan juga redaksi dari Pak Sekda yang saya baca kemarin", ungkap Junaedi Malik.
Hal ini akan menjawab sedikit polemik dan kegundahan hati Pegawai Pemkot Mojokerto non ASN atas adanya sebuah langkah-langkah outsorching sepihak kemarin. Terlebih kalau ini sudah dijawab dengan tegas dalam postur APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2024.
"Bahwa postur APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2024 anggaran belanja pegawai non ASN kembali ke belanja OPD dengan Kontrak OPD, insya' ALLAH agak menjadi tenang teman-teman non ASN, sambil menunggu petunjuk teknis lebih lanjut atas turunan Undang-Undang ASN Tahun 2023 yang hasil revisi kemarin", jelasnya.
"Dan, saya yakin Pemerintah Pusat maupun Kemenpan RB akan mengkaji kembali, mencarikan solusi yang terbaik untuk sisa honorer yang masih banyak di negeri ini. Bahkan, kalau nggak salah Komisi II (dua) mendesak verifikasi ulang. Karena apa? Yang masuk data base itu yang sesuai kriteria yang masuk formasi. Yang tidak juga masih banyak", tambahnya
Menurut Junaedi Malik, hal ini tidak hanya terjadi di Kota Mojokerto. Melainkan, juga menjadi soal di Komisi II DPR-RI. Menurutnya pula, Komisi II DPR-RI berupaya agar ada verifikasi ulang.
"Sampai ke BPKP kalau tidak salah sharing pemetaannya. Sehingga dipastikan tenaga honorer di Indonesia yang memang perlu sebuah regulasi penguatan, ada sebuah jalan keluar sampai akhir 2024. Itu peta kepastian di tahun 24 ini, sudah clear ya di postur OPD, tidak di penyedia atau outsorching. Itu yang kami tanyakan", tandasnya. *(DI/HB/Adv)*
BERITA TERKAIT: