Kamis, 18 Juli 2019

Absen 3 Kali, KPK Pertanyakan Komitmen Antikorupsi Kemendag

Baca Juga

Mendag Enggartiasto Lukita.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita kembali absen dari panggilan pemeriksaan tim Penyidik Komisi Pemberantansan Korupsi (KPK) yang diagendakan pada hari ini, Rabu 18 Juli 2019.

Sedianya, Mendag Enggartiasto akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso.

Ketidak-hadiran Mendag Enggartiasto Lukita dari panggilan pemeriksaan tim Penyidik KPK 3 (tiga) kali berturut-turut ini membuat KPK mempertanyakan komitmen Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam mendukung pemberantasan korupsi.

"Kami juga mempertanyakan komitmen pihak Kementerian Perdagangan dalam mendukung pemberantasan korupsi", ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (18/07/2019) sore.

Hal itu, terlihat dari absensi kehadiran pejabat-pejabat lain di Kementerian Perdagangan ketika dipanggil pertama kalinya untuk memberi keterangan kepada tim Penyidik KPK.

"Karena, saksi-saksi yang tidak hadir saat dipanggil pertama, selain Menteri Perdagangan juga pejabat-pejabat lain di Kementerian Perdagangan", terang Febri Diansyah.

Meski demikian, Febri Diansyah tidak menyebutkan siapa-siapa saja pejabat Kemendag lain yang Febri maksud. Namun, memang tim Penyidik KPK pernah memanggil sejumlah pejabat Kemendag juga Panitia Lelang Gula Rafinasi sebagai Saksi.

Seperti halnya Ketua Panitia Pengadaan Lelang Gula Kristal Rafinasi, Subagyo; Sekretaris Pengadaan Lelang Gula Kristal Rafinasi, Noviarina Purnami; Kepala Seksi Pengembangan Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan, Husodo Kuncoro Yakti hingga Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan.

Febri Diansyah menegaskan, para pihak yang dipanggil itu memang sempat absen saat dipanggil KPK pertama kalinya. KPK pun menjadwalkan ulang pemeriksaan mereka yang kemudian ada di antaranya yang telah diperiksa pada penjadwalan ulang tersebut.

"Jangan sampai ada kesan yang kemudian muncul ke publik, ada pejabat yang menghindari proses hukum dengan berbagai alasan. Kami berharap hal itu tidak terjadi dalam konteks ini", tegasnya.

Tentang keterkaitan Mendag Enggartiasto dalam pusaran perkara yang menjerat Bowo Sidik, Febri Diansyah menjelaskan, bahwa KPK memanggil yang bersangkutan untuk memberi ruang klarifikasi terkait dugaan gratifikasi ke Bowo Sidik.

Dijelaskannya pula, bahwa Penyidik KPK ingin menglarifikasi apakah Mendag Enggartiasto mengetahui atau tidak soal dugaan gratifikasi ke Bowo Sidik.

"Pemeriksaan ini juga ditujukan agar Menteri memiliki ruang untuk klarifikasi kepada penyidik, apakah benar pernah memberikan secara langsung atau tidak langsung, atau tidak pernah memberikan gratifikasi, atau bahkan tidak mengetahui peristiwa tersebut. Jadi, KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi Menteri Perdagangan untuk menyampaikan Informasi yang benar menurut yang bersangkutan", jelasnya.

Sebelumnya, Mendag Enggartiasto Lukita absen ketika pemanggilan pada 02 Juli 2019, sehingga pemeriksaan dijadwal ulang pada 08 Juli 2018. Enggar memastikan bisa memenuhi panggilan pemeriksaan pada tanggal tersebut yang tertuang dalam surat dari Kementerian Perdagangan yang diserahkan kepada KPK pada 03 Juli 2019 lalu. Namun, pada jadwal pemanggilan ulang itu Enggar kembali absen, sehingga pemeriksaan kembali dijadwalkan ulang pada hari ini, Kamis 18 Juli 2019.

“Di sana tertulis kalimat, ‘Dengan hormat, kami sampaikan bahwa Bapak Enggartiasto Lukita akan memenuhi panggilan KPK sebagai Saksi pada tanggal 18 Juli 2019’. Tadi (Rabu, 17 Juli 2019) malam, kami mendapatkan surat lain dan memberitahukan bahwa ada kegiatan lain ke luar negeri hari ini", ungkap Febri Diansyah.

Febri menyatakan, bahwa pihaknya menyayangkan ketidak-hadiran Mendag Enggartiasto sebagai Saksi dalam perkara ini. Menurut Febri, seharusnya sebagai pejabat publik, Enggar bisa memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum.

“KPK menyayangkan ketidak-hadiran ini. Semestinya pejabat publik dapat memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum. Perlu diingat, kehadiran sebagai Saksi adalah kewajiban hukum. Sehingga, semestinya ini menjadi prioritas. Apalagi sudah ada pernyataan kesediaan hadir sebelumnya", ujar Febri Diansyah.

Ditandaskannya, bahwa KPK masih membahas langkah lanjutan yang akan dilakukan terkait absennya Mendag Enggartiasto dari panggilan pemeriksaan sebagai Saksi hingga 3 kali tersebut. Febri pun belum menyebut apakah Enggartiasto akan dipanggil lagi atau tidak.

“Saat ini KPK sedang membahas tindakan lebih lanjut yang dapat dilakukan untuk kebutuhan pemeriksaan saksi ini", tandasnya.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi tersebut.

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*